Kejagung menetapkan 1 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa(Medcom/Siti Yona Hukmana)
Kejagung menetapkan 1 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa(Medcom/Siti Yona Hukmana)

Susul Kejagung, KPK Diminta Tindaklanjuti Kerugian Negara di Proyek KA Besitang-Langsa

Whisnu Mardiansyah • 29 Juli 2024 19:43
Medan: Dalam sidang dakwaan kasus korupsi proyek jalur kereta Besitang Langsa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Rabu, 17 Juli lalu mengungkap ada oknum BPK menerima commitment fee 10 persen. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menindaklanjuti temuan ini. 
 
Koordinator Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi (MPAK) Dedy Hariyadi Sahrul meminta lembaga anti-rasuah itu turun untuk menindaklanjuti kasus ini. Apalagi kasus ini juga diduga menyeret oknum petinggi BPK.
 
"Kami sebagai komunitas Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi mendesak KPK agar mau turun tangan menindaklanjuti kasus ini, apalagi di sini ada oknum BPK yang diduga juga dari partai penguasa," kata Dedy, Senin, 29 Juli 2024.
 
Menurut Dedy, KPK harus berani meskipun jika melibatkan petinggi negara. Apalagi ketika menyangkut BPK yang merupakan lembaga sangat strategis karena bertugas mengawasi serta memeriksa keuangan.
 
Baca: 5 Direktur Perusahaan Diperiksa Soal Korupsi Jalur Kereta Besitang-Langsa

"Kalau menyangkut kasus oknum BPK diabaikan bagaimana penegakan hukum yang berkeadilan bisa dilakukan. BPK itu adalah sumber awal karena di sana ada tugas pemeriksaan keuangan. Maka jangan sampai BPK ini masuk angin sehingga hasil pemeriksaannya bisa dimanipulasi," jelasnya.

Dedy bahkan mencontohkan Kejaksaan Agung yang sebelumnya telah berhasil mengusut kasus korupsi di BPK yang menyeret komisioner pimpinan BPK Ahsanul Qosasi. 
 
"Ini tentu ujian juga bagi KPK. Apakah mereka berani mengusut kasus ini. Kalau melihat record saya optimis KPK akan mampu mengusut ini meskipun bahkan menyeret petinggi BPK. Kejagung saja kan bisa tuh, masa KPK tidak bisa," tegasnya.
 
Sebelumnya dalam surat dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli terungkap dalam proyek ini, oknum BPK menerima commitment fee 10 persen yang diberikan PT Agung-Tuwe kepada Halim Hartono selaku Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) jalur KA Besitang-Langsa.
 
“Pemberian uang dari Sulmiyadi (PT Agung-Tuwe, JO selaku pelaksana BSL-18) kepada Halim Hartono melalui Andri Fitria sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk Halim Hartono,” kata jaksa.
 
“Sebesar 1,5 persen untuk Pokja (kelompok kerja), dan sebesar 1,5 persen untuk BPK dengan total sebesar Rp10.250.000.000,” ucapnya. 
 
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Yakni seorang berinisial FG, yang mengondisikan paket-paket pekerjaan pelaksanaan proyek senilai Rp1,3 triliun itu. Sehingga, pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya.
 
Lalu, NSS selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan. Kemudian, AGP selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.
 
AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen, HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen, RMY selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi tahun 2017. Terakhir, AG selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan.
 
Ketujuhnya telah ditahan. FG, AAS, HH, dan RMY ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung. Sedangkan, AG ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, serta NSS dan AGP ditahan di Rutan Salemba. Penahanan dilakukan selama proses penyidikan hingga persidangan menuju eksekusi ke lembaga pemasyarakatan (lapas).
 
Berdasarkan surat dakwaan, Jaksa mengungkapkan bahwa telah dilakukan review desain pembangunan jalur KA antara Sigli–Bireun dan Kutablang–Lhokseumawe–Langsa-Besitang dalam tahap perencanaan.
 
Padahal, belum dilaksanakan kegiatan prastudi kelayakan (preliminitary feasibility study), studi kelayakan (feasibility study) dan belum ada penetapan trase dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
 
Jaksa menyebut, eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatra Bagian Utara memerintahkan Kelompok Kerja (Pokja) mengerjakan review desain untuk dikerjakan Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan.
 
Arista Gunawan, kata Jaksa, meminjam PT Budhi Cakra Konsultan untuk mengikuti tender kegiatan review desaign Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa dengan memberikan fee 5 persen.
 
“Hendy Siswanto dan Abdul Kamal tetap melakukan pembayaran 100 persen kepada PT Budhi Cakra Konsultan walaupun Arista Gunawan tidak menyelesaikan pekerjaan,” papar Jaksa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan