Kondisi aliran Sungai Citarum, Kabupaten Bandung, dengan sampah bertebaran, Selasa 23 Januari 2018, Medcom.id - Octa (Octavianus Dwi Sutrisno)
Kondisi aliran Sungai Citarum, Kabupaten Bandung, dengan sampah bertebaran, Selasa 23 Januari 2018, Medcom.id - Octa (Octavianus Dwi Sutrisno)

KLHK Telusuri Dampak Kontaminasi Paracetamol dan Amoxilin di Hulu Sungai Citarum

Media Indonesia.com • 10 Juli 2024 10:07
Bandung: Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), saat ini hulu daerah aliran sungai (DAS) Citarum tercemar paracetamol dan amoxilin. BRIN mendeteksi adanya kontaminasi bahan aktif obat atau APIs.
 
Menanggapi ini, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengatakan, penemuan kandungan paracetamol dan amoxilin masih kecil kadarnya.
KLHK akan menelusuri dampak dari laporan tersebut.
 
"Sebetulnya penemuan itu masih kecil sekali, istilahnya nano, tapi itu jadi new emergency pollution. Memang di beberapa negara, belum ada baku mutunya, tapi tetap juga harus jadi konsen. Kita kerjakan sekarang, siapkan sciencetific evidence, kira-kira dampak terhadap lingkungan, terhadap biota dan manusia sehingga bisa batasi," jelas Sigit di Sumedang, Rabu, 10 Juli 2024.

Disinggung terkait sumber kandungan paracetamol dan amoxilin yang masuk ke dalam aliran DAS Citarum, KLHK masih memerlukan penelurusan lebih lanjut. Sumbernya masih perlu dipelajari, kemungkinan bersumber dari pestisida.
 
Baca: 200 Ton Sampah Cemari Sungai Citarum

Jika dari farmasi kata Sigit sebetulnya mungkin budaya masyarakat mengenai pemakaian obat-obatan umum. Ia menduga konsumsinya tidak mengikuti kaidah yang bagus, sehingg banyak sekali over consumption untuk obat-obatan.
 
"Kemudian sistem kita tidak sepenuhnya bisa menjaring, mungkin langsung membuang ke sana dan juga mungkin waktu kita buang obat-obatan kedaluwarsa juga tidak dibuang ke tempat yang semestinya. Kalau dilihat dari IPAL-nya, kita sedang mempelajari bagaimana mengintegrasikan parameter itu, sebagai parameter yang harus diatur dan diawasi,"tuturnya.
 
Sebelumnya, Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rosetyati Retno Utami mengatakan, penelitian dilakukan dengan penghitungan banyak aspek. Mulai dari konsentrasi bahan aktif obat yang diminum, frekuensi obat, jumlah obat yang dikonsumsi, dan berapa lama masa sakit responden dalam setahun.
 
"Kemudian kami akan mengestimasi seberapa banyak dari rata-rata penggunaan itu, dengan ekstrapolasi terhadap jumlah penduduk di suatu DAS. Hasilnya untuk bahan kimia aktif dapat dilihat bahwa ternyata paracetamol dan amoxilin menjadi APIs dengan penggunaan paling besar di DAS Citarum Hulu," bebernya.
 
Menurut Rosetyati, penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu ternyata relatif besar, dengan penggunaan Paracetamol di posisi tertinggi dengan jumlah 460 ton per tahun dan amoxilin 335 ton per tahun. Sumber-sumber kontaminasi bahan aktif obat yang mungkin masuk ke dalam Sungai Citarum bisa teridentifikasi dari banyak hal.
 
"Mulai dari kegiatan peternakan yang dinilai banyak menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil peternakan, penggunaan obat rumah tangga dan industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang mungkin terdapat kebocoran, sehingga mengakibatkan masuknya obat ke ekosistem akuatik," imbuhnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan