Karangasem: Aktivitas Gunung Agung memang tampak menurun, namun pergerakan magma ke permukaan masih terekam meski dalam intensitas kecil. Dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) gunung setinggi 3142 MDPL itu masih menghasilkan gas solfatara 600 ton per hari.
Kasubdit Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM Devy Kamil Syahbana memaparkan, timnya telah menerbangkan alat untuk mengukur kadar SO2 yang ada di kawah gunung. hasilnya di sekitaran gunung masih terdeteksi adanya belerang atau gas solfatara.
"Yang terakhir kita hitung itu, SO2-nya masih sekitar 600 ton per hari," terang Devy di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Senin, 25 Desember 2017.
(Baca: Gunung Agung Kembali Erupsi, Hujan Pasir Serbu Desa Mondet)
Terdeteksinya gas solfatara menunjukkan pergerakan magma dari dasar perut Gunung Agung menuju permukaan kawah terus terjadi. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi erupsi dengan mengeluarkan material berupa abu vulkanik maupun lontaran batu di sekitaran lereng gunung.
"Artinya masih ada influks magma atau pergerakan magma ke permukaan (kawah)," tambahnya.
PVMBG belum berani untuk menurunkan status ke level yang lebih rendah lantaran erupsi magmatik kerap terjadi, meskipun kegempaan cenderung intermitten dan fluktuatif. Devy meminta masyarakat mematuhi rekomendasi radius zona bahaya yang telah dikeluarkan PVMBG.
“Dengan adanya terekam SO2 ini kita masih tetap harus waspada dan masih di level empat atau awas. Diharapkan tidak ada aktivitas di radius yang telah ditetapkan," tegasnya.
Karangasem: Aktivitas Gunung Agung memang tampak menurun, namun pergerakan magma ke permukaan masih terekam meski dalam intensitas kecil. Dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) gunung setinggi 3142 MDPL itu masih menghasilkan gas solfatara 600 ton per hari.
Kasubdit Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM Devy Kamil Syahbana memaparkan, timnya telah menerbangkan alat untuk mengukur kadar SO2 yang ada di kawah gunung. hasilnya di sekitaran gunung masih terdeteksi adanya belerang atau gas solfatara.
"Yang terakhir kita hitung itu, SO2-nya masih sekitar 600 ton per hari," terang Devy di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Senin, 25 Desember 2017.
(Baca: Gunung Agung Kembali Erupsi, Hujan Pasir Serbu Desa Mondet)
Terdeteksinya gas solfatara menunjukkan pergerakan magma dari dasar perut Gunung Agung menuju permukaan kawah terus terjadi. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi erupsi dengan mengeluarkan material berupa abu vulkanik maupun lontaran batu di sekitaran lereng gunung.
"Artinya masih ada influks magma atau pergerakan magma ke permukaan (kawah)," tambahnya.
PVMBG belum berani untuk menurunkan status ke level yang lebih rendah lantaran erupsi magmatik kerap terjadi, meskipun kegempaan cenderung intermitten dan fluktuatif. Devy meminta masyarakat mematuhi rekomendasi radius zona bahaya yang telah dikeluarkan PVMBG.
“Dengan adanya terekam SO2 ini kita masih tetap harus waspada dan masih di level empat atau awas. Diharapkan tidak ada aktivitas di radius yang telah ditetapkan," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)