Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid. Medcom.id/ Ahmad Mustaqim
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid. Medcom.id/ Ahmad Mustaqim

Rektor UII Yogyakarta Minta Gelar Profesor Tak Disebut: Perlawanan Carut Marut Pemberian Gelar

Ahmad Mustaqim • 20 Juli 2024 21:55
Yogyakarta: Surat edaran (SE) permintaan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, agar gelar profesor yang disandang tidak dituliskan dalam dokumen administrasi surat menyurat.
 
SE bernomor 2748/Rek/10/SP/VII/2024 berperihal penandatanganan surat, dokumen, dan produk hukum. Poin dalam surat itu yakni penulisan nama rektor tanpa menyertakan gelar akademik. 
 
"Dalam rangka menguatkan atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penanda tangan Rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap 'Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.' agar dituliskan tanpa gelar menjadi 'Fathul Wahid'," demikian bunyi tulisan surat edaran yang diterbitkan pada Kamis, 18 Juli 2024. 
 
Baca: ITS Perkuat Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi AS Bidang STEM Lewat HEPI Forum 2024
 
Banyak warganet yang mengapresiasi langkah Fathul Wahid tersebut. Bahkan warganet menyebut tindakan itu layak dicontoh. 

Saat dikonfirmasi, Fathul menjelaskan gelar profesor yang ia sandang sangat berkaitan dengan tanggung jawab moral maupun akademik. Menurut dia, pencantuman gelar dalam sejumlah dokumen tidak memiliki relevansi. 
 
"Termasuk dalam kartu nama dan lain-lain.  Tapi ini pendapat personal ya. Artinya gini, saya tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti saya," kata dia. 
 
Ia mengatakan berusaha menjadikan hal itu sebagai gerakan kultural. Ia kembali menegaskan gelar profesor lebih pada relevansi amanah pada pemiliknya.
 
"Dengan tanggung jawab yang besar dengan demikian kita tidak ingin ke depan di Indonesia paling tidak, ada lah sekelompok orang, termasuk para politisi dan pejabat itu mengejar-ngejar jabatan ini. Karena yang dilihat tampaknya lebih ke status, bukan sebagai tanggung jawab amanah," ungkapnya.
 
Fathul mengatakan tindakan memang lebih pada hal personal untuk diterapkan di institusi. Andai di kampus ada pejabat yang mencantumkan gelar, ia mengaku tak mempersoalkan. Ia mengakui langkah itu menjadi tindakan konkret melawan kasus pemberian gelar profesor di Indonesia tanpa mempertimbangkan kontribusi bagi kehidupan. 
 
"Ya ini sebenarnya juga sebagai respon saya, untuk memberikan perlawanan kecil perlawanan simbolik kecil kira-kira gitu lah, terkait dengan carut marut pemberian gelar profesor yang sekarang sedang melanda bangsa kita ini," ujarnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan