Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: MI/Rommy Pujianto
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: MI/Rommy Pujianto

Pengakuan Agus Rahardjo soal Jokowi Intervensi KPK Perlu Ditindaklanjuti

Al Abrar • 04 Desember 2023 20:01
Jakarta: Mantan Ketua Mahakamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengaku terkejut mendengar pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo dan Mantan Menteri ESDM Sudirman Said perihal tekanan yang diberikan Presiden Jokowi kepada mereka terkait kasus Setya Novanto. 
 
"Saya kaget mendengar pengakuan Agus Raharjo (Ex Ketua KPK), Sudirman Said (Ex ESDM). Ditambah masalah putusan MK. DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket. Apa betul ada intervensi Presiden atau hanya fitnah?" ujar Hamdan melalui cuitannya di akun Twitter @hamdanzoelva.
 
Suara yang lebih keras muncul dari Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani. Aktivis HAM itu mendesak DPR melakukan impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.

Dia menduga Jokowi telah melakukan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dalam kasus korupsi megaproyek E-KTP yang melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
 
“Kami menyarankan (Jokowi) di-impeachment, bukan hanya interpelasi. Kami menyarankan DPR melakukan impeachment,” ujar Julius kepada media, Minggu, 3 Desembr 2023. 
 
Baca: Jokowi Intervensi KPK, Demokrat Sarankan DPR Panggil Agus Rahardjo
 
Julius menuturkan tidak ada dasar hukum Jokowi bisa memanggil eks Ketua KPK Agus Raharjo untuk bertanya terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
 
“Artinya setiap bentuk pertanyaan terhadap perkara, setiap bentuk intip-intipan terhadap perkara itu harus dianggap sebagai bukan hanya intervensi, tetapi perbuatan menghalang-halangi proses hukum,” ujarnya.
 
Sebelumnya, viral pengakuan pimpinan KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo pernah dipanggil dan dimarahi Presiden Jokowi. Dalam potongan wawancara tersebut, Agus mengatakan hal ini untuk pertama kali ia ungkap ke publik.
 
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus.
 
Menurut Agus, kala itu ia dipanggil Jokowi karena sang presiden memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto, Ketua DPR kala itu.
 
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Presiden sudah marah, baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’," cerita Agus.
 
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," sambungnya.
 
Namun, Agus tidak menjalankan perintah tersebut. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelum ia dipanggil. Lalu, alasan lainnya adalah saat itu masih independen dan tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
 
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," ungkap Agus.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan