"Masih sama, kita tidak naikan harga. Tapi gramasinya (berat) saya kurangi. Karena kami tidak ada untung kalau dengan harga tetap," jelas perajin tempe di Kampung Tempe Kedaung, Turipah, Selasa, 5 Januari 2021.
Menurut dia, kenaikan harga bahan kedelai hingga 30 persen, sangat menggerus keuntungan perajin tempe. Sehingga pihaknya harus mengurangi berat tempe.
"Siasatnya gramasinya kita kurangi," jelas dia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Demi Bertahan, Perajin Tempe di Malang Pilih Kecilkan Ukuran
Dia menyebutkan, penjualan tempe ke pasar - pasar dan pengecer langgananya tetap diburu setelah aksi mogok produksi pada awal Januari 2021. Dia bersyukur, tempe yang dibuat langsung habis terjual.
"Alhamdulillah langsung habis - habis terus. Karena harga kita juga tidak naik," ucap dia.
Turipah mengaku, satu papan tempe yang dia jual saat ini sama dengan sebelumnya. Yakni di kisaran Rp3 sampai 4 ribu per papan.
Turipah menerangkan, setiap hari memerlukan sekitar 100 kilogram kedelai untuk diolah menjadi tempe. Dia mengungkap, kini harus merogoh Rp930 ribu untuk 100 kilogram kedelai.
" Sebelumya kita beli 700 ribu perkarung, sekarang 930 ribu an, untuk satu karung 100 kilogram," jelas dia.
(LDS)