Surabaya: Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jawa Timur mengamankan 304 hewan dilindungi yang akan diperdagangkan secara ilegal. Pengungkapan kasus Konservasi sumber daya alam itu dilakukan selama tiga bulan sejak Juni hingga Agustus 2022.
"Sementara ini jumlah satwa yang telah diamankan sebanyak 304 ekor satwa. Itu masih diperdagangkan di dalam negeri dan belum terbukti ada yang diperdagangkan di luar Indonesia," kata Wadirreskrimsus Polda Jatim, AKBP Zulham Efendy, di Mapolda Jatim di Surabaya, Jumat, 26 Agustus 2022.
Zulham menyebut ada lima tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Zulan Amiruddin I warga Gresik, Andhika Putra Pratama warga Nganjuk, Arga Kusuma warga Jombang, Dwi Adianto warga Sidoarjo, serta Mok Hoke Wijaya warga Bojonegoro.
"Dari lima tersangka itu, hanya dua pelaku yang ditahan karena berstatus memperdagangkan satwa dilindungi dan tiga orang lainnya berstatus yang mengusai satwa dilindungi dan tak ditahan karena dari alasan objektif maupun subjektif," ujarnya.
Kata Zulham, dua orang sindikat tersebut memiliki sebuah tempat penangkaran sementara sebelum menjual satwa liar dilindungi tersebut kepada pembeli. Harga yang dibanderol oleh kedua tersangka bervariasi mulai Rp500 ribu, Rp20 juta hingga Rp40 juta.
"(Satwa) Binturong kalau enggak ada izinnya bisa sampai Rp40 juta," katanya.
Selama tiga bulan tersebut, lanjut Zulham, kedua tersangka memperoleh pasokan satwa liar dari beberapa daerah di Pulau Sulawesi dan Jawa Barat.
"Kedua pelaku memberdayakan sejumlah warga setempat di daerah kawasan pelosok untuk memburu satwa-satwa dilindungi sesuai permintaan pembeli," ujarnya.
Zulham menyebutkan, para pelaku memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat di pelosok mengenai status perlindungan hukum sebuah jenis satwa tertentu.
"Jadi kalau barang tidak ada sama mereka, mereka bisa order ke masyarakat yang tidak tahu menahu sebenarnya," terang dia.
Umumnya, pencari satwa pesanan pelaku bekerja sebagai petani dan nelayan atau warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Sehingga saat ditawarkan harga yang lumayan, masyarakat tergiur.
Di sisi lain, para pelaku terkadang menjual satwa tersebut secara online memanfaatkan media sosial. Termasuk memanfaatkan jejaring komunikasi pribadi komunitas yang dibangun oleh kedua orang pelaku.
"Dijual ke masyarakat yang memiliki hobi memelihara hewan dilindungi. Mereka satu komunitas dan bebas menjual secara online," katanya.
Akibat perbuatan tersebut, dua orang tersangka utama dalam praktik penjualan satwa dilindungi akan dijerat Pasal 40 Ayat 2 Junto Pasal 21 Ayat 2, UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Ancaman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.
Surabaya: Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jawa Timur mengamankan 304
hewan dilindungi yang akan diperdagangkan secara ilegal. Pengungkapan kasus Konservasi sumber daya alam itu dilakukan selama tiga bulan sejak Juni hingga Agustus 2022.
"Sementara ini jumlah satwa yang telah diamankan sebanyak 304 ekor satwa. Itu masih diperdagangkan di dalam negeri dan belum terbukti ada yang diperdagangkan di luar Indonesia," kata Wadirreskrimsus Polda Jatim, AKBP Zulham Efendy, di Mapolda Jatim di Surabaya, Jumat, 26 Agustus 2022.
Zulham menyebut
ada lima tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Zulan Amiruddin I warga Gresik, Andhika Putra Pratama warga Nganjuk, Arga Kusuma warga Jombang, Dwi Adianto warga Sidoarjo, serta Mok Hoke Wijaya warga Bojonegoro.
"Dari lima tersangka itu, hanya dua pelaku yang ditahan karena berstatus memperdagangkan satwa dilindungi dan tiga orang lainnya berstatus yang mengusai satwa dilindungi dan tak ditahan karena dari alasan objektif maupun subjektif," ujarnya.
Kata Zulham, dua orang sindikat tersebut memiliki sebuah tempat penangkaran sementara sebelum menjual satwa liar dilindungi tersebut kepada pembeli. Harga yang dibanderol oleh kedua tersangka bervariasi mulai Rp500 ribu, Rp20 juta hingga Rp40 juta.
"(Satwa) Binturong kalau enggak ada izinnya bisa sampai Rp40 juta," katanya.
Selama tiga bulan tersebut, lanjut Zulham, kedua tersangka memperoleh pasokan satwa liar dari beberapa daerah di Pulau Sulawesi dan Jawa Barat.
"Kedua pelaku memberdayakan sejumlah warga setempat di daerah kawasan pelosok untuk memburu satwa-satwa dilindungi sesuai permintaan pembeli," ujarnya.
Zulham menyebutkan, para pelaku memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat di pelosok mengenai status perlindungan hukum sebuah jenis satwa tertentu.
"Jadi kalau barang tidak ada sama mereka, mereka bisa order ke masyarakat yang tidak tahu menahu sebenarnya," terang dia.
Umumnya,
pencari satwa pesanan pelaku bekerja sebagai petani dan nelayan atau warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Sehingga saat ditawarkan harga yang lumayan, masyarakat tergiur.
Di sisi lain, para pelaku terkadang menjual satwa tersebut secara online memanfaatkan media sosial. Termasuk memanfaatkan jejaring komunikasi pribadi komunitas yang dibangun oleh kedua orang pelaku.
"Dijual ke masyarakat yang memiliki hobi memelihara hewan dilindungi. Mereka satu komunitas dan bebas menjual secara online," katanya.
Akibat perbuatan tersebut, dua orang tersangka utama dalam praktik penjualan satwa dilindungi akan dijerat Pasal 40 Ayat 2 Junto Pasal 21 Ayat 2, UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Ancaman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)