Banjarmasin: Provinsi Kalimantan Selatan menjadi salah satu wilayah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Tercatat ada lima kabupaten di Kalsel masuk zona merah stunting yaitu Balangan, Banjar, Tapin, Tanah Laut, dan Barito Kuala.
Kondisi ini menjadi cukup ironi karena Kalsel tercatat sebagai provinsi dengan angka kemiskinan terkecil di Indonesia. Berdasarkan data hasil Studi Status Gizi Indonesia pada 2021 prevalensi stunting di Kalsel memcapai 33,08 persen atau berada pada urutan 6 tertinggi secara nasional.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi yang salah satunya disebabkan faktor ekonomi. Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek serta gangguan kecerdasan.
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, mengatakan permasalahan stunting merupakan permasalahan serius yang dialami balita di Indonesia bahkan dunia.
"Ini permasalahan serius tidak bisa dipandang sebelah mata. Kita tidak boleh mengendurkan upaya pencegahan dan penanganan stunting," ujarnya, Rabu, 23 Maret 2022.
Baca juga: Stunting di Kota Bekasi Turun Jadi 7,9%
Ada 5 daerah masuk zona merah stunting dengan angka stunting lebih tinggi dari rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Tanah Laut, Balangan, Barito Kuala, Tapin, dan Banjar.
Terkait hal ini Sahbirin mengingatkan agar Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) harus melakukan penanganan segera. Rencana aksi harus difokuskan pada kantung-kantung stunting di daerah.
Prevalensi stunting Indonesia saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.
"Meski prevalensi stunting ini banyak mengalami penurunan, namun melihat target nasional sebesar 14 persen di tahun 2024, maka penanganan stunting ini harus menjadi prioritas bersama," terang Sahbirin.
Inspektur Utama BKKBN, Ari Dwikora Tono, mengatakan jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga.
"Pada 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu," ungkapnya.
Menurut Ari, probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi berkelanjutan.
Banjarmasin: Provinsi Kalimantan Selatan menjadi salah satu wilayah dengan angka prevalensi
stunting tertinggi di Indonesia. Tercatat ada lima kabupaten di Kalsel masuk zona merah stunting yaitu Balangan, Banjar, Tapin, Tanah Laut, dan Barito Kuala.
Kondisi ini menjadi cukup ironi karena Kalsel tercatat sebagai provinsi dengan angka kemiskinan terkecil di Indonesia. Berdasarkan data hasil Studi Status Gizi Indonesia pada 2021 prevalensi stunting di Kalsel memcapai 33,08 persen atau berada pada urutan 6 tertinggi secara nasional.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi yang salah satunya disebabkan faktor ekonomi. Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek serta gangguan kecerdasan.
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, mengatakan permasalahan stunting merupakan permasalahan serius yang dialami balita di Indonesia bahkan dunia.
"Ini permasalahan serius tidak bisa dipandang sebelah mata. Kita tidak boleh mengendurkan upaya pencegahan dan penanganan stunting," ujarnya, Rabu, 23 Maret 2022.
Baca juga:
Stunting di Kota Bekasi Turun Jadi 7,9%
Ada 5 daerah masuk zona merah stunting dengan angka stunting lebih tinggi dari rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Tanah Laut, Balangan, Barito Kuala, Tapin, dan Banjar.
Terkait hal ini Sahbirin mengingatkan agar Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) harus melakukan penanganan segera. Rencana aksi harus difokuskan pada kantung-kantung stunting di daerah.
Prevalensi stunting Indonesia saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.
"Meski prevalensi stunting ini banyak mengalami penurunan, namun melihat target nasional sebesar 14 persen di tahun 2024, maka penanganan stunting ini harus menjadi prioritas bersama," terang Sahbirin.
Inspektur Utama BKKBN, Ari Dwikora Tono, mengatakan jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga.
"Pada 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu," ungkapnya.
Menurut Ari, probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)