Jakarta: Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto secara mental tidak siap menghadapi debat pertama Capres 2024 kemarin, Selasa, 12 Desember.
Petrus menilai Prabowo tidak menyangka akan muncul pertanyaan dari pesaingnya soal pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM yang hingga sekarang belum dibentuk.
"Ketidaksiapan ini juga membuktikan bahwa Capres Prabowo ketika nanti terpilih, maka persoalan pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM tidak akan menjadi prioritas, bahkan pelanggaran HAM akan semakin menjadi jadi," tegas Petrus, Rabu, 13 Desember 2023.
Petrus melanjutkan, jika kita lihat hasil investigasi TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) 1998 dan rekomendasinya, maka disitu terungkap bahwa Letjen Prabowo Subianto dan Mayjend Syafrie Samsuddin harus bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM 1997 dan Mei 1998, terutama penculikan Mahasiswa dan penembakan Mahasiswa. Namun proses hukum atas diri Prabowo Subianto tidak berjalan.
Begitu juga rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira seputar pelanggaran Prabowo Subianto, yang berbuah keputusan Prabowo diberhentikan dari Dinas Prajurit ABRI.
"Hal itu membuktikan bahwa kesalahan Prabowo Subianto dalam kasus pelangaran HAM dan Tindakan Pidana terbukti, akan tetapi tidak ada niat sungguh-sungguh dari negara untuk memproses hukum Prabowo baik atas pelanggaran HAM maupun tindak pidananya," tegas Petrus.
Karena itu, sambung Petrus, SKCK yang diberikan oleh Kepolisian kepada Prabowo Subianto bahwa yang bersangkutan tidak pernah memiliki catatan kriminal sejak lahir hingga sekarang harus dinilai sebagai keterangan SKCK yang tidak sesuai dengan fakta-fakta. Artinya yang sudah menjadi notoire feiten atau fakta yang telah diketahui umum sehingga tidak perlu dibuktikan oleh hakim.
"Momentum untuk membela diri dan menjelaskan secara logis oleh Prabowo seputar keterlibatannya dalam pelanggaran HAM pada tahun 1997-1998 dan bagaimana dengan pengadilan HAM, itulah yang harus dijelaskan dalam debat kemarinmalam, namun Prabowo tidak menjawab tuntas atau menghindar menjawab substansi masalah pelanggaran HAM, itulah yang disesalkan dan menjadi nilai minus dalam penampilan debat tadi malam," papar Petrus.
Belum lagi isi hukum soal pemberantasan korupsi yang juga tidak tuntas dijawab oleh Prabowo.
Petrus menegaskan, semestinya isu korupsi sebagai warisan orde baru dan pelaku korupsi era orde baru yan belum tuntas diproses hukum, juga harus dijelaskan atau dipertanggungjawabkan dalam debat tadi malam.
Karena, ungkap Petrus, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN, mengamanatkan penuntasan kasus KKN termasuk KKN Suharto dan kroni-kroninya.
"Namun tidak pernah terjadi proses hukum terhadap kelompok ini, sehingga di pundak Prabowo selaku representasi kekuatan orde baru dalam capres 2024, nilainya sangat negatif, karena publik memandang Prabowo Subianto bagian dari Kroni Suharto yang hidup dalam suasana KKN akut, Pelanggar HAM 1997-1998 yang belum dipertanggungjawabkan. Padahal itu bagian dari tuntututan reformasi," pungkas Petrus.
Jakarta: Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai calon presiden (capres) nomor urut 02
Prabowo Subianto secara mental tidak siap menghadapi debat pertama Capres 2024 kemarin, Selasa, 12 Desember.
Petrus menilai Prabowo tidak menyangka akan muncul pertanyaan dari pesaingnya soal pelanggaran HAM dan
Pengadilan HAM yang hingga sekarang belum dibentuk.
"Ketidaksiapan ini juga membuktikan bahwa
Capres Prabowo ketika nanti terpilih, maka persoalan pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM tidak akan menjadi prioritas, bahkan pelanggaran HAM akan semakin menjadi jadi," tegas Petrus, Rabu, 13 Desember 2023.
Petrus melanjutkan, jika kita lihat hasil investigasi TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) 1998 dan rekomendasinya, maka disitu terungkap bahwa Letjen Prabowo Subianto dan Mayjend Syafrie Samsuddin harus bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM 1997 dan Mei 1998, terutama penculikan Mahasiswa dan penembakan Mahasiswa. Namun proses hukum atas diri Prabowo Subianto tidak berjalan.
Begitu juga rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira seputar pelanggaran Prabowo Subianto, yang berbuah keputusan Prabowo diberhentikan dari Dinas Prajurit ABRI.
"Hal itu membuktikan bahwa kesalahan Prabowo Subianto dalam kasus pelangaran HAM dan Tindakan Pidana terbukti, akan tetapi tidak ada niat sungguh-sungguh dari negara untuk memproses hukum Prabowo baik atas pelanggaran HAM maupun tindak pidananya," tegas Petrus.
Karena itu, sambung Petrus, SKCK yang diberikan oleh Kepolisian kepada Prabowo Subianto bahwa yang bersangkutan tidak pernah memiliki catatan kriminal sejak lahir hingga sekarang harus dinilai sebagai keterangan SKCK yang tidak sesuai dengan fakta-fakta. Artinya yang sudah menjadi
notoire feiten atau fakta yang telah diketahui umum sehingga tidak perlu dibuktikan oleh hakim.
"Momentum untuk membela diri dan menjelaskan secara logis oleh Prabowo seputar keterlibatannya dalam pelanggaran HAM pada tahun 1997-1998 dan bagaimana dengan pengadilan HAM, itulah yang harus dijelaskan dalam debat kemarinmalam, namun Prabowo tidak menjawab tuntas atau menghindar menjawab substansi masalah pelanggaran HAM, itulah yang disesalkan dan menjadi nilai minus dalam penampilan debat tadi malam," papar Petrus.
Belum lagi isi hukum soal pemberantasan korupsi yang juga tidak tuntas dijawab oleh Prabowo.
Petrus menegaskan, semestinya isu korupsi sebagai warisan orde baru dan pelaku korupsi era orde baru yan belum tuntas diproses hukum, juga harus dijelaskan atau dipertanggungjawabkan dalam debat tadi malam.
Karena, ungkap Petrus, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN, mengamanatkan penuntasan kasus KKN termasuk KKN Suharto dan kroni-kroninya.
"Namun tidak pernah terjadi proses hukum terhadap kelompok ini, sehingga di pundak Prabowo selaku representasi kekuatan orde baru dalam capres 2024, nilainya sangat negatif, karena publik memandang Prabowo Subianto bagian dari Kroni Suharto yang hidup dalam suasana KKN akut, Pelanggar HAM 1997-1998 yang belum dipertanggungjawabkan. Padahal itu bagian dari tuntututan reformasi," pungkas Petrus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)