Bandung: Penyelundupan gas elpiji di Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, berpotensi merugikan negara sebesar Rp8 miliar per bulan. Jumlah kerugian itu dihitung berdasarkan perbedaan harga antara tabung gas subsidi dan non-subsidi.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Arief Rachman mengatakan gas elpiji bersubsidi dimasukan ke dalam tabung non -subsidi. Kemudian tabung tersebut dijual untuk mendapatkan keuntungan lebih.
"Adapun kerugian negara yang kita hitung dari disparitasnya adalah Rp18.400 per kilogram, dikali 20 matriks ton, dikali 30 hari artinya adalah negara dirugikan Rp11.040.000.000 dalam satu bulan," ucap Arief di lokasi penggerebekan, Subang, Jawa Barat, Kamis, 14 Juli 2022.
Arief mengatakan aksi ilegal tersebut diduga telah dilakukan sekitar dua hingga tiga bulan. Namun, pihaknya masih melakukan pemeriksaan mendalam.
Arief mengatakan penyelundupan dilakukan dengan cara memindahkan gas dari truk tangki Pertamina ke tangki penampungan sementara yang ada di lokasi. Kemudian, gas dari tangki penampungan tersebut dimasukkan ke dalam tabung gas 50 kilogram.
Gas sebanyak 20 ton itu diangkut dari Eretan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Transportasi truk tangki tersebut dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga yakni PT ER.
Seharusnya, kata dia, truk tangki gas LPG yang dioperasikan oleh PT ER itu dikirimkan ke Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Namun, truk tangki itu menurutnya justru dikirimkan ke Patokbeusi yang merupakan tempat penyelundupan.
Dari penggagalan penyelundupan itu, dia mengatakan pihaknya menangkap seorang penanggung jawab lokasi yakni pria berinisial TA, 42, dan seorang pelaku lainnya yang berperan sebagai petugas bongkar muatan.
Arief memastikan, pengungkapan kasus tersebut tidak akan berakhir hanya sampai penangkapan dua tersangka tersebut. Menurutnya pihaknya bakal terus melakukan penyelidikan untuk bisa menemukan tersangka lainnya.
"Jadi, saya tegaskan, akan saya ungkap dari layer terendah sampai layer tertingginya. Adapun ancaman hukumannya sangat jelas, ini sangat berat apalagi di masa sepeti sekarang ini," kata dia.
Bandung: Penyelundupan
gas elpiji di Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, berpotensi merugikan negara sebesar Rp8 miliar per bulan. Jumlah kerugian itu dihitung berdasarkan perbedaan harga antara tabung
gas subsidi dan non-subsidi.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Arief Rachman mengatakan gas elpiji bersubsidi dimasukan ke dalam tabung non -subsidi. Kemudian tabung tersebut dijual untuk mendapatkan keuntungan lebih.
"Adapun kerugian negara yang kita hitung dari disparitasnya adalah Rp18.400 per kilogram, dikali 20 matriks ton, dikali 30 hari artinya adalah negara dirugikan Rp11.040.000.000 dalam satu bulan," ucap Arief di lokasi penggerebekan, Subang,
Jawa Barat, Kamis, 14 Juli 2022.
Arief mengatakan aksi ilegal tersebut diduga telah dilakukan sekitar dua hingga tiga bulan. Namun, pihaknya masih melakukan pemeriksaan mendalam.
Arief mengatakan
penyelundupan dilakukan dengan cara memindahkan gas dari truk tangki Pertamina ke tangki penampungan sementara yang ada di lokasi. Kemudian, gas dari tangki penampungan tersebut dimasukkan ke dalam tabung gas 50 kilogram.
Gas sebanyak 20 ton itu diangkut dari Eretan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Transportasi truk tangki tersebut dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga yakni PT ER.
Seharusnya, kata dia, truk tangki gas LPG yang dioperasikan oleh PT ER itu dikirimkan ke Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Namun, truk tangki itu menurutnya justru dikirimkan ke Patokbeusi yang merupakan tempat penyelundupan.
Dari penggagalan penyelundupan itu, dia mengatakan pihaknya menangkap seorang penanggung jawab lokasi yakni pria berinisial TA, 42, dan seorang pelaku lainnya yang berperan sebagai petugas bongkar muatan.
Arief memastikan, pengungkapan kasus tersebut tidak akan berakhir hanya sampai penangkapan dua tersangka tersebut. Menurutnya pihaknya bakal terus melakukan penyelidikan untuk bisa menemukan tersangka lainnya.
"Jadi, saya tegaskan, akan saya ungkap dari layer terendah sampai layer tertingginya. Adapun ancaman hukumannya sangat jelas, ini sangat berat apalagi di masa sepeti sekarang ini," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)