Semarang: Kalangan petani tembakau berharap munculnya calon Presiden (Capres) yang memberi perlindungan ke kehidupan mereka. Mereka meminta para Capres berani memaparkan visi misnya berkaitan kesejahteraan petani tembakau di Tanah Air.
"Kami akan melihat siapa Capres yang berani menyodorkan pembelaan terhadap petani tembakau Indonesia," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnubrata, Senin, 4 September 2023.
Menurutnya, saat ini semua dapat dipantau melalui rekam jejak digital dan akan makin memudahkan melihat siapa Capres yang pro-petani tembakau.
"Semua masih umum saja (para Capres) tentang nasib petani tembakau. Isu yang muncul dari para Capres di ruang terbuka belum ada signifikan tentang perlindungan dan pembelaan ke petani tembakau," ucap Wisnubrata.
Wisnubrara mengungkapkan, kondisi kehidupan petani tembakau di indonesia saat ini tergolong memprihatikan. Hal tersebut disebabkan tingginya kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2022.
Menurut Wisnubrata, imbas dari regulasi tersebut membuat ditekannya harga jual tembakau dari petani guna menyiasati biaya operasional industri.
"Sebagai contoh saja, musim panen bagus hasilnya. Tetapi harga tembakau dan turunannya seperti cengkeh yang seharusnya juga bagus, jadi ditekan," kata Wisnubrata.
Dengan begitu, Wisnubrata menambahkan, rendahnya harga jual tembakau serta turunannya di kalangan petani berpengaruh pada penghasilan ekonomi mereka.
"Beban berat bagi petani dengan rendahnya harga jual tembakau beberapa tahun belakangan ini. Ini belum ada solusi," ujar Wisnubrata.
Ditambah lagi tingginya CHT berimplikasi maraknya muncul rokok ilegal sehingga harga tembakau makin merosot tajam. Maka itu Wisnubrata mengemukakan, padahal selama ini suara petani tembakau amat menentukan dalam perhelatan pemilihan Presiden.
"Oleh sebab itu kami ingin seharusnya ada imbal balik kepada kesejahteraan kami, ada perlindungan. Misalnya mengatur mekanisme impor akibat tingginnya CHT," papar Wisnubrata.
Semarang: Kalangan petani tembakau berharap munculnya calon Presiden (Capres) yang memberi perlindungan ke kehidupan mereka. Mereka meminta para Capres berani memaparkan visi misnya berkaitan kesejahteraan petani tembakau di Tanah Air.
"Kami akan melihat siapa Capres yang berani menyodorkan pembelaan terhadap petani tembakau Indonesia," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnubrata, Senin, 4 September 2023.
Menurutnya, saat ini semua dapat dipantau melalui rekam jejak digital dan akan makin memudahkan melihat siapa Capres yang pro-petani tembakau.
"Semua masih umum saja (para Capres) tentang nasib petani tembakau. Isu yang muncul dari para Capres di ruang terbuka belum ada signifikan tentang perlindungan dan pembelaan ke petani tembakau," ucap Wisnubrata.
Wisnubrara mengungkapkan, kondisi kehidupan petani tembakau di indonesia saat ini tergolong memprihatikan. Hal tersebut disebabkan tingginya kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2022.
Menurut Wisnubrata, imbas dari regulasi tersebut membuat ditekannya harga jual tembakau dari petani guna menyiasati biaya operasional industri.
"Sebagai contoh saja, musim panen bagus hasilnya. Tetapi harga tembakau dan turunannya seperti cengkeh yang seharusnya juga bagus, jadi ditekan," kata Wisnubrata.
Dengan begitu, Wisnubrata menambahkan, rendahnya harga jual tembakau serta turunannya di kalangan petani berpengaruh pada penghasilan ekonomi mereka.
"Beban berat bagi petani dengan rendahnya harga jual tembakau beberapa tahun belakangan ini. Ini belum ada solusi," ujar Wisnubrata.
Ditambah lagi tingginya CHT berimplikasi maraknya muncul rokok ilegal sehingga harga tembakau makin merosot tajam. Maka itu Wisnubrata mengemukakan, padahal selama ini suara petani tembakau amat menentukan dalam perhelatan pemilihan Presiden.
"Oleh sebab itu kami ingin seharusnya ada imbal balik kepada kesejahteraan kami, ada perlindungan. Misalnya mengatur mekanisme impor akibat tingginnya CHT," papar Wisnubrata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)