Demak: Yayasan Dharma Bakti Lestari (YDBL) menggelar diskusi membedah sosok Sultan Trenggana di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Menyusul mencuatnya wacana sebagian masyarakat yang menyangsikan keberadaan raja Demak itu.
Perwakilan YDBL, Edi Hidayat, menyampaikan pandangan masyarakat yang menyangsikan keberadaan Sultan Trenggana tidak menjadi masalah sepanjang didukung data dan fakta historis. Fakta menunjukkan eksistensi Sultan Trenggana sebagai penguasa kerajaan Islam Demak.
"Berdasarkan fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa Demak mengalami kemajuan pada periode Sultan Trenggana. Bagi masyarakat Demak, Sultan Trenggana adalah pahlawan kultural masyarakat," ujar Edi di sela-sela kegiatan diskusi menyegarkan sejarah Raden Fatah, Sabtu, 7 September 2019.
Edi menyatakan sebagian besar masyarakat mengetahui sejarah, eksistensi, dan kiprah Sultan Trenggana sebagai raja Demak. Banyak literatur yang menggambarkan kerajaan Islam pertama di Jawa ini. Raden Fatah adalah pendiri dan raja yang menganut agama Islam di Jawa.
"Selama masa kekuasaan Raden Fatah hingga Sultan Trenggana, Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam dan pusat kekuasaan politik, yang memegang peranan penting dalam bidang perdagangan," papar Edi.
Dia menambahkan YDBL yang didirikan Lestari Moerdijat atau biasa disapa Rerie, tengah menggali dan merawat nilai luhur para tokoh yang berjasa bagi bangsa. Salah satu kegiatan yang dikembangkan adalah menyegarkan kembali bentuk, fungsi, dan makna atas nilai-nilai kejuangan Raden Fatah serta keturunannya.
Tim pakar YDBL, Alamsyah, mengungkap Sultan Trenggana memimpin kerajaan Demak setelah Raden Fatah digantikan Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus meninggal pada usia sangat muda dan belum mempunyai keturunan. Wafatnya Adipati Unus memunculkan instabilitas karena tidak berputera.
"Sehingga mengakibatkan terjadinya perebutan kekuasaan sesama keturunan Raden Fatah, yaitu antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Sultan Trenggana, hingga yang berkuasa adalah Sultan Trenggana," ungkap Alamsyah.
Sultan Trenggana merupakan Sultan ke-3 Kerajaan Islam Demak yang memerintah antara tahun 1521 hingga 1546 atau selama 25 tahun. Dia menggantikan Adipati Unus (1518-1521).
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana upaya yang dilakukan adalah perluasan kekuasaan dengan mengirim pasukan di bawah pimpinan Falatehan, tokoh yang menikah dengan saudara perempuan Sultan Trenggana.
"Joao de Barros dalam bukunya Da Asia menggambarkan relasi antara Sultan Trenggana dengan dengan Falatehan, yang merupakan putra Pasai yang kecewa ketika wilayahnya dikuasai oleh Portugis," tandas Alamsyah.
Demak: Yayasan Dharma Bakti Lestari (YDBL) menggelar diskusi membedah sosok Sultan Trenggana di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Menyusul mencuatnya wacana sebagian masyarakat yang menyangsikan
keberadaan raja Demak itu.
Perwakilan YDBL, Edi Hidayat, menyampaikan pandangan masyarakat yang menyangsikan keberadaan Sultan Trenggana tidak menjadi masalah sepanjang didukung data dan fakta historis. Fakta menunjukkan eksistensi Sultan Trenggana sebagai penguasa kerajaan Islam Demak.
"Berdasarkan fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa Demak mengalami kemajuan pada periode Sultan Trenggana. Bagi masyarakat Demak, Sultan Trenggana adalah pahlawan kultural masyarakat," ujar Edi di sela-sela kegiatan diskusi menyegarkan sejarah Raden Fatah, Sabtu, 7 September 2019.
Edi menyatakan sebagian besar masyarakat mengetahui sejarah, eksistensi, dan kiprah Sultan Trenggana sebagai raja Demak. Banyak literatur yang menggambarkan kerajaan Islam pertama di Jawa ini. Raden Fatah adalah pendiri dan raja yang menganut agama Islam di Jawa.
"Selama masa kekuasaan Raden Fatah hingga Sultan Trenggana, Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam dan pusat kekuasaan politik, yang memegang peranan penting dalam bidang perdagangan," papar Edi.
Dia menambahkan YDBL yang didirikan Lestari Moerdijat atau biasa disapa Rerie, tengah menggali dan merawat nilai luhur para tokoh yang berjasa bagi bangsa. Salah satu kegiatan yang dikembangkan adalah menyegarkan kembali bentuk, fungsi, dan makna atas nilai-nilai kejuangan Raden Fatah serta keturunannya.
Tim pakar YDBL, Alamsyah, mengungkap Sultan Trenggana memimpin kerajaan Demak setelah Raden Fatah digantikan Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus meninggal pada usia sangat muda dan belum mempunyai keturunan. Wafatnya Adipati Unus memunculkan instabilitas karena tidak berputera.
"Sehingga mengakibatkan terjadinya perebutan kekuasaan sesama keturunan Raden Fatah, yaitu antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Sultan Trenggana, hingga yang berkuasa adalah Sultan Trenggana," ungkap Alamsyah.
Sultan Trenggana merupakan Sultan ke-3 Kerajaan Islam Demak yang memerintah antara tahun 1521 hingga 1546 atau selama 25 tahun. Dia menggantikan Adipati Unus (1518-1521).
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana upaya yang dilakukan adalah perluasan kekuasaan dengan mengirim pasukan di bawah pimpinan Falatehan, tokoh yang menikah dengan saudara perempuan Sultan Trenggana.
"Joao de Barros dalam bukunya Da Asia menggambarkan relasi antara Sultan Trenggana dengan dengan Falatehan, yang merupakan putra Pasai yang kecewa ketika wilayahnya dikuasai oleh Portugis," tandas Alamsyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)