Warga di Pondok Ranji Klaim Tanahnya Seluas Hampir 2 Hektare Dikuasai Pengembang
Farhan Dwitama • 28 Oktober 2021 15:09
Tangerang: Empat kepala keluarga ahli waris almarhum Ahmad Basim dan Saodah, yang meninggalkan tanah warisan seluas hampir 2 hektare di Jalan Nusa Jaya Raya, Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, mengharapkan hak lahan warisan orang tuanya dapat dikuasi para ahli waris. Pasalnya, tanah itu kini dikuasai pengembang.
"Itu hak kami, kami yakin orang tua dan keluarga kami tidak pernah menyepakati adanya jual-beli lahan seluas 19.977 meter persegi kepada siapapun," kata ahli waris, Syahril, 55, yang merupakan anak ketiga almarhum Ahmad Basim ditemui di kediamannya, Kamis, 28 Oktober 2021.
Dia menuturkan, Ahmad Basim adalah saudagar ternama dengan usaha membuka usaha toko material satu-satunya di kawasan tersebut, para era 1970an. Namun, Basim meninggal pada 1974 dan meninggalkan empat anak, seorang istri dan lahan luas puluhan ribu meter dekat rumah tinggalnya.
Syahril menerangkan, ketika ditinggal kematian sang Ayah, dia dan tiga saudaranya masih anak-anak saat itu. Ibunya juga kerepotan harus mengurusi empat anaknya seorang diri.
"Saat Bapak meninggal, kita anak-anaknya masih pada kecil. Saya kecil juga suka ikut Ibu bertani di tanah itu, memang itu tanah kami. Tanah peninggalan Bapak, Ahmad Basim," jelas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai sopir angkutan kota di kawasan Bintaro itu.
Namun belakangan, tanah itu diaku oleh pihak swasta yang mengaku telah memiliki bukti sah dan membeli tanah itu pada 1980an. Kemudian, pihak ahli waris mempertanyakan hal tersebut ke kelurahan saat itu.
Oleh pihak kelurahan, kata Syahril, saat itu dikatakan 6.000 meter bagian tanah itu telah dijual yang akta jual belinya (AJB) ditandatangani almarhum Surya Darma selaku ahli waris atau anak tertua dari anak almarhum Ahmad Basim.
"Sebenarnya bukan berarti 6.000 itu benar telah beralih, melainkan ada pihak yang menjual tanah ini (diduga pihak kelurahan) dan meminta Surya Darma sebagai anak tertua untuk menandatangani AJB di kelurahan. Sementra AJB hanya ditandatangani oleh Surya sebagai anak tertua tidak dengan ahli waris lainnya, padahal anak-anak bapak itu empat dan Ibu kami, Ibu Saodah masih sehat," ucap dia.
Memang, kata Syahril, seperti diakui almarhum Surya Darma kepada keluarganya, setelah penandatanganan AJB, dirinya sama sekali tidak menerima uang pembayaran. Namun, kata dia, duit pembayaran itu diterima oleh pihak lurah.
"Tapi pembayarannya diterima oleh Pak Lurah (saat itu Kepala Desa). Itu pasti manipulasi, AJB itu kami pastikan palsu, karena anak-anaknya yang lain dan ibu kami juga tidak pernah menandatangani itu," jelas dia.
Hingga berjalan waktu, baru pada 1990an, saat para ahli waris mulai mengerti persoalan lahan itu, pihak ahli waris mulai menelusuri tanah waris peninggalan orang tuanya ke Kelurahan dan Kantor Tanah. Namun tidak pernah membuahkan hasil.
"Selalu buntu, dibuang ke sana kemari. Enggak pernah ada titik jelas. Sampai akhirnya saya tahun 2014 mendatangi pihak PT Jaya Real Property (pengembang Bintaro Jaya) untuk menanyakan status lahan yang dikuasi perusahaan pengembang property itu.
Saya datangi JRP (Jaya Real Property) tahun 2014 ketemu Pak Uli, katanya dia (JRP) beli dari PT Permadani Interland, dia sudah ada surat-surat. Saat itu, dia (JRP) mengatakan akan memberi uang kerahiman kepada ahli waris senilai Rp500 juta, tapi saya tolak. Saya ingin kejelasan. Saya tanya dia beli berapa, dia bilang saat itu, Rp1,9 juta per meter tahun 2012,"ujarnya.
Karena tidak juga mendapat solusi dan sama-sama merasa sebagai korban mafia lahan, pihak JRP menyarankan kepada ahli waris untuk melakukan gugatan hukum ke pengadilan.
"Katanya (JRP), kalau mau ke meja hijau. Akhirnya baru kemarin kita melaporkan kasus itu ke Polda Metro Jaya. Karena ada data yang belum lengkap, laporan kami diminta dilengkapi. Kami diminta membuat surat keterangan kepemilikan Leter C atas nama A. Basim, oleh pihak kelurahan dijanjikan Senin depan baru bisa diambil. Katanya (staf kelurahan) harus diskusi dengan Pak Lurah dulu," terangnya.
Dia dan sejumlah ahli waris berharap, lahan hak waris yang ditinggalkan orang tuanya untuk anak keturunan Ahmad Basim dan Saodah bisa kembali menjadi hak milik mereka.
"Tentu ini hak kami, kami adalah korban mafia tanah. Karena orang tua kami sama sekali tidak pernah menjual tanah itu. Pak Basim waktu itu, usaha. Dia punya toko material satu-satunya di Pondok Ranji," kenangnya.
Pantauan medcom.id lahan yang disengketakan itu terlah telah terpagar kokoh. Tampak sejumlah orang yang sedang berjaga dan alat berat yang digunakan di dalam area lahan . Sementara di sisi luar pagar, sejumlah orang dan beberapa petugas pengamanan resmi mendirikan tenda barak di depan pagar lahan tersebut.
Klarifikasi Pengembang JRP
Tim hukum PT Jaya Real Property (JRP), Fachrulian, mempersilahkan adanya pihak ahli waris pada lahan di Jalan Nusa Jaya Raya, Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, untuk dibawa ke ranah hukum.
"Niat gugatan hukum, monggo. Itukan hak warga negara untuk mengajukan upaya hukum, kami juga mencadangkan hukum lah untuk melakukan tindakan hukum ke mereka. Tapi semuanya harus berdasarkan hukum. Enggak apa-apa. Itukan hak, kalau dia merasa punya bukti ya, silahkan diselesaikan di pengadilan," katanya dikonfirmasi, Kamis, 28 Oktober 2021.
Dia juga membantah adanya upaya pemberian uang kerahiman sebesar Rp500 juta dari pengembang PT Jaya Real Property kepada pihak ahli waris. Lantaran, kata dia, pihaknya membeli dari PT Permadani.
"Dulu kami pernah ketemu, ini klarifikasi. Berita disebutkan pernah ada uang kerahiman itu mungkin dari PT Permadani kali, bukan dari PT Jaya Real Property. Penawaran kerahiman itu dari Permadani, nah JRP kan beli dari Permadani. Berati dari Permadani. Itu pindah tangan ke JRP tahun 2010 an," ucap Fachrulian.
Dia menegaskan, bahwa perusahaan pengembang properti di Bintaro itu membeli lahan tersebut, dari PT Permadani. Transasksi jual - beli lahan itu dilakukan keduanya di sekitar tahun 2010.
"Yang pasti kami sudah bersertifikat, kami pemilik yang sah, hanya itu saja. Intinya kami beli bersertifikat, jadi kami beli dan kami ini pembeli terakhir, kenapa dia mengeklaim ke JRP kenapa enggak ke penjual kami, sekarang pertanyaannya dia nongol setelah dibeli JRP. Sudah sertifikat itu 2 hektare," ucapnya.
Tangerang: Empat kepala keluarga ahli waris almarhum Ahmad Basim dan Saodah, yang meninggalkan tanah warisan seluas hampir 2 hektare di Jalan Nusa Jaya Raya, Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, mengharapkan hak lahan warisan orang tuanya dapat dikuasi para ahli waris. Pasalnya, tanah itu kini dikuasai pengembang.
"Itu hak kami, kami yakin orang tua dan keluarga kami tidak pernah menyepakati adanya jual-beli lahan seluas 19.977 meter persegi kepada siapapun," kata ahli waris, Syahril, 55, yang merupakan anak ketiga almarhum Ahmad Basim ditemui di kediamannya, Kamis, 28 Oktober 2021.
Dia menuturkan, Ahmad Basim adalah saudagar ternama dengan usaha membuka usaha toko material satu-satunya di kawasan tersebut, para era 1970an. Namun, Basim meninggal pada 1974 dan meninggalkan empat anak, seorang istri dan lahan luas puluhan ribu meter dekat rumah tinggalnya.
Syahril menerangkan, ketika ditinggal kematian sang Ayah, dia dan tiga saudaranya masih anak-anak saat itu. Ibunya juga kerepotan harus mengurusi empat anaknya seorang diri.
"Saat Bapak meninggal, kita anak-anaknya masih pada kecil. Saya kecil juga suka ikut Ibu bertani di tanah itu, memang itu tanah kami. Tanah peninggalan Bapak, Ahmad Basim," jelas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai sopir angkutan kota di kawasan Bintaro itu.
Namun belakangan, tanah itu diaku oleh pihak swasta yang mengaku telah memiliki bukti sah dan membeli tanah itu pada 1980an. Kemudian, pihak ahli waris mempertanyakan hal tersebut ke kelurahan saat itu.