Makassar: Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan Bendungan Passeloreng. Dua di antaranya adalah kepala desa dan mantan Sekretaris BPN.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan penetapan tersangka terhadap enam orang tersebut setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup. Keenam orang itu masing-masing AA, ND, NR, AN, AJ, dan JK.
Saksi pertama yang ditetapkan tersangka berinisial AA yang diketahui sebagai Ketua Satgas B pada kantor Pertanahan Kabupaten Wajo sekaligus mantan Sekretaris BPN Wajo.
"Selain itu, ada ND, NR, dan AN merupakan anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 27 Oktober 2023.
Soetarmi mengatakan sementara tersangka berinisial AJ adalah anggota P2T yang juga merupakan Kepala Desa Paselloreng sementara JK Kepala Desa Arajang dan juga sebagai anggota P2T dalam pembebasan lahan pembangunan Proyek Strategis Nasional itu.
"Ada sekitar 157 saksi yang diperiksa sebelum menetapkan enam orang ini sebagai tersangka," jelasnya.
Soetarmi mengungkap keenam orang tersebut terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi setelah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang mulai membangun fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng Wajo pada tahun 2015.
Pada mulanya lahan dan tanah itu masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo. Namun, pada 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor : SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 yang merupakan perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032 dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 HA di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah mengetahui adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng maka tersangka AA memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021.
Lalu Sporadik tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks kawasan yang termasuk di Desa Arajang.
Isi SPORADIK diperoleh dari informasi dari tersangka ND, tersangka NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan ex Kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 13.247.332.000,- berdasarkan hasil perhitungan BPKP Provinsi Sulsel," jelasnya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka keenam orang tersebut kemudian dibawa ke Rutan Kelas I Makassar dan Lapas Kelas I Makassar setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. Mereka dijebloskan ke penjara karena dihawatirkan dapat menghilangkan barang bukti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Muhammad Syawaluddin
Makassar: Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan tindak
pidana korupsi pembebasan lahan Bendungan Passeloreng. Dua di antaranya adalah kepala desa dan mantan Sekretaris BPN.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan penetapan tersangka terhadap enam orang tersebut setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup. Keenam orang itu masing-masing AA, ND, NR, AN, AJ, dan JK.
Saksi pertama yang ditetapkan tersangka berinisial AA yang diketahui sebagai Ketua Satgas B pada kantor Pertanahan Kabupaten Wajo sekaligus mantan Sekretaris BPN Wajo.
"Selain itu, ada ND, NR, dan AN merupakan anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 27 Oktober 2023.
Soetarmi mengatakan sementara tersangka berinisial AJ adalah anggota P2T yang juga merupakan Kepala Desa Paselloreng sementara JK Kepala Desa Arajang dan juga sebagai anggota P2T dalam pembebasan lahan pembangunan Proyek Strategis Nasional itu.
"Ada sekitar 157 saksi yang diperiksa sebelum menetapkan enam orang ini sebagai tersangka," jelasnya.
Soetarmi mengungkap keenam orang tersebut terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi setelah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang mulai membangun fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng Wajo pada tahun 2015.
Pada mulanya lahan dan tanah itu masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo. Namun, pada 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor : SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 yang merupakan perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032 dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 HA di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah mengetahui adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng maka tersangka AA memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021.
Lalu Sporadik tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks kawasan yang termasuk di Desa Arajang.
Isi SPORADIK diperoleh dari informasi dari tersangka ND, tersangka NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan ex Kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 13.247.332.000,- berdasarkan hasil perhitungan BPKP Provinsi Sulsel," jelasnya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka keenam orang tersebut kemudian dibawa ke Rutan Kelas I Makassar dan Lapas Kelas I Makassar setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. Mereka dijebloskan ke penjara karena dihawatirkan dapat menghilangkan barang bukti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Muhammad Syawaluddin
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)