Para orang tua terpidana anak beserta pendamping hukum berdialog dengan jajaran pimpinan PP Muhammadiyah selama satu jam lebih yang ditemui Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah Busyro Muqoddas. Dalam pertemuan itu, para orang tua menjelaskan anak-anaknya dipaksa mengaku melakukan kekerasan oleh kepolisian.
“Anak saya dihajar (polisi) di bagian pelipisnya karena tak mau mengaku (menjadi pelaku klitih di Gedongkuning, Kota Yogyakarta),” kata Subadriyah, salah satu orang tua terpidana anak, di PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat, 16 Desember 2022.
Subadriyah menjelaskan di forum itu sejak dijemput paksa intelijen Polda DIY tanpa disertai surat tugas. Ia juga menjelaskan berbagai kejanggalan-kejanggalan proses hukum yang dijalani anaknya. Bahkan saat pendamping hukum akan mengakses klien hingga CCTV seakan-akan dihalangi.
Baca juga: Pelaku Klitih di Yogyakarta Diganjar 10 Tahun Penjara |
“Kejadian (klitih) 3 April 2022 anak saya waktu itu memang keluar tapi tidak membawa motor. Anak saya dalam dakwaannya membawa Vario saat kejadian. Teman sekolahnya sempat ke rumah menjelaskan anak saya tidak sampai ke Gedongkuning. Banyak rekayasa yang terjadi,” ujarnya.
Pengacara salah satu terpidana kasus klitih, Taufiqurrahman menjelaskan pembuktian di pengadilan tidak meyakinkan pihaknya. Ia juga menilai ada sejumlah proses hukum yang dilakukan aparat tidak sesuai aturan. Meskipun, akhirnya Pengadilan Negeri Yogyakarta tetap memvonis bersalah.
“Rekaman CCTV yang diputar di pengadilan tak menunjukkan secara detail, termasuk melihat pelaku,” ucapnya.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Yogyakarta, Arsiko Daniwidho Aldebarant mengatakan pihaknya ikut membantu advokasi dan telah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Namun, Pengadilan Tinggi Yogyakarta memutuskan menguatkan vonis bersalah yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Yogyakarta pada 8 November lalu.
Baca juga: Ombudsman Telusuri Dugaan Salah Tangkap Kasus Klitih di Yogyakarta |
“Kami akan menempuh kasasi, bahkan sampai peninjauan kembali,” terang dia
Para terpidana itu didampingi sejumlah lembaga. Selain PBHI, ada juga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PKBH FH UGM).
Sementara, Busyro Muqoddas mengatakan prihatin atas kasus-kasus itu lantaran yang berurusan hukum merupakan bagian dari Muhammadiyah. Ia mengatakan akan menindaklanjuti aduan tersebut. Pihaknya akan memproses sebagaimana dalam mengadvokasi kasus-kasus hukum yang diduga secara tidak benar dilakukan aparat. Salah satu langkah yang akan dilakukan yakni menggelar eksaminasi kasus tersebut bersama dosen-dosen Fakultas Hukum dari perguruan-perguruan tinggi milik Muhammadiyah.
“Kami menunggu testimoni detailnya. Tim akan bertugas sebagaimana (membantu mengadvokasi) kasus-kasus lain,” ujar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Baca juga: Tekanan Akibat Pandemi Jadi Salah Satu Pemicu Aksi Klitih |
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta memvonis tiga terdakwa kasus klitih yang menewaskan seorang pelajar di kawasan Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, dengan hukuman penjara mulai enam hingga 10 tahun Kasus tersebut terjadi pada Minggu dini hari, 3 April 2022.
Ketiga terdakwa penerima vonis yakni Ryan Nanda Syahputra, 19, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Sementara Fernandito Aldrian Saputra, 18, dan Muhammad Musyaffa Affandi, 21, masing-masing divonis enam tahun penjara.
Majelis hakim menganggap ketiganya terbukti melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang melakukan tindak pidana secara bersama-sama berupa kekerasan terhadap orang lain. Perbuatan ketiganya juga dinilai telah meresahkan masyarakat serta mencoreng nama Yogyakarta sebagai kota wisata yang aman.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id