Jayapura: Permintaan keluarga dan kuasa hukum Lukas Enembe kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk memeriksa kasus korupsi Gubernur Papua itu diperiksa di lapangan terbuka, dan disaksikan masyarakat menuai banyak tanggapan.
Di antaranya dari tokoh pemuda dari Kabupaten Jayapura, Robert Entong. Dengan suara lirih pemuda kelahiran Kampung Sosiri ini balik bertanya; "Pakai hukum apakah? Hukum pemerintah atau hukum adat?, tanya Robert, Selasa, 11 Oktober 2022.
Robert menjelaskan, Lukas Enembe dituduh telah menyalahi aturan Pemerintah terkait gratifikasi senilai Rp1 miliar. Maka hukum yang dipakai untuk memeriksa Lukas adalah hukum Pemerintah.
Andai memakai hukum adat, Robert justru bingung karena masyarakat adat Papua, khususnya di wilayah adat Jayapura, tidak mengadili orang di lapangan terbuka.
“Lukas menjadi Gubernur Papua karena dipilih rakyat menggunakan hukum Pemerintah. Kami tidak pernah pilih dia jadi kepala suku,” kata Robert.
Robert meminta Lukas bersikap ksatria, mau bertanggung jawab atas semua perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.
"Periksa di ruangan kan bisa disaksikan oleh masyarakat karena sudah ada media massa dan televisi yang bisa menyiarkan supaya masyarakat bisa melihat," terang dia.
Ia menilai sikap Lukas Enembe dan keluarga berlit-belit, agar bisa lepas dari jeratan hukum. Padahal menurutnya cukup buktikan ke KPK, apabila tidak ada kesalahan pasti dibebaskan.
“Jangan bawa-bawa adat dan menjadikan masyarakat sebagai tempat berlindung dari kesalahan,” tegasnya.
Kepada masyarakat yang masih melindungi Lukas di kediaman pribadinya di Koya Tengah, Robert mengimbau untuk mengakhiri aksi mereka.
“Kumpul-kumpul ratusan orang, bawa panah, bawa kampak, bikin kami masyarakat Jayapura resah. Warga selalu khawatir, tidak bisa kerja dengan tenang” jelas Robert sembari meminta para pendukung Lukas pulang ke rumah masing-masing, bekerja seperti biasanya untuk keluarga.
“Biarlah proses hukum yang berjalan. Masyarakat harus aman, bisa bekerja dengan tenang,” pinta Robert.
Jayapura: Permintaan keluarga dan kuasa hukum Lukas Enembe kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk memeriksa
kasus korupsi Gubernur Papua itu diperiksa di lapangan terbuka, dan disaksikan masyarakat menuai banyak tanggapan.
Di antaranya dari tokoh pemuda dari Kabupaten Jayapura, Robert Entong. Dengan suara lirih pemuda kelahiran Kampung Sosiri ini balik bertanya; "Pakai hukum apakah? Hukum pemerintah atau hukum adat?, tanya Robert, Selasa, 11 Oktober 2022.
Robert menjelaskan,
Lukas Enembe dituduh telah menyalahi aturan Pemerintah terkait gratifikasi senilai Rp1 miliar. Maka hukum yang dipakai untuk memeriksa Lukas adalah hukum Pemerintah.
Andai memakai hukum adat, Robert justru bingung karena masyarakat adat Papua, khususnya di wilayah adat Jayapura, tidak mengadili orang di lapangan terbuka.
“Lukas menjadi Gubernur Papua karena dipilih rakyat menggunakan hukum Pemerintah. Kami tidak pernah pilih dia jadi kepala suku,” kata Robert.
Robert meminta
Lukas bersikap ksatria, mau bertanggung jawab atas semua perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.
"Periksa di ruangan kan bisa disaksikan oleh masyarakat karena sudah ada media massa dan televisi yang bisa menyiarkan supaya masyarakat bisa melihat," terang dia.
Ia menilai sikap Lukas Enembe dan
keluarga berlit-belit, agar bisa lepas dari jeratan hukum. Padahal menurutnya cukup buktikan ke KPK, apabila tidak ada kesalahan pasti dibebaskan.
“Jangan bawa-bawa adat dan menjadikan masyarakat sebagai tempat berlindung dari kesalahan,” tegasnya.
Kepada masyarakat yang masih melindungi Lukas di kediaman pribadinya di Koya Tengah, Robert mengimbau untuk mengakhiri aksi mereka.
“Kumpul-kumpul ratusan orang, bawa panah, bawa kampak, bikin kami masyarakat Jayapura resah. Warga selalu khawatir, tidak bisa kerja dengan tenang” jelas Robert sembari meminta para
pendukung Lukas pulang ke rumah masing-masing, bekerja seperti biasanya untuk keluarga.
“Biarlah proses hukum yang berjalan. Masyarakat harus aman, bisa bekerja dengan tenang,” pinta Robert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)