Stasiun Tangerang ditetapkan menjadi cagar budaya dengan didirikannya tugu.
Stasiun Tangerang ditetapkan menjadi cagar budaya dengan didirikannya tugu.

Tak Lekang Dimakan Zaman, Stasiun Tangerang Saksi Bisu Sejarah Pertempuran Rakyat dengan NICA

Hendrik Simorangkir • 16 Agustus 2022 11:12
Tangerang: Stasiun Tangerang salah satu bangunan peninggalan kolonial saksi bisu perjuangan kemerdekaan. Stasiun ini cikal bakal kemajuan transportasi perkeretaapian di Indonesia.
 
Stasiun Tangerang dibangun perusahaan kereta api Belanda Staatssporwegen (SS). Stasiun Tangerang merupakan jaringan kereta api lintas Barat dari Batavia sampai ke Anyer, Banten. 
 
Pada lintas tersebut SS membangun pula jalur persimpangan dari Duri ke Tangerang melalui Staatblad Nomor 180 5 Juli 1896. Jalur sepanjang 19 kilometer tersebut diresmikan pada 2 Januari 1899.

Bersamaan pembukaan lintas Duri-Tangerang, SS juga meresmikan Stasiun Tangerang pada 2 Januari 1898. Stasiun ini merupakan tempat pemberhentian akhir pada lintas Duri-Tangerang. 
 
Kabid Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tangerang, Sumangku mengatakan, Stasiun Tangerang juga menjadi saksi bisu pembangunan Kota Tangerang. Selain menjadi pusat transportasi penumpang pada era kolonial, juga sebagai pusat transportasi perdagangan.
 
Baca: Festival Pacak Sepuran dan Sejarah Jembatan Peninggalan Belanda di Sungai Kulon Progo

"Pada saat itu warga menjadikan Stasiun Tangerang sebagai kegiatan industri dan tempat jual beli hasil pertanian," ujarnya, Senin, 15 Agustus 2022.
 
Sumangku bercerita, Stasiun Tangerang banyak menyimpan sejarah sejak didirikannya, terutama berperan penting dalam jalur perdagangan. Pasalnya, kata Sumangku, saat itu tidak ada stasiun lainnya untuk membawa komoditas warga Belanda di Banten menuju Batavia.
 
"Jadi bagi warga Belanda sendiri yang membawa komoditas saat tiba di wilayah Banten, mereka harus melalui jalur sungai dan berhenti di Sungai Mookervart yang ada di wilayah Tangerang. Dari Mookervart itu lah akses satu-satunya untuk menuju ke Stasiun Tangerang menghubungi Batavia," katanya.
 
Tak Lekang Dimakan Zaman, Stasiun Tangerang Saksi Bisu Sejarah Pertempuran Rakyat dengan NICA
Stasiun Tangerang
 
Selain perdagangan, Sumangku menjelaskan, Stasiun Tangerang selama perang mempertahankan kemerdekaan, menjadi saksi bisu pertempuran antara pasukan Indonesia dengan pasukan sekutu dan Nedherland Indies Civil Administration (NICA) yang mengakibatkan sarana dan prasarana kereta api rusak. Pada lintas Tangerang misalnya, rel, wesel dan alat-alat sinyal di Stasiun Pesing dirusak oleh serdadu NICA yang bermarkas di depan stasiun.
 
"Saat penjajahan kolonial ada pengerusakan mulai dari Stasiun Tangerang hingga Stasiun Pesing, serta memutus jalur Tangerang-Jakarta. Pengerusakan itu diduga diperbuat oleh serdadu perang. Tapi mendapat perlawanan dari warga pribumi sehingga bisa direbut kembali," jelasnya.
 
Semasa beroperasi, Sumangku menambahkan, Stasiun Tangerang dimanfaatkan sebagai tempat naik turun penumpang serta barang. Pada saat era kolonial, lanjutnya, terdapat klasifikasi pada rangkaian gerbong kereta. 
 
"Saat itu hanya ada dua rangkaian, yakni rangkaian khusus kelas 3 dan rangkaian campuran antara kelas 2 dan 3. Kelas 3 diperuntukan bagi orang Tiongkok atau orang asing Asia Timur dan pengusaha pribumi. Sedangkan kelas 3 untuk orang pribumi," katanya. 
 
Sumangku menuturkan, Stasiun Tangerang merupakan stasiun kereta api kelas besar tipe C yang menjadi saksi perjuangan kemerdekaan itu, membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menetapkannya sebagai cagar budaya pada 25 Agustus 2011 dengan nomor Surat Keputusan Wali Kota 430/Kep.337-Disporbudpar/2011.
 
"Ini yang menjadi tugas kita. Karena beberapa potensi yang menjadi milik aset tertentu. Perlu kesadaran bersama tentang cagar budaya, maka ketika perubahan-perubahan pada bangunan itu terjadi kita lah yang berada di garda terdepan, agar nilai jual budaya itu tidak terkikis," ungkapnya.
 
"Bagaimana kehormatan kebudayaan besar bisa kebangun, jika kita bagian dari embrio pemerintahannya tidak punya kesadaran untuk mengamankan cagar budaya ini. Jadi kita berharap adanya koordinasi di tiap instansi untuk mempertahankan cagar budaya itu," tambahnya.
 
Usai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda pada 1949, pemerintah
serta industri di Indonesia mulai berbenah, termasuk perkeretaapian. Djawatan Kereta Api (DKA) sebagai perusahaan kereta api Indonesia (Saat ini PT KAI) melakukan upaya rehabilitasi perkeretaapian yang di beberapa tempat hancur selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan. 
 
"Akhirnya Stasiun Tangerang yang porak poranda itu diperbaiki prasarana kereta api baik jalan rel, jembatan, sinyal, dan telekomunikasi," ucap dia.
 
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, pada 1954 DKA melakukan penentuan klasifikasi dalam menentukan fasilitas di stasiun. Stasiun Tangerang dikategorikan ke dalam stasiun tipe III A/B. Kurun tahun 1950-1952 Penumpang kereta api di Stasiun Tangerang mengalami peningkatan.
 
Pada 1950 di Stasiun Tangerang jumlah penumpang  sebesar 168.847 orang, meningkat menjadi 187.967 penumpang tahun 1951 dan bertambah menjadi 190.544 penumpang di tahun 1952. Namun pengiriman barang di Stasiun Tangerang mengalami penurunan yakni 92.133 ton (1950), 83.073 ton (1951) dan 55.714 ton (1952).
 
Pada 1990, perjalanan kereta api yang melintasi Stasiun Tangerang sebanyak 10 kali perjalanan dalam sehari dengan rata-rata kecepatan 21 kilometer per jam. Waktu tempuh yang diperlukan dari Jakarta ke Tangerang 60 menit. Saat ini, Stasiun Tangerang merupakan salah satu stasiun tersibuk dengan 38.000-an penumpang naik-turun setiap harinya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan