Bergaya Oriental, Masjid Jami Tine Tang Sentul Jadi Simbol Keberagaman
Al Abrar • 14 September 2021 14:05
Bogor: Masjid Jami Tine-Tang merupakan salah satu masjid yang mengundang daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Terletak di area Tol Lingkar Luar Bogor Ring Road, masjid ini menarik perhatian karena arsitektur bergaya Tionghoa nama yang unik.
Masjid yang diresmikan oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, 8 April 2021 itu selain dimanfaatkan sebagai tempat ibadah, masjid juga berperan dalam membangkitkankekuatan rohaniah dan keimanan.
Pengusaha jalan tol, Mohammad Jusuf Hamka sebagai pemrakarsa pembangunan masjid itu menceritakan dibalik pemberian nama masjid dan kenapa Menko Airlangga yang meresmikannya.
Jusuf Hamka yang juga akrab disapa Babah Alun menceritakan, masjid tersebut dari awal memang ia bangun. Sebelumnya Jusuf juga sudah membangun masjid bergaya oriental di kolong Tol Layang Tanjung Priok, Papanggo, lalu di kolong tol Ir Wiyoto, Jalan Pasir Putih, Ancol, Pademangan, dan satu satu lagi di pinggiran Tol Depok-Antasari, Cilandak, Jakarta Selatan. Semuanya ia beri nama Masjid Babah Alun.
Masjid di Tol Lingkar Luar Bogor itu juga rencananya akan menjadi Masjid Babah Alun yang ke empat. Namun suatu ketika, Jusuf yang juga menjadi salah satu staf khusus Menko Perekonomian Airlangga itu ditanya saat melewati masjid yang sedang dibangunnya.
Airlangga saat itu mengatakan bahwa ia juga punya niatan ingin membangun masjid, untuk kedua orang tuanya, Ibu Hartini dan Almarhum Pak Hartarto Sastrosunarto. Airlangga juga mengaku tertarik pada Masjid yang dibangun Jusuf.
"Suf, itu masjid siapa?" "Oh, masjid saya, pak, saya yang mau buat," ujar Jusuf.
Karena mengenal cukup baik keluarga orang tua Airlangga, Jusuf menjawab, "Oh, iya. pakai aja kalau memang Bapak mau. Tapi, apa Bapak mau masjid yang arsitekturnya oriental seperti ini?" kata Jusuf.
Airlangga menilai desain arsitekturnya cukup bagus. Namun ia menolak jika masjid yang dibangun Jusuf Hamka diberikan begitu saja.
"Waktu itu sambil bercanda beliau bilang, saya enggak mau ambil saya mau akuisisi," kata Jusuf menirukan perkataan Airlangga.
Jusuf sempat menolak, namun Airlangga tetap tidak mau. Akhirnya disepakati, biaya pembangunan masjid tersebut diambil alih Airlangga, dan Jusuf Hamka akan membangun masjid baru di tempat lain.
Jusuf yang masih ragu sempat mempertanyakan lagi pada Airlangga apakah dia yakin, karena arsitektur masjid yang bergaya oriental bisa menjadi kontroversi, apalagi Airlangga adalah pejabat publik yang juga politisi.
Namun Airlangga menjawab hal itu tidak menjadi masalah baginya. Mau arsitekturnya bergaya apapun selama tidak melanggar aturan agama dan fungsinya tetap sebagai tempat ibadah umat muslim.
"Pak Airlangga bilang, di sinilah kita tunjukkan bahwa pemimpin harus berani menuai keberagaman, dari hal-hal yang kecil dulu," kata Jusuf.
Airlangga pun meminta Jusuf tetap melanjutkan pembangunan masjid bergaya oriental tersebut sesuai rencana. Jusuf mengaku saat itu, dalam hati ia memuji keberanian Airlangga.
"Ternyata, setelah diresmikan pada 8 April, enggak ada tuh yang protes, enggak ada tuh yang nyinyir, enggak ada juga yang ngebully. Malah semua bersyukur, karena semua orang pengguna jalan yang mau ke Jakarta, kadangkala waktunya solat, berhenti di sini, memanfaatkan masjid ini. WC-nya bersih, tempat wudunya bersih, tangganya pun juga berbeda, ada tangga buat pria, tangga buat wanita," tutur Jusuf.
Jusuf juga menceritakan, kalau dana yang diberikan Airlangga untuk mengganti biaya pembangunan masjid berlebih. Namun Airlangga meminta Jusuf mempergunakannya untuk membangun warung pojok halal di dekat masjid.
" Jadi warung pojok halal itu duit dari pak Airlangga. Bikinin warung supaya orang yang main ke sini bisa ada tempat makan dan minumnya, biar enggak jauh-jauh," ujarnya.
Airlangga meyakinkan Jusuf Hamka bahwa masjid tersebut bisa menjadi tempat wisata religi. Karena saat menjadi anggota DPR, Airlangga berasal dari Dapil Bogor, sehingga tahu kalau hal itu akan disukai warga Bogor dan sekitarnya.
"Eh, bener. Alhamdulillah, ini tempat jadi wisata religi. Sabtu-Minggu rame di sini. Orang pada selfie, foto-toto, akhirnya cari makanan-minuman di sini," ujarnya. Namun karena PPKM, masyarakat akhirnya masih dilarang untuk berkumpul-kumpul.
Mengenai nama Masjid Jami Tine Tang, Jusuf Hamka mengatakan awalnya masjid tersebut akan dinamai Masjid Babah Alun ke-4, "Tapi karena sudah diakuisisi ceritanya, ya tergantung Pak Airlangga dong mau namain apa," ujarnya.
Waktu itu Airlangga menuliskan nama Tine Tang. Jusuf awalnya tidak bertanya lebih jauh perihal nama tersebut. "Tapi karena banyak yang bisik-bisik nanya, akhirnya saya tanya sama Pak Airlangga. Ternyata Tine itu dari nama Ibu Hartini yang waktu kecil dipanggil Tine, dan Tang itu dari nama panggilan kecil Pak Hartarto," tutur Jusuf.
Jusuf menerangkan, di kalangan Tionghoa jika disambungkan dan dibaca Tine Tang artinya Pintu Surga atau Rumah Tuhan.
"Akhirnya sepakatlah namanya Masjid Jami Tine Tang. Jadi kalau orang China bilang, Masjid Jami Tien Tang, gitu," ujar Jusuf.
Airlangga pun meminta Jusuf tetap melanjutkan pembangunan masjid bergaya oriental tersebut sesuai rencana. Jusuf mengaku saat itu, dalam hati ia memuji keberanian Airlangga.
"Ternyata, setelah diresmikan pada 8 April, enggak ada tuh yang protes, enggak ada tuh yang nyinyir, enggak ada juga yang ngebully. Malah semua bersyukur, karena semua orang pengguna jalan yang mau ke Jakarta, kadangkala waktunya solat, berhenti di sini, memanfaatkan masjid ini. WC-nya bersih, tempat wudunya bersih, tangganya pun juga berbeda, ada tangga buat pria, tangga buat wanita," tutur Jusuf.

Jusuf juga menceritakan, kalau dana yang diberikan Airlangga untuk mengganti biaya pembangunan masjid berlebih. Namun Airlangga meminta Jusuf mempergunakannya untuk membangun warung pojok halal di dekat masjid.
" Jadi warung pojok halal itu duit dari pak Airlangga. Bikinin warung supaya orang yang main ke sini bisa ada tempat makan dan minumnya, biar enggak jauh-jauh," ujarnya.
Airlangga meyakinkan Jusuf Hamka bahwa masjid tersebut bisa menjadi tempat wisata religi. Karena saat menjadi anggota DPR, Airlangga berasal dari Dapil Bogor, sehingga tahu kalau hal itu akan disukai warga Bogor dan sekitarnya.
"Eh, bener. Alhamdulillah, ini tempat jadi wisata religi. Sabtu-Minggu rame di sini. Orang pada selfie, foto-toto, akhirnya cari makanan-minuman di sini," ujarnya. Namun karena PPKM, masyarakat akhirnya masih dilarang untuk berkumpul-kumpul.
Mengenai nama Masjid Jami Tine Tang, Jusuf Hamka mengatakan awalnya masjid tersebut akan dinamai Masjid Babah Alun ke-4, "Tapi karena sudah diakuisisi ceritanya, ya tergantung Pak Airlangga dong mau namain apa," ujarnya.
Waktu itu Airlangga menuliskan nama Tine Tang. Jusuf awalnya tidak bertanya lebih jauh perihal nama tersebut. "Tapi karena banyak yang bisik-bisik nanya, akhirnya saya tanya sama Pak Airlangga. Ternyata Tine itu dari nama Ibu Hartini yang waktu kecil dipanggil Tine, dan Tang itu dari nama panggilan kecil Pak Hartarto," tutur Jusuf.
Jusuf menerangkan, di kalangan Tionghoa jika disambungkan dan dibaca Tine Tang artinya Pintu Surga atau Rumah Tuhan.
"Akhirnya sepakatlah namanya Masjid Jami Tine Tang. Jadi kalau orang China bilang, Masjid Jami Tien Tang, gitu," ujar Jusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)