Jayapura: Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus, Riyanta, menyampaikan tudingan penggunaan mortir untuk sejumlah serangan di Papua bukan hal yang mengejutkan. Tudingan ini strategi dari kelompok separatis untuk mendapatkan simpati publik.
“Ada yang namanya active measures. Itu suatu strategi perang politik yang dalam sejarahnya dulu digunakan Uni Soviet pada decade 1920an," kata Stanislaus dalam keterangannya, Sabtu, 18 Juni 2022.
Baca: Keluarga Tak Tahu Sertu Bayu Terlibat Dugaan Penjualan Amunisi ke KKB Papua
Dia menjelaskan strategi propaganda dengan menyebarkan disinformasi biasa digunakan oleh kelompok separatis di mana pun di dunia. Skenarioya menyebarkan berita palsu yang menyudutkan pemerintahan yang sah.
"Ada skenario disinformasi, propaganda, desepsi, sabotase, dan sebagainya. Saya melihat ini juga dipakai banyak orang untuk mendukung Papua Merdeka”, jelas Stanislaus.
Lebih lanjut Stanis mengatakan pihak pendukung separatisme di Papua sudah terbiasa menyebarkan propaganda dan hoaks untuk menyudutkan otoritas negara dan mencari dukungan dunia internasional.
“Karena memang begitulah caranya mereka berjuang”, ungkapnya.
Sebelumnya kelompok pemantau senjata Conflict Armament Research (CAR) yang berbasis di London melaporkan BIN membeli 2.500 mortir dari Serbia untuk para agen di Papua dan dijatuhkan ke sejumlah desa pada 2021 lalu. Dalam laporan tersebut, mortir diproduksi pembuat senjata Serbia, Krusik.
Dalam laporan tersebut, mortir dimodifikasi agar bisa dijatuhkan bukan dari tabung mortir. Namun tidak disebutkan pihak yang memodifikasi mortir tersebut.
Dalam laporan tersebut, pembelian mortir itu tidak disampaikan ke parlemen sebagai pihak yang menyetujui anggaran. Sebanyak peluru mortir 81 milimeter digunakan dalam sejumlah serangan di Papua pada medio Oktober 2021.
Jayapura: Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus, Riyanta, menyampaikan tudingan penggunaan mortir untuk sejumlah serangan di Papua bukan hal yang mengejutkan. Tudingan ini strategi dari
kelompok separatis untuk mendapatkan simpati publik.
“Ada yang namanya active measures. Itu suatu strategi perang politik yang dalam sejarahnya dulu digunakan Uni Soviet pada decade 1920an," kata Stanislaus dalam keterangannya, Sabtu, 18 Juni 2022.
Baca:
Keluarga Tak Tahu Sertu Bayu Terlibat Dugaan Penjualan Amunisi ke KKB Papua
Dia menjelaskan strategi propaganda dengan menyebarkan disinformasi biasa digunakan oleh kelompok separatis di mana pun di dunia. Skenarioya menyebarkan berita palsu yang menyudutkan pemerintahan yang sah.
"Ada skenario disinformasi, propaganda, desepsi, sabotase, dan sebagainya. Saya melihat ini juga dipakai banyak orang untuk mendukung Papua Merdeka”, jelas Stanislaus.
Lebih lanjut Stanis mengatakan pihak pendukung separatisme di Papua sudah terbiasa menyebarkan propaganda dan hoaks untuk menyudutkan otoritas negara dan mencari dukungan dunia internasional.
“Karena memang begitulah caranya mereka berjuang”, ungkapnya.
Sebelumnya kelompok pemantau senjata Conflict Armament Research (CAR) yang berbasis di London melaporkan BIN membeli 2.500 mortir dari Serbia untuk para agen di Papua dan dijatuhkan ke sejumlah desa pada 2021 lalu. Dalam laporan tersebut, mortir diproduksi pembuat senjata Serbia, Krusik.
Dalam laporan tersebut, mortir dimodifikasi agar bisa dijatuhkan bukan dari tabung mortir. Namun tidak disebutkan pihak yang memodifikasi mortir tersebut.
Dalam laporan tersebut, pembelian mortir itu tidak disampaikan ke parlemen sebagai pihak yang menyetujui anggaran. Sebanyak peluru mortir 81 milimeter digunakan dalam sejumlah serangan di Papua pada medio Oktober 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)