Depok: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tengah menghadapi tudingan negatif terkait kelulusan studi S3-nya di Universitas Indonesia (UI). Beberapa pihak mempertanyakan proses dan kelayakan disertasi yang diajukan Bahlil.
Menanggapi hal tersebut, Prof Teguh Dartanto, Co-Promotor Bahlil, memberikan klarifikasi dan memastikan seluruh proses akademik yang dijalani Bahlil telah sesuai dengan aturan dan standar Universitas Indonesia.
“Saya tidak bermaksud membela diri, tetapi mencoba memberikan informasi berdasarkan data, fakta, dan cerita di balik kejadian yang sebenarnya. Bersihkan hati, singkirkan benci, dan silakan nilai sendiri,” kata Prof Teguh Dartanto dalam keterangan resminya, Minggu, 20 Oktober 2024.
Menurut Prof Teguh, Bahlil pernah berkonsultasi terkait rencana melanjutkan studi S3 di Universitas Indonesia. Saat itu, ia menyarankan Bahlil untuk tidak memilih program S3 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI) karena semester pertama program tersebut memiliki jadwal kuliah terstruktur di hari kerja, yang tidak cocok dengan kesibukan Bahlil sebagai pejabat publik.
Sebagai alternatif, ia merekomendasikan program S3 jalur riset di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI, yang dinilai lebih fleksibel. Bahlil memenuhi semua persyaratan untuk mendaftar S3 di SKSG UI, termasuk kualifikasi akademik yang memadai.
“Bahlil telah menyelesaikan Magister Ilmu Ekonomi dari Universitas Cenderawasih (UNCEN) pada tahun 2009, dan saya melihat langsung ijazahnya di sistem SKSG UI,” jelas Teguh.
Lebih lanjut, Prof Teguh juga menjelaskan informasi yang beredar di PDDIKTI terkait Bahlil mengundurkan diri dari program S3 tidak akurat.
“Banyak data di PDDIKTI yang salah, misalnya ada nama yang terdaftar masuk kuliah pada 1 Januari 1970, padahal orang tersebut belum lahir. Ini masalah sistem data, bukan indikasi ketidakabsahan studi Bahlil,” tegasnya.
Dalam disertasinya, Bahlil fokus pada kebijakan hilirisasi nikel yang sedang dikerjakan pemerintah.
“Ada dua pertanyaan utama yang memotivasi Bahlil untuk melanjutkan studi S3, yaitu apakah kebijakan hilirisasi nikel saat ini secara akademik benar (evidence-based policy)? Dan jika kurang tepat, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kebijakan agar membawa manfaat yang lebih besar?” ucapnya.
Karena Bahlil memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan hilirisasi, jawaban atas dua pertanyaan ini akan memberikan dampak signifikan terhadap kebijakan hilirisasi di masa depan.
“Bahlil memiliki akses informasi, data, dan sumber daya yang memadai untuk melakukan penelitian ini jauh sebelum mendaftar S3,” lanjutnya.
Prof Teguh juga menjelaskan bagaimana proses akademik Bahlil berlangsung selama semester pertama dan kedua. Pada tahun pertama, Bahlil mengikuti beberapa mata kuliah seminar dan proposal riset yang diwarnai dengan diskusi akademis antara mahasiswa, promotor, dan co-promotor terkait pendekatan yang tepat dalam menganalisis isu hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Pada tahun kedua, Bahlil mulai mengumpulkan data, melakukan penelitian lapangan, serta mengikuti seminar hasil. Seminar Hasil 1 yang diadakan pada 10 Juli 2024 menghadirkan Prof Didik Rachbini dari Universitas Paramadina sebagai penguji eksternal menggantikan Prof Tirta Mursitama yang diangkat sebagai Deputi di Kementerian Investasi/BKPM.
“Untuk menjaga konflik kepentingan, saya melaporkan kepada Direktur SKSG pada 6 Juni 2024 mengenai penggantian Prof Tirta sebagai penguji eksternal, dan kami segera mencari pengganti yang sesuai,” ungkap Prof Teguh.
Dengan semua klarifikasi yang telah diberikan, Prof Teguh Dartanto menegaskan proses akademik Bahlil Lahadalia selama menempuh studi S3 di UI telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Saya berharap publik dapat memahami cerita sebenarnya di balik perjalanan akademik ini, tanpa ada prasangka atau tuduhan yang tidak berdasar,” tutupnya.
Depok: Menteri ESDM
Bahlil Lahadalia tengah menghadapi tudingan negatif terkait kelulusan studi S3-nya di Universitas Indonesia (UI). Beberapa pihak mempertanyakan proses dan kelayakan disertasi yang diajukan Bahlil.
Menanggapi hal tersebut, Prof Teguh Dartanto, Co-Promotor Bahlil, memberikan klarifikasi dan memastikan seluruh
proses akademik yang dijalani Bahlil telah sesuai dengan aturan dan standar Universitas Indonesia.
“Saya tidak bermaksud membela diri, tetapi mencoba memberikan informasi berdasarkan data, fakta, dan cerita di balik kejadian yang sebenarnya. Bersihkan hati, singkirkan benci, dan silakan nilai sendiri,” kata Prof Teguh Dartanto dalam keterangan resminya, Minggu, 20 Oktober 2024.
Menurut Prof Teguh, Bahlil pernah berkonsultasi terkait rencana melanjutkan studi S3 di Universitas Indonesia. Saat itu, ia menyarankan Bahlil untuk tidak memilih program S3 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI) karena semester pertama program tersebut memiliki jadwal kuliah terstruktur di hari kerja, yang tidak cocok dengan kesibukan Bahlil sebagai pejabat publik.
Sebagai alternatif, ia merekomendasikan program S3 jalur riset di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI, yang dinilai lebih fleksibel. Bahlil memenuhi semua persyaratan untuk mendaftar S3 di SKSG UI, termasuk kualifikasi akademik yang memadai.
“Bahlil telah menyelesaikan Magister Ilmu Ekonomi dari Universitas Cenderawasih (UNCEN) pada tahun 2009, dan saya melihat langsung ijazahnya di sistem SKSG UI,” jelas Teguh.
Lebih lanjut, Prof Teguh juga menjelaskan informasi yang beredar di PDDIKTI terkait Bahlil mengundurkan diri dari program S3 tidak akurat.
“Banyak data di PDDIKTI yang salah, misalnya ada nama yang terdaftar masuk kuliah pada 1 Januari 1970, padahal orang tersebut belum lahir. Ini masalah sistem data, bukan indikasi ketidakabsahan studi Bahlil,” tegasnya.
Dalam disertasinya, Bahlil fokus pada kebijakan hilirisasi nikel yang sedang dikerjakan pemerintah.
“Ada dua pertanyaan utama yang memotivasi Bahlil untuk melanjutkan studi S3, yaitu apakah kebijakan hilirisasi nikel saat ini secara akademik benar (
evidence-based policy)? Dan jika kurang tepat, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kebijakan agar membawa manfaat yang lebih besar?” ucapnya.
Karena Bahlil memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan hilirisasi, jawaban atas dua pertanyaan ini akan memberikan dampak signifikan terhadap kebijakan hilirisasi di masa depan.
“Bahlil memiliki akses informasi, data, dan sumber daya yang memadai untuk melakukan penelitian ini jauh sebelum mendaftar S3,” lanjutnya.
Prof Teguh juga menjelaskan bagaimana proses akademik Bahlil berlangsung selama semester pertama dan kedua. Pada tahun pertama, Bahlil mengikuti beberapa mata kuliah seminar dan proposal riset yang diwarnai dengan diskusi akademis antara mahasiswa, promotor, dan co-promotor terkait pendekatan yang tepat dalam menganalisis isu hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Pada tahun kedua, Bahlil mulai mengumpulkan data, melakukan penelitian lapangan, serta mengikuti seminar hasil. Seminar Hasil 1 yang diadakan pada 10 Juli 2024 menghadirkan Prof Didik Rachbini dari Universitas Paramadina sebagai penguji eksternal menggantikan Prof Tirta Mursitama yang diangkat sebagai Deputi di Kementerian Investasi/BKPM.
“Untuk menjaga konflik kepentingan, saya melaporkan kepada Direktur SKSG pada 6 Juni 2024 mengenai penggantian Prof Tirta sebagai penguji eksternal, dan kami segera mencari pengganti yang sesuai,” ungkap Prof Teguh.
Dengan semua klarifikasi yang telah diberikan, Prof Teguh Dartanto menegaskan proses akademik Bahlil Lahadalia selama menempuh studi S3 di UI telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Saya berharap publik dapat memahami cerita sebenarnya di balik perjalanan akademik ini, tanpa ada prasangka atau tuduhan yang tidak berdasar,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)