Surabaya: Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mendukung pengajuan sosok KH. M. Bisri Syansuri sebagai pahlawan nasional. Khofifah menilai Kiai Bisri memiliki jasa besar dalam perjuangan bangsa terutama saat resolusi jihad serta dalam memajukan pendidikan pada kaum perempuan.
"Kepada dzuriyah Denanyar, saya secara khusus menyampaikan proses pengajuan KH. M. Bisri Syansuri menjadi pahlawan nasional, agar dimaksimalkan pemenuhan persyaratannya," kata Khofifah usai menghadiri Haul KH M Bisri Syansuri ke-44, Nyai Hj. Nur Khodijah ke-74 dan Harlah Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, Senin, 23 Januari 2023.
Khofifah menjelaskan Kiai Bisri pernah menjadi komandan dan membantu mengkomunikasikan gerakan Hizbullah dan Sabilillah, bersama para santri saat resolusi jihad yang merupakan sentral komando pergerakan pasukan. "Selain itu, beliau juga memiliki peran yang luar biasa dalam proses perjuangan bagi bangsa dan negara saat pra dan pasca kemerdekaan," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, KH. M. Bisri Syansuri adalah seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang lahir pada 18 September 1886 di Tayu, Pati, Jawa Tengah. Semasa kecil Bisri muda belajar pada KH Abd Salam, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih.
Di sana ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan agama. Usia 15 tahun, mulai belajar ilmu agama di luar tanah kelahirannya, pada kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu KH Kholil Kasingan Rembang dan KH Syu’aib Sarang Lasem.
Bisri muda juga berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah ia kemudian bertemu dengan KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya hingga akhir hayat di samping sebagai kakak iparnya.
Lalu Kiai Bisri berguru kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng selama 6 tahun. Beliau memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim.
Kemudian pada tahun 1912 sampai 1913, Kiai Bisri berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama KH Abdul Wahab Chasbullah. Di kota suci itu, mereka belajar kepada Syekh Muhammad Bakir Syekh Muhammad Said Yamani Syekh Ibrahim Madani, dan Syekh Al-Maliki. Juga kepada guru-guru Kiai Haji Hasyim Asy’ari, yaitu Kiai Haji Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Tremas.
Saat di Makkah, Kyai Bisri meminang adik dari KH Wahab Chasbullah yakni Nur Khodijah. Pascamenikah, keduanya tinggal dan menetap di Tambak Beras, Jombang. Mereka dikaruniai sembilan anak yang salah satunya yakni Sholihah. Kemudian Sholihah menikah dengan Kiai Wahid Hasyim yang juga merupakan ayah dari Mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bersama sang istri, KH. M. Bisri Syansuri mulai merintis pendirian pesantren di atas tanah milik pribadi yang terletak di Desa Denanyar pada tahun 1917. Sebelum adanya Pesantren Mambaul Maarif, Desa Denanyar merupakan “daerah hitam”.
Saat itu, warga di sana menjalani hidup tanpa mengindahkan kaidah moral dan ajaran Islam. Perjudian, perampokan, tindak kekerasan, perzinaan, dan perilaku maksiat lainnya menjadi pemandangan sehari-hari. Kondisi inilah yang justru menyemangati pasangan Kiai Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah dalam berdakwah.
Seiring bertambahnya waktu, pendekatan dakwah Kiai Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah semakin diminati masyarakat, khususnya kaum wanita. Mereka mulai terbuka pandangannya.
Masyarakat mulai memahami bahwa dalam ajaran Islam kedudukan wanita dimuliakan. Sejak saat itu, Pesantren Mambaul Maarif bukan hanya tempat kaum pria mendalami agama Islam, tetapi juga bagi kaum wanita. Dari situlah cikal bakal lahirnya Pondok Pesantren Putri Mambaul Maarif.
Dari perjalanan panjang tersebut, Khofifah mengatakan pengajuan gelar pahlawan nasional untuk Kiai Bisri sama sekali bukan kepentingan keluarga atau dzurriyat.
"Mereka yang pernah berkontribusi pada proses pengorbanan, perjuangan dan perjalanan bangsa punya jejak sejarah yang bisa dijadikan teladan. Saya tadi komunikasikan dengan Staf Khusus Menkopolhukam karena Pak Menkopolhukam adalah ketua dewan gelar. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana proses pengajuan tersebut dilakukan. Karena jika ada kekurangan dokumen, kami akan lengkapi,” ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Surabaya: Gubernur Jawa Timur,
Khofifah Indar Parawansa, mendukung pengajuan sosok KH. M. Bisri Syansuri sebagai
pahlawan nasional. Khofifah menilai Kiai Bisri memiliki jasa besar dalam perjuangan bangsa terutama saat resolusi jihad serta dalam memajukan
pendidikan pada kaum perempuan.
"Kepada dzuriyah Denanyar, saya secara khusus menyampaikan proses pengajuan KH. M. Bisri Syansuri menjadi pahlawan nasional, agar dimaksimalkan pemenuhan persyaratannya," kata Khofifah usai menghadiri Haul KH M Bisri Syansuri ke-44, Nyai Hj. Nur Khodijah ke-74 dan Harlah Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, Senin, 23 Januari 2023.
Khofifah menjelaskan Kiai Bisri pernah menjadi komandan dan membantu mengkomunikasikan gerakan Hizbullah dan Sabilillah, bersama para santri saat resolusi jihad yang merupakan sentral komando pergerakan pasukan. "Selain itu, beliau juga memiliki peran yang luar biasa dalam proses perjuangan bagi bangsa dan negara saat pra dan pasca kemerdekaan," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, KH. M. Bisri Syansuri adalah seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang lahir pada 18 September 1886 di Tayu, Pati, Jawa Tengah. Semasa kecil Bisri muda belajar pada KH Abd Salam, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih.
Di sana ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan agama. Usia 15 tahun, mulai belajar ilmu agama di luar tanah kelahirannya, pada kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu KH Kholil Kasingan Rembang dan KH Syu’aib Sarang Lasem.
Bisri muda juga berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah ia kemudian bertemu dengan KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya hingga akhir hayat di samping sebagai kakak iparnya.
Lalu Kiai Bisri berguru kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng selama 6 tahun. Beliau memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim.
Kemudian pada tahun 1912 sampai 1913, Kiai Bisri berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama KH Abdul Wahab Chasbullah. Di kota suci itu, mereka belajar kepada Syekh Muhammad Bakir Syekh Muhammad Said Yamani Syekh Ibrahim Madani, dan Syekh Al-Maliki. Juga kepada guru-guru Kiai Haji Hasyim Asy’ari, yaitu Kiai Haji Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Tremas.
Saat di Makkah, Kyai Bisri meminang adik dari KH Wahab Chasbullah yakni Nur Khodijah. Pascamenikah, keduanya tinggal dan menetap di Tambak Beras, Jombang. Mereka dikaruniai sembilan anak yang salah satunya yakni Sholihah. Kemudian Sholihah menikah dengan Kiai Wahid Hasyim yang juga merupakan ayah dari Mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bersama sang istri, KH. M. Bisri Syansuri mulai merintis pendirian pesantren di atas tanah milik pribadi yang terletak di Desa Denanyar pada tahun 1917. Sebelum adanya Pesantren Mambaul Maarif, Desa Denanyar merupakan “daerah hitam”.
Saat itu, warga di sana menjalani hidup tanpa mengindahkan kaidah moral dan ajaran Islam. Perjudian, perampokan, tindak kekerasan, perzinaan, dan perilaku maksiat lainnya menjadi pemandangan sehari-hari. Kondisi inilah yang justru menyemangati pasangan Kiai Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah dalam berdakwah.
Seiring bertambahnya waktu, pendekatan dakwah Kiai Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah semakin diminati masyarakat, khususnya kaum wanita. Mereka mulai terbuka pandangannya.
Masyarakat mulai memahami bahwa dalam ajaran Islam kedudukan wanita dimuliakan. Sejak saat itu, Pesantren Mambaul Maarif bukan hanya tempat kaum pria mendalami agama Islam, tetapi juga bagi kaum wanita. Dari situlah cikal bakal lahirnya Pondok Pesantren Putri Mambaul Maarif.
Dari perjalanan panjang tersebut, Khofifah mengatakan pengajuan gelar pahlawan nasional untuk Kiai Bisri sama sekali bukan kepentingan keluarga atau dzurriyat.
"Mereka yang pernah berkontribusi pada proses pengorbanan, perjuangan dan perjalanan bangsa punya jejak sejarah yang bisa dijadikan teladan. Saya tadi komunikasikan dengan Staf Khusus Menkopolhukam karena Pak Menkopolhukam adalah ketua dewan gelar. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana proses pengajuan tersebut dilakukan. Karena jika ada kekurangan dokumen, kami akan lengkapi,” ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)