Yogyakarta: Gubernur Daerah Istmewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menutup belasan penambangan pasir di kawasan lereng Gunung Merapi. Ia menyatakan dampak penambangan sudah parah.
"Saya tidak membayangkan kalau kerusakan (akibat penambangan pasir) sedemikian parah," kata Sri Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin, 13 September 2021.
Baca: Korban Kebakaran Lapas Tangerang Bertambah 2
Ia mengatakan ada 14 titik masuk tambang yang ditutup. Pihaknya mengeklaim sekitar tujuh atau delapan di antaranya ada di wilayah tanah kesultanan (Sultan Ground).
"Kalau ke sana kerusakannya luar biasa, 80 (meter), 50 (meter). Iki tambang opo, golek pasir kok merusak (Ini penambangan apa, cari pasir kok merusak). Ini jelas tidak pro lingkungan," jelasnya.
Menurut dia, 14 lokasi tambang tersebut berstatus ilegal. Ia mengaku sudah menanyakan ke Dinas EDSM setempat. "Saya berharap portal yang ada, dengan kendaraan tak bisa masuk. Semoga tak dilakukan (penambangan lagi. Kalau dilakukan (kembali menambang), kriminal," ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera, mengatakan penegakan hukum semestinya dilakukan tanpa menunggu tekanan publik. Menurutnya penegakan hukum dan pengawasan di lereng Merapi harus konsisten termasuk tanpa melihat status lahan.
"Seharusnya (penegakan dan pengawasan) tidak memandang di wilayah mana (lokasi penambangannya)," ujar Halik.
Ia menjelaskan kawasan lereng Merapi menjadi kawasan penyangga pemasok air tanah di wilayah Yogyakarta, dalam hal ini Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul. Bila ada penambangan di kawasan itu, kata dia, sangat potensial mengganggu pengisian ulang atau re-charge air tanah kawasan di bawahnya.
"Lereng Merapi itu kawasan hulu cekungan air tanah di Jogja. Bila ada penambangan, baik legal maupun ilegal, semestinya tak boleh ada penambangan," ungkap Halik.
Halik menegaskan hal yang perlu dilakukan yakni bertindak tegas kepada pihak penambang pasir. Tanpa itu, ia meyakini penambangan ilegal akan terus berulang.
"Selama ini belum ada pengawasan reguler dan penegakan hukum yang berujung efek jera. Itu PR besar penegakan hukum yang ada. Kalau hanya penegakan hukum pelakunya saja, bisa saja muncul lagi ke depan," ujarnya.
Yogyakarta: Gubernur Daerah Istmewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menutup belasan
penambangan pasir di kawasan lereng Gunung Merapi. Ia menyatakan dampak penambangan sudah parah.
"Saya tidak membayangkan kalau kerusakan (akibat penambangan pasir) sedemikian parah," kata Sri Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin, 13 September 2021.
Baca:
Korban Kebakaran Lapas Tangerang Bertambah 2
Ia mengatakan ada 14 titik masuk tambang yang ditutup. Pihaknya mengeklaim sekitar tujuh atau delapan di antaranya ada di wilayah tanah kesultanan (Sultan Ground).
"Kalau ke sana kerusakannya luar biasa, 80 (meter), 50 (meter). Iki tambang opo, golek pasir kok merusak (Ini penambangan apa, cari pasir kok merusak). Ini jelas tidak pro lingkungan," jelasnya.
Menurut dia, 14 lokasi tambang tersebut berstatus ilegal. Ia mengaku sudah menanyakan ke Dinas EDSM setempat. "Saya berharap portal yang ada, dengan kendaraan tak bisa masuk. Semoga tak dilakukan (penambangan lagi. Kalau dilakukan (kembali menambang), kriminal," ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera, mengatakan penegakan hukum semestinya dilakukan tanpa menunggu tekanan publik. Menurutnya penegakan hukum dan pengawasan di lereng Merapi harus konsisten termasuk tanpa melihat status lahan.
"Seharusnya (penegakan dan pengawasan) tidak memandang di wilayah mana (lokasi penambangannya)," ujar Halik.
Ia menjelaskan kawasan lereng Merapi menjadi kawasan penyangga pemasok air tanah di wilayah Yogyakarta, dalam hal ini Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul. Bila ada penambangan di kawasan itu, kata dia, sangat potensial mengganggu pengisian ulang atau re-charge air tanah kawasan di bawahnya.
"Lereng Merapi itu kawasan hulu cekungan air tanah di Jogja. Bila ada penambangan, baik legal maupun ilegal, semestinya tak boleh ada penambangan," ungkap Halik.
Halik menegaskan hal yang perlu dilakukan yakni bertindak tegas kepada pihak penambang pasir. Tanpa itu, ia meyakini penambangan ilegal akan terus berulang.
"Selama ini belum ada pengawasan reguler dan penegakan hukum yang berujung efek jera. Itu PR besar penegakan hukum yang ada. Kalau hanya penegakan hukum pelakunya saja, bisa saja muncul lagi ke depan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)