Sleman: Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, menyebut salah satu penularan covid-19 di wilayahnya berasal dari klaster pendidikan, dalam hal ini pondok pesantren. Ia menyebut pada sejumlah kasus, virus dibawa oleh santri dari luar daerah.
"Ada seorang santri dari luar kota, akhir Agustus, merasakan gejala. Tapi dianggap flu biasa, tidak periksa (ke fasilitas kesehatan)," kata Joko, Rabu, 30 September 2020.
Joko mengungkapkan, santri tersebut kemudian baru periksa ke klinik di dekat pondok pesantren pada 12 September dan sempat membaik. Namun, 10 hari berselang, santri itu mengalami keluhan lain yakni kehilangan fungsi indra pembau dan perasa. Dua keluhan tersebut merupakan gejala infeksi virus korona.
Baca juga: Warga Lebak Diminta Tidak Panik Soal Potensi Tsunami 20 Meter
"Dokter di klinik kemudian berkoordinasi dengan gugus tugas. Mendata dan ternyata banyak santri yang mengalami gejala itu," ungkapnya.
Ada sebanyak 122 orang yang kemudian mengikuti rapid tes. Sebanyak 45 orang dengan hasil reaktif berlanjut tes usap. Hasilnya, 41 santri terkonfirmasi positif covid-19 pada 29 September.
Joko mengatakan, proses penelusuran kasus masih berlanjut. Ia bengatakan belum bisa diketahui asal penularan itu.
"Kalau mau ditracing dari mana, baru bisa tahu dari siswa yang berasal dari luar kota," jelasnya.
Sementara itu, aktivitas pembelajaran di pondok pesantren itu dihentikan lima hari. Santri yang positif korona diisolasi dan yang negatif menjalani karantina. Adapun lingkungan pondok pesantren dilakukan penyemprotan disinfektan.
Sleman: Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, menyebut salah satu penularan
covid-19 di wilayahnya berasal dari klaster pendidikan, dalam hal ini pondok pesantren. Ia menyebut pada sejumlah kasus, virus dibawa oleh santri dari luar daerah.
"Ada seorang santri dari luar kota, akhir Agustus, merasakan gejala. Tapi dianggap flu biasa, tidak periksa (ke fasilitas kesehatan)," kata Joko, Rabu, 30 September 2020.
Joko mengungkapkan, santri tersebut kemudian baru periksa ke klinik di dekat pondok pesantren pada 12 September dan sempat membaik. Namun, 10 hari berselang, santri itu mengalami keluhan lain yakni kehilangan fungsi indra pembau dan perasa. Dua keluhan tersebut merupakan gejala infeksi virus korona.
Baca juga:
Warga Lebak Diminta Tidak Panik Soal Potensi Tsunami 20 Meter
"Dokter di klinik kemudian berkoordinasi dengan gugus tugas. Mendata dan ternyata banyak santri yang mengalami gejala itu," ungkapnya.
Ada sebanyak 122 orang yang kemudian mengikuti rapid tes. Sebanyak 45 orang dengan hasil reaktif berlanjut tes usap. Hasilnya, 41 santri terkonfirmasi positif covid-19 pada 29 September.
Joko mengatakan, proses penelusuran kasus masih berlanjut. Ia bengatakan belum bisa diketahui asal penularan itu.
"Kalau mau ditracing dari mana, baru bisa tahu dari siswa yang berasal dari luar kota," jelasnya.
Sementara itu, aktivitas pembelajaran di pondok pesantren itu dihentikan lima hari. Santri yang positif korona diisolasi dan yang negatif menjalani karantina. Adapun lingkungan pondok pesantren dilakukan penyemprotan disinfektan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)