Puluhan perempuan kepung Kantor DPRA untuk menuntut perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh. Foto: Istimewa
Puluhan perempuan kepung Kantor DPRA untuk menuntut perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh. Foto: Istimewa

Marak Kekerasan Seksual, Gedung DPR Aceh Dikepung

Fajri Fatmawati • 23 Desember 2021 22:17
Banda Aceh: Puluhan perempuang mengepung  Kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh untuk menuntut perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh. Gerakan itu terdiri dari 38 lembaga dan satu personal.
 
Koordinator lapangan, Gilang Lestari, menerangkan saatini  Aceh dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Setiap hari ada satu anak atau perempuan yang diperkosa dan dilecehkan. 
 
"Hal ini bisa kita lihat dipemberitaan media massa dan berdasarkan publikasi data dari Unit Pelaksanana Teknis Daerah perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh,” kata Lestari, Kamis, 23 Desember 2021.

UPTD PPA mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terhitung Januari hingga September 2021 mencapai 697 kasus. Kejadian telah melukai hati perempuan dan anak, pada dasarnya harus dilindungi.
 
Baca: Pria Asal Medan Ini Perkosa dan Aniaya Pacarnya yang Masih 14 Tahun
 
"Masih banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi dimasyarakat yang tidak dilaporkan kepada aparat penegak hukum, karena masih dianggab aib keluarga. Paling disesalkan keputusan Mahkamah Syariah yang membebaskan pelaku dari hukuman," ujarnya.
 
Hal itu, lanjutnya sudah mencoreng rasa kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan tersebut. Menurutnya, kasus pemerkosaan terhadap anak yang baru terjadi di Nagan Raya adalah contoh kegagalan Pemerintahan Aceh dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi perempuan dan anak di Aceh.
 
"Pemerintah Aceh dan DPR Aceh mencabut dua jarimah pemerkosaan dan jarimah pelecehan seksual dari qanun hukum jinayah karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban," ucapnya.
 
Kemudian, kata dia, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh wajib memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban sesuai dengan amanat UUPA pasal 231 tentang tanggung jawab pemerintahan dalam perlindungan perempuan dan anak di Aceh 
 
Baca: Cegah Kekerasan Seksual, Fakultas Psikologi UP Buka Layanan Konseling
 
"Pemerintah Aceh harus membuat mekanisme perlindungan terpadu dari gampong sampai provinsi dalam pencegahan kekerasan seksual di Aceh. Permerintah Aceh dan DPR Aceh juga wajib mengalokasikan anggaran untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual di Aceh," tuturnya.
 
Selanjutnya, pihaknya juga meminta komisi yudisial dan Badan Musyawarah Mahkamah Agung untuk mengevaluasi aparat penegak hukum yang berulang kali membebaskan pelaku kekerasan seksual Banda Aceh.
 
“Kami akan terus mengawal baik di dalam maupun di luar DPR Aceh, dalam melihat pasal-pasal dalam qanun jinayat. Diluar kita juga mengawal proses qanun tersebut dan terus menyuarakan bahwa ini hal yang dibutuhkan oleh korban," jelasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan