Makassar: Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan, Khaeroni, mengatakan kebijakan terkait pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sebagai upaya meningkatkan ketentraman dan keharmonisan antarwarga.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 23 Februari 2022.
Ia juga mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala adalah kebutuhan umat Islam sebagai salah satu media syiar di tengah masyarakat. Namun, di sisi lain masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Khaeroni juga mengatakan, pengeras suara untuk masjid, langgar, dan musala sesungguhnya telah diatur oleh Kementerian Agama sejak Masa Orde Baru dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.
Surat edaran itu juga sejalan dengan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa MUI. Selain itu, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.
Baca: Volume Pengeras Suara di Masjid Kalteng Tak Pernah Dipermasalahkan
"Karenanya, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan," jelasnya.
Namun kata Khaeroni, dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Sehingga jemaah bisa mendengar syiar tapi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain (mafsadah). Aturan serupa juga berlaku di beberapa negara muslim.
"Kami sepakat ada pembatasan yang bijaksana, agar saling harmoni dan diterapkan dengan kearifan lokal. Di beberapa negara muslim pun seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara lainnya soal pengeras suara ini juga ada aturannya," jelasnya lagi.
Ia berharap surat edaran ini bisa disosialisasikan kepada sejumlah pihak dengan mengedepankan pembinaan terlebih dahulu dari Kemenag dan jajarannya.
Khaeroni juga meminta ASN di lingkupnya untuk membaca isinya secara utuh dan lengkap. Selanjutnya dapat memberikan penjelasan yang benar kepada masyarakat atau publik agar tidak terjadi mispersepsi.
"Tujuannya tidak ada sama sekali pelarangan tetapi hanya sebagai pedoman dalam penggunaan pengeras suara pada rumah ibadah," jelasnya.
Makassar: Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan, Khaeroni, mengatakan kebijakan terkait pedoman penggunaan
pengeras suara di masjid dan musala sebagai upaya meningkatkan ketentraman dan keharmonisan antarwarga.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 23 Februari 2022.
Ia juga mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala adalah kebutuhan umat Islam sebagai salah satu media syiar di tengah masyarakat. Namun, di sisi lain masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Khaeroni juga mengatakan, pengeras suara untuk masjid, langgar, dan musala sesungguhnya telah diatur oleh Kementerian Agama sejak Masa Orde Baru dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.
Surat edaran itu juga sejalan dengan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa MUI. Selain itu, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.
Baca: Volume Pengeras Suara di Masjid Kalteng Tak Pernah Dipermasalahkan
"Karenanya, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah
mafsadah yang ditimbulkan," jelasnya.
Namun kata Khaeroni, dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Sehingga jemaah bisa mendengar syiar tapi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain
(mafsadah). Aturan serupa juga berlaku di beberapa negara muslim.
"Kami sepakat ada pembatasan yang bijaksana, agar saling harmoni dan diterapkan dengan kearifan lokal. Di beberapa negara muslim pun seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara lainnya soal pengeras suara ini juga ada aturannya," jelasnya lagi.
Ia berharap surat edaran ini bisa disosialisasikan kepada sejumlah pihak dengan mengedepankan pembinaan terlebih dahulu dari Kemenag dan jajarannya.
Khaeroni juga meminta ASN di lingkupnya untuk membaca isinya secara utuh dan lengkap. Selanjutnya dapat memberikan penjelasan yang benar kepada masyarakat atau publik agar tidak terjadi mispersepsi.
"Tujuannya tidak ada sama sekali pelarangan tetapi hanya sebagai pedoman dalam penggunaan pengeras suara pada rumah ibadah," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)