Dia adalah Suparyoto, pemilik kebun kurma di Dusun Gamelan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, yang menciptakan kurma lokal bernama 'Kurma Ngadinah'.
Ratusan pohon kurma berdiri tegak di halaman belakang kediaman Suparyoto. Mayoritas merupakan bibit pohon yang ia jual. Deretan bibit pohon kurma itu berdiri mendampingi puluhan pohon yang berukuran besar.
"Total ada 50 pohon kurma yang dibiarkan tumbuh besar. Sisanya untuk pembibitan dan uji coba," kata Suparyoto, Rabu, 29 Maret 2023.
Total Suparyoto sudah memiliki sekitar 4.000 hingga 5.000 pohon kurma. Pohon kurma di kebunnya yang ada di 4 lokasi memang mayoritas ketinggiannya 1-2 meter. Pohon kurma besar yang berjumlah puluhan ketinggiannya 2-4 meter.
Disebut Hutan Arab
Tekad awal lelaki 65 tahun ini membuktikan bahwa tanaman kurma bisa tumbuh subur di Indonesia. Ia meyakininya sebab pada 2007 sudah ada warga di Indonesia yang menanamnya.
Lelaki asal Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, ini kemudian memulai mananam pohon kurma pada 2017. Ia memastikan keyakinannya dari kawan dekat.
"Niat awal memang buat edukasi atau percobaan. Nyatanya subur, buahnya juga manis," ujar lelaki yang sedang menjalani masa pensiun dari pegawai negeri sipil (PNS) ini.
Suparyoto masih memegang potongan lagu yang berbunyi 'tongkat dan batu hidup jadi tanaman' sebagai prinsip. Kalimat itulah yang jadi pemantik semangat Suparyoto merawat tanaman kurma.
Lahan terbatas di rumahnya di Gedongkuning, Kota Yogyakarta, jadi cikal bakal kebun kurma. Mulanya ia tanam sekitar 10 pohon kurma. Setelah berjalan beberapa waktu, ia menilai tidak akan efektif percobaan di lahan sempit.
Baca juga: Dinas Pertanian Kulon Progo Salurkan Bibit Koro Benguk |
Ia lantas memanfaatkan lahan-lahan kosong yang tidak digarap orang. Lokasi itu ada di kediaman orang tuanya di Desa Sendangsari. Banyak lahan kosong tak tergarap di lokasi itu. Sebab, kata dia, masyarakat saat ini jarang yang mau bertani, khususnya mereka usia produktif. Kebanyakan orang akan memilih bekerja yang tidak perlu bergulat dengan lumpur atau kotor dan kelelahan di ladang.
"Kalau bekerja di kantoran kan tidak capek. Hasilnya juga sudah pasti. Kalau bertani kadang malah harus rugi kalau tidak balik modal," kata dia.
Di Desa Sendangtirto inilah Suparyoto bisa memiliki empat lokasi kebun pohon kurma. Total luasnya hampir 5 ribu meter persegi.
Saat ini, kebun kurma milik Suparyoto menjadi salah satu rujukan untuk belajar bercocok tanam pohon kurma. Ia menilai tanaman kurma potensial jadi tanaman alternatif petani.
"Memang sekarang banyak warga sini yang masih ragu. Ada yang bilang tanduran (tanaman) Arab, kebun Arab," ujarnya.

Suparyoto menunjukkan buah kurma masih muda yang menempel di pohon. (Foto: Medcom.id/Ahmad Mustaqim)
Asal Usul Kurma 'Ngadinah'
Sebagaimana tumbuhan lain, kurma juga memiliki beragam jenis. Di Timur Tengah, ada puluhan hingga ratusan jenis kurma.
Suparyoto memulai menanam 10 jenis tanaman kurma. Dari jumlah itu ada sekitar 7 jenis pohon kurma yang berbuah pada umur 2 tahunan. Setelah melalui tahap pengamatan, akhirnya menyisakan 3 hingga 5 jenis pohon kurma.
Salah satu jenis tanaman kurma yakni kurma Barhe. Pohon kurma Barhe ini ada di Saudi Arabia, Yordania, Mesir, dan Thailand. Uji coba yang Suparyoto lakukan membuktikan pohon kurma Barhe bisa hidup di Indonesia.
"Selain bisa buah cepat, gampang dan tak rewel perawatannya. Buah muda sudah manis. Menjadi favorit kebun kurma di dunia," kata dia.
Selain itu ada Kurma Ajwa atau Kurma Nabi. Buah kurma jenis ini harus menunggu matang untuk bisa manis buahnya.
Baca juga: 328 Hektare Sawah di Sumber Sari Kaltim Terendam Banjir |
"Kurma Ajwa ini rasa lebih enak, harga jual mahal. Produktivitas lebih banyak dari Barhe," ucapnya.
Ia juga memiliki pohon kurma yang biasa tumbuh di Thailand dan California, Amerika Serikat. Jenis kurma ini induknya dari pohon kurma Barhe.
Memiliki beragam tanaman kurma, Suparyoto mencoba melakukan penyilangan Thailand dan Mesir (Barhe). Proses penyilahan yang ia lakukan berjalan dengan baik. Pertumbuhan pohon hasil penyilangan tumbuh subur. Kurma hasil penyilangan inilah yang ia beri nama Kurma Ngadinah.
Ngadinah merupakan nama ibu Suparyoto. Ibu Ngadinah kini berusia 100 tahun. Suparyoto menakai tanah tanah warisan orang tuanya untuk melakukan penyilangan pohon kurma itu.
"Kemarin ada yang usia 2 tahun sudah mulai berbunga. Mungkin ini berkahnya menunggu ibu dan berkebun kurma," katanya.
Baca juga: Penjualan Kurma di Embong Arab Malang Melejit Selama Ramadan |
Secara umum, pohon kurma mulai berbunga pada usia 2 tahun atau 2 tahun 8 bulan. Jika menghendaki kualitas lebih baik bisa dilakukan pemangkasan bunga itu dan membiarkan pohon tumbuh 3-5 tahun.
"Sementara pohon berbunga dibuang dulu sampai 3-5 tahun supaya nanti buahnya bagus. Estimasi pohon kurma buah itu berusia 2-5 tahun. Idealnya dari bunga ke buah butuh waktu 2 bulan. Bunga, baru buah," ucapnya.
Ia mengatakan buah kurma muda bisa dipanen pada usia 4 bulanan. Meski muda, sebagian buah kurma sudah bisa tunjukkan rasa manis.
"Kalau yang di toko itu fase kering. Tergantung kondisi iklim juga. Kalau panen sudah kering bisa cepet. Atau panen (muda) disimpan, tidak usah dibumbui madu atau gula," katanya.

Suparyoto saat berteduh di bawah pohon kurma. (Foto: Medcom.id/Ahmad Mustaqim)
Berprogres dan Regenerasi untuk Panen Besar
Kebun kurma yang Suparyoto miliki saat ini memang belum bisa disebut berhasil. Setidaknya itu bisa dilihat dari kacamata panen buah kurma. Suparyoto baru mendapatkan penghasilan dari penjualan bibit pohon kurma.
"Tiap bulan bisa Rp5 juta-Rp10 jutaan. Pembelinya dari Jawa, Kalimantan, NTT juga ada. Dulu bisa lebih. Tapi sejak covid penghasilan menurun," kata dia.
Ia mengakui tujuan menanam pohon kurma utamanya meningkatkan hasil pertanian. Namun, yang ia lakukan masih tahap edukasi dan uji coba. Selama ini, apa yang sudah dilakukan pendapatannya bisa untuk operasional, termasuk menutup biaya pupuk dan obat.
Pupuk ia upayakan berasal dari kotoran hewan. Meskipun, ada pupuk kimia dalam jumlah terbatas. Ia belum memastikan kapan kebun kurma miliknya bisa panen serentak.
"Selama ini baru untuk memenuhi kebutuhan komunitas, tamu, promil, konsumsi sendiri. Masih tertentu," kata dia.
Baca juga: Jelang Ramadan, Omzet Penjualan Kurma di Pasar Jatinegara Melonjak 70% |
Pada usia lebih dari setengah abad, ia mengelola kebun kurma dibantu 3 orang, termasuk bersama menantunya, Mustolih, 40. Ia sudah menyiapkan regenerasi agar yang ia harapkan ke depan bisa tercapai. Suparyoto juga mengajak anaknya, Gagang Auresi, 35, belajar menanam dan merawat pohon kurma.
Suparyoto berkeyakinan usahanya kelak bisa berhasil dan berkelanjutan. Bila tercapai, apa yang dilakukan bisa menjadi contoh siapapun yang ingin menirum
"Masyarakat kalau belum ada hasilnya kan belum mau. Karena juga memperhitungkan menghidupi keluarga, kalau gagal bagaimana. Jadi untuk bisa berhasil harus risiko. Kalau bisa panen serentak, ditunjukkan ke masyarakat, ini lho jadi petani harus cerdas. Petani tak harus berpakaian kotor. Bisa juga bersih karena pohon kurma tinggi. Usianya juga lama," jelasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News