Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Johni Asadoma membeberkan peran masing-masing tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Boking pada 2017 yang merugikan negara Rp16,5 miliar dari anggaran Rp17,4 miliar.
Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Johni Asadoma membeberkan peran masing-masing tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Boking pada 2017 yang merugikan negara Rp16,5 miliar dari anggaran Rp17,4 miliar.
Sejak diresmikan pada 2019, rumah sakit yang dibangun di Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan ini, sama sekali belum dimanfaatkan karena tembok gedung retak dan beberapa bagian bangunan sudah roboh.
Sejak diresmikan pada 2019, rumah sakit yang dibangun di Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan ini, sama sekali belum dimanfaatkan karena tembok gedung retak dan beberapa bagian bangunan sudah roboh.

Kapolda NTT Beberkan Peran Tersangka Kasus Korupsi Pembangunan RS Boking

26 Oktober 2023 20:39
NTT: Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Johni Asadoma membeberkan peran masing-masing tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Boking pada 2017 yang merugikan negara Rp16,5 miliar dari anggaran Rp17,4 miliar.

Sejak diresmikan pada 2019, rumah sakit yang dibangun di Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan ini, sama sekali belum dimanfaatkan karena tembok gedung retak dan beberapa bagian bangunan sudah roboh.

Lima tersangka dalam kasus ini ialah Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) Brince Yalla, Kontraktor Pelaksana yang meminjam bendera PT Tangga Batu Jaya Abadi, Andrew Feby Limanto, dan Direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi,
Mardin Zendrator.
 
Kemudian Direktur PT Indah Karya (Persero) Guskaryadi Arief, Direktur CV Desakon Perwakilan Timor Tengah Selatan, Hamka Djalil.

Menurutnya, tersangka Mardin Zendrator meminjamkan bendera perusahaannya kepada Andrew Feby Limanto dengan fee Rp250 juta. Adapun Mardin hanya menandatangani kontrak dengan Dinas Kesehatan Timor Tengah Selatan. Untuk material bangunan dan pekerjaan fisik rumah sakit dilakukan oleh Andrew Feby Limanto.

Kemudian, tersangka Guskaryadi Arief yang bertugas sebagai konsultan perencana menandatangani kontrak sebesar Rp821.922.000.

"Dalam melaksakana pernencanaan pembangunan rumah sakit hanya melibatkan lima tenaga ahli dari 16 tenaga ahli yang dibutuhkan dalam kontrak," kata Irjen Johni Asadoma dalam keterangan pers yang dihadiri oleh Kabid
Humas Polda NTT Kombes Arya sandi, Dirkrimsus Polda NTT Kombes Kaswandi Irwan, dan Wadir Dirkrimsus AKBP Yoce Martin Dakan

Dia menyebutkan, sampai pembangunan rumah sakit rampung, hasil perencanaan belum diserahkan kepada PPK Dinas Kesehatan Timor Tengah Selatan, tetapi telah menerima pembayaran 64% dari nilai kontrak perencanaan

Untuk tersangka Hamka Djalil alias tidak melakukan pengawasan sesuai kontrak karena ia memang tidak mempekerjakan tenaga ahli seperti yang disebutkan dalam kontrak, tetapi tetap menerima pembayaran sesuai
kontrak Rp199.850.000.

Penyidik Polda NTT menjerat para tersangka dengan pasal 2 1 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda minial Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Mereka juga dijerat dengan pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman paling singkat 1 tahun dan paling lama 20
tahun atau denda Rp 50 juta hingga Rp1 miliar. serta pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. MI/Palce Amalo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(CDE)

News POLRI Kasus Korupsi korupsi NTT