Dua mahasiswa UNY saat di Kantor ORI Perwakilan DIY berkonsultasi terkait kenaikan UKT dan dugaan intimidasi yang dialami. Medcom.id/Ahmad Mustaqim
Dua mahasiswa UNY saat di Kantor ORI Perwakilan DIY berkonsultasi terkait kenaikan UKT dan dugaan intimidasi yang dialami. Medcom.id/Ahmad Mustaqim

Suarakan Kenaikan UKT, Mahasiswa UNY Mengaku Diintimidasi

Ahmad Mustaqim • 20 Mei 2024 20:13
Yogyakarta: Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengaku diintimidasi usai menyampaikan aspirasi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) ke DPR beberapa waktu lalu. Bahkan, mahasiswa tersebut mengaku sempat diminta keluar dari kampus. 
 
"(Dugaan intimidasi) disuruh keluar (dari UNY) itu saya dengar dari orang lain. Yang mengatakan infonya staf di rektorat. 'Kalau nggak terima silakan keluar'," kata Ketua BEM UNY, Farras Raihan ditemui di Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY pada Senin, 20 Mei 2024. 
 
Farras memang sempat menyampaikan langsung kenaikan UKT itu ke DPR. Kenaikan tersebut dinilai sangat memberatkan mahasiswa di Yogyakarta. 

Ia mengungkapkan intimidasi yang didapat itu sudah terjadi dari beragam aktivitasnya di kampus. Sebagai pimpinan BEM, Farras mengaku pernah menagih sikap rektorat atas kondisi pemerintahan sebelum pemungutan suara Pemilu 2024. Setelah itu, muncul kabar kenaikan UKT pada April 2024. 
 
Baca: Dede Yusuf Sebut Kenaikan UKT Tidak Manusiawi

"Saya penerima beasiswa diancam dicabut (karena menyampai pendapat keberatan) kenaikan UKT," kata dia.
 
Menurut dia, BEM telah melakukan kajian dengan cara survei ke banyak mahasiswa setelah keputusan kampus menaikkan UKT. Selain dasar survei itu, Farras menyebut kenaikan UKT itu ditetapkan dengan tidak melibatkan mahasiswa. 
 
"Disampaikan katanya kalau UNY dapat teguran dari pusat. (Biaya kuliah di) UNY terlalu murah. Faktor lain kenaikan bapok (bahan pokok), inflasi, hingga pajak. Kalau pakai logika itu orang tua para mahasiswa juga semua terdampak," katanya. 
 
Terkait kedatangannya ke DPR, Farras mengaku sempat dipanggil dekatan di fakultas usai pulang ke Yogyakarta. Kedatangannya ke gedung wakil rakyat dianggap menjelek-jelekkan kampus. 
 
"Di sana (DPR) saya dianggap menjelek-jelekkan kampus. Padahal menjelaskan kondisi di kampus ini bagaimana. Masalah kenaikan UKT saya sampaikan ke DPR dengan harapan ada hal konkret karena saat di kampus disebut itu kebijakan pusat," ujarnya. 
 
Ia menambahkan, dirinya datang ke ORI dengan tujuan awal konsultasi lebih dulu atas kondisi yang dialami. Pihaknya juga akan mencoba kembali berdialog dengan rektorat mengenai persoalan UKT yang memberatkan mahasiswa. 
 
Sementara, rekan Farras, Raihan Ammar juga mendapatkan ancaman. Ancaman itu yakni penaikan golongan UKT-nya menjadi lebih mahal. UKT termahal di UNY sekitar Rp10 juta. 
 
"Kalau aneh-aneh saya sikat'. Kata 'sikat' sering dikeluarkan staf di rektorat," kata dia. 
 
Kepala Perwakilan ORI DIY, Budhi Masturi mengatakan akan menunggu hasil laporan resmi mahasiswa tersebut. Pasalnya, hal itu juga berkaitan dengan langkah mahasiswa tersebut menemui pihak kampus. 
 
"Secara formil materiil akan ada tindak lanjut kepada pihak-pihak terkait setelah laporannya lengkap. Apakah substansi laporan terbukti andikasi (melanggar persoalan) administrasi atau tidak," kata Budhi. 
 
Ia mengungkapkan UKT yang berisi biaya pendidikan merupakan bagian yang berhubungan dengan standar pelayanan pendidikan. Menurut dia, pelayanan di kampus harus sesuai dengan prosedur, yakni melibatkan pihak-pihak terkait dalam pengambilan keputusan. 
 
"Tarif ((UKT) itu masuk standar pelayanan. Penyusunan (UKT) harusnya melibatkan stakeholder. Bagaimana penyusunan kebijakan, kami (perlu) tanya ke pihak kampus," ungkapnya. 
 
Sekretaris Direktorat Direktorat Kemahasiswaan, Akademik, dan Alumni UNY, Guntur membantah semua pernyataan mahasiswa itu. Menurut dia, pihak kampus tak sampai mengambil tindakan demikian. 
 
"Nggak seperti itu. Saya minta anaknya suruh ke sini. Tidak serumit itu pikiran saya," kata dia. 
 
Terkait kehadiran mahasiswa ke DPR, Guntur menilai itu bukan representasi UNY. Menurut dia, ada ketentuan yang harus dipenuhi sehingga mahasiswa tersebut mengatasnamakan UNY. 
 
"Kami tidak mengakui BEM sampai ke sana (DPR). Kalau orangnya ada itu mahasiswa UNY, mahasiswa bicara atas nama UNY harus ada izin. BEM wilayah pembinaannya di Direktorat Kemahasiswaan, akademik, dan Alumni. Ketua BEM yang ke komisi X (DPR) itu saya anggap bukan Ketua BEM UNY, surat tugasnya mana. Saya tidak bilang memberangus aspirasi, tapi memang harus ada surat tugas ditandatangani pak rektor dalam kegiatan kemahasiswaan," kata dia. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan