medcom.id, Tangerang: Warga mempertanyakan sikap Kapolsek Cikupa Kompol Idrus Madaris yang membenarkan pemblokiran akses jalan menuju pabrik di Kampung Cirewet, Desa Sukadamai, Kecamatan Cikupa, Tangerang, Banten. Menurut warga, wilayah yang kini dikuasai preman tersebut sedang dalam proses banding.
"Harusnya polisi lebih mengerti hukum. Kalau sekarang sedang berperkara dengan banding, tidak bisa seenaknya orang mengaku lahan itu miliknya tanpa adanya SHM (Sertifikat Hak Milik) dan menduduki lahan begitu saja. Polisi justru membiarkan," kata Eka, juru bicara warga Kampung Cirewet, Sabtu 29 April 2017.
Eka menuturkan, putusan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada menyatakan penggugat (warga) sebagai penerima hibah yang sah. Hakim juga menimbang, bahwa hibah dilakukan jauh sebelum adanya klaim sertifikat Nomor 198 terbit. Dengan demikian, sertifikat Nomor 198 yang diklaim dimiliki Susanto Sugi dan Latief Syamsuri tidak lagi mempunyai kekuatan hukum.
"Ada apa Kapolsek Cikupa ini sampai membela preman yang menduduki lahan jalan yang sebenarnya sudah dihibahkan sejak 1989," ucap Eka.
(Baca: Puluhan Preman di Tangerang Tutup Akses Jalan ke Pabrik)
Menurut Eka, sertifikat lahan yang dijadikan warga untuk jalan itu tidak pernah ada di tangan Susanto dan Latief. "Tanah yg sudah dihibahkan, tidak boleh ada penerbitan SHM lagi. Saya justru mempertanyakan kenapa kami yang menang pada sidang di PN Tangerang tahun 2015, tapi malah polisi membiarkan adanya pemblokiran oleh preman. Ada apa dengan Polsek Cikupa ini?" tegas Eka.
Eka melanjutkan, ada tujuan terselubung dari pendudukan dan pemblokiran jalan oleh preman. Warga penerima hibah dan pemilik pabrik diminta membeli lahan itu kepada Susanto Sugih dan Latief yang mengklaim memiliki lahan.
"Mereka minta dibebaskan per meter dihargai Rp5 juta. Ini keterlaluan. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) saja baru Rp650 ribu," beber Danto, pengelola pabrik.
Tidak saja itu, selama pemblokiran jalan, pihak pabrik dipaksa menyerahkan sejumlah uang jika ingin kendaraan operasionalnya melintas. "Motifnya jelas pemerasan. Dia minta sehari Rp3 juta kalau mau kendaraan kami mau lewat. Ini jelas pungli. Polisi harus bertindak tegas karena ini negara hukum," ucap Danto.
Saat ini, jalan yang telah dipagari dan dibuat parit itu hanya bisa dilintasi warga dan pekerja pabrik dengan berjalan kaki atau sepeda motor. Sementara, kendaraan roda empat atau lebih tak bisa melintas.
(Baca: Penutupan Paksa Jalan ke Pabrik di Cikupa karena Sengketa Tanah)
Sebelumnya, Kapolsek Cikupa Kompol Idrus Madaris menerangkan, jalan menuju pabrik itu bukan diblokir. Namun memang telah dikuasai pemiliknya, Susanto Sugi dan Latief Syamsuri.
Idrus juga menolak jika lahan yang dijadikan jalan itu telah dikuasai oleh sejumlah preman dari luar wilayah tersebut. Ia menerangkan, persoalan tersebut adalah persoalan kepemilikan lahan yang saat ini telah naik banding, setelah sebelumnya pihak yang mengaku memiliki setifikat itu kalah pada sidang perdata di PN Tangerang.
medcom.id, Tangerang: Warga mempertanyakan sikap Kapolsek Cikupa Kompol Idrus Madaris yang membenarkan pemblokiran akses jalan menuju pabrik di Kampung Cirewet, Desa Sukadamai, Kecamatan Cikupa, Tangerang, Banten. Menurut warga, wilayah yang kini dikuasai preman tersebut sedang dalam proses banding.
"Harusnya polisi lebih mengerti hukum. Kalau sekarang sedang berperkara dengan banding, tidak bisa seenaknya orang mengaku lahan itu miliknya tanpa adanya SHM (Sertifikat Hak Milik) dan menduduki lahan begitu saja. Polisi justru membiarkan," kata Eka, juru bicara warga Kampung Cirewet, Sabtu 29 April 2017.
Eka menuturkan, putusan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada menyatakan penggugat (warga) sebagai penerima hibah yang sah. Hakim juga menimbang, bahwa hibah dilakukan jauh sebelum adanya klaim sertifikat Nomor 198 terbit. Dengan demikian, sertifikat Nomor 198 yang diklaim dimiliki Susanto Sugi dan Latief Syamsuri tidak lagi mempunyai kekuatan hukum.
"Ada apa Kapolsek Cikupa ini sampai membela preman yang menduduki lahan jalan yang sebenarnya sudah dihibahkan sejak 1989," ucap Eka.
(Baca: Puluhan Preman di Tangerang Tutup Akses Jalan ke Pabrik)
Menurut Eka, sertifikat lahan yang dijadikan warga untuk jalan itu tidak pernah ada di tangan Susanto dan Latief. "Tanah yg sudah dihibahkan, tidak boleh ada penerbitan SHM lagi. Saya justru mempertanyakan kenapa kami yang menang pada sidang di PN Tangerang tahun 2015, tapi malah polisi membiarkan adanya pemblokiran oleh preman. Ada apa dengan Polsek Cikupa ini?" tegas Eka.
Eka melanjutkan, ada tujuan terselubung dari pendudukan dan pemblokiran jalan oleh preman. Warga penerima hibah dan pemilik pabrik diminta membeli lahan itu kepada Susanto Sugih dan Latief yang mengklaim memiliki lahan.
"Mereka minta dibebaskan per meter dihargai Rp5 juta. Ini keterlaluan. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) saja baru Rp650 ribu," beber Danto, pengelola pabrik.
Tidak saja itu, selama pemblokiran jalan, pihak pabrik dipaksa menyerahkan sejumlah uang jika ingin kendaraan operasionalnya melintas. "Motifnya jelas pemerasan. Dia minta sehari Rp3 juta kalau mau kendaraan kami mau lewat. Ini jelas pungli. Polisi harus bertindak tegas karena ini negara hukum," ucap Danto.
Saat ini, jalan yang telah dipagari dan dibuat parit itu hanya bisa dilintasi warga dan pekerja pabrik dengan berjalan kaki atau sepeda motor. Sementara, kendaraan roda empat atau lebih tak bisa melintas.
(Baca: Penutupan Paksa Jalan ke Pabrik di Cikupa karena Sengketa Tanah)
Sebelumnya, Kapolsek Cikupa Kompol Idrus Madaris menerangkan, jalan menuju pabrik itu bukan diblokir. Namun memang telah dikuasai pemiliknya, Susanto Sugi dan Latief Syamsuri.
Idrus juga menolak jika lahan yang dijadikan jalan itu telah dikuasai oleh sejumlah preman dari luar wilayah tersebut. Ia menerangkan, persoalan tersebut adalah persoalan kepemilikan lahan yang saat ini telah naik banding, setelah sebelumnya pihak yang mengaku memiliki setifikat itu kalah pada sidang perdata di PN Tangerang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)