Karena Zakat, Janda di Tangsel Berdaya dan Mandiri
Farhan Dwitama • 30 Januari 2021 18:53
Tangerang: Menjadi orang tua tunggal bagi Palomita Juniarti, 16, tidak membuat Tatih, 51, putus semangat. Semejak kematian sang suami Arifin, 15 tahun silam. Warga miskin kelurahan Bakti Jaya, Tangerang Selatan, Banten, ini terus berjuang memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah putrinya sehari - hari.
"Setelah kepergian almarhum suami, 15 tahun yang lalu, saya berjualan. Jual apa saja, nasi uduk dan gorengan keliling kampung. Kalau ada tetangga minta tolong kerjaan rumah tangga juga saya sanggupi," jelas janda satu anak ditemui di rumahnya di RT04/01 Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Sabtu, 30 Januari 2021.
Dia bertekad, nasib jelek yang dialaminya tak menurun kepada putrinya yang saat ini duduk di bangku kelas 9 SMPN Negeri 20 Tangsel. Dengan semangat itu, dia rela mengorbankan seluruh tenaga mencari uang guna biaya pendidikan sang putri.
Baca: Baznas Dorong Optimalisasi Pengelolaan Zakat Nasional
"Kalau sekarang saya susah, saya engga mau anak saya nanti juga susah seperti saya begini. Asal anak bisa sekolah dan makan sehari -hari sudah cukup," ungkap penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) itu.
Tatih setiap malam rela memangkas waktu tidurnya dan bangun pukul 02.00 WIB. Rutinitas itu dilakukan selama 15 tahun belakangan untuk membuan nasi uduk dan gorengan, yang dijajakan keliling kampung selepas salat subuh.
"Kaya ada alarmnya badan saya, setiap hari pasti bangun antara jam 02.00 atau jam 02.30 WIB. Itu harus saya lakukan untuk memasak nasi uduk dan gorengan. Baru jam 06.00 lewat, saya keliling berjualan, sekitar sini saja," jelasnya.
Baca: Masyarakat Bisa Berzakat, Infak, dan Sedekah via Digital
Tak butuh waktu lama bagi Tatih untuk menjual nasi uduk dan gorengan buatannya. Dalam satu hingga dua jam, seluruh dagangannya dipastikan ludes terjual.
"Sehari alhamdulillah bisa bawa pulang 150 ribu. Untuk ongkos anak, biaya listrik, gas dan macam - macam cukup. Saya jualan juga enggak banyak dan engga jauh, tenaganya sudah enggak kuat," ungkap dia.
Dia mengaku, sekarang ini beban hidupnya tidak seberat sebelumnya. Apalagi saat itu, dia dirongrong rumahnya yang nayris ambruk. Karena tak ada biaya untuk melakukan perawatan atau perbaikan ,Tatih dan putrinya hanya bisa pasrah ketika ada angin dan hujan deras melanda.
"Untung tetangga sekitar masih pada perhatian sama saya. Akhirnya rumah saya diajukan program bedah rumah dari Baznas Tangsel tahun 2020 kemarin. Sekarang kondisi sudah baik. Engga kebocoran, sudah ada WCnya," jelas Tatih.
Kepala Bidang Pengumpulan Zakat, Baznas Tangsel, Muhamad Sartono, mengungkap besarnya potensi zakat di Tangerang Selatan. Dia mengaku, dana zakat yang dibayarkan masyarakat Tangsel, mampu memberdayakan masyarakat miskin (mustahiq) di Tangsel.
Baca: Baitul Mal Banda Aceh Salurkan Zakat Rp5,04 Miliar
"Kami ada beberapa program pemberdayaan seperti, Bantuan modal usaha, pemberdayaan ekonomi kreatif dan aktif, bantuan gerobak UKM, bedah rumah dan sebagainya," jelas dia
Sartono mengungkap, pengelolaan dana zakat di masa pandemi tahun 2020 mampu menggerakan ekonomi dan pelaku usaha kecil. Dia menerangkan, para penerima zakat mengaku dana yang diberikan masyarakat sangat bisa dirasakan manfaatnya.
"Apalagi kita juga menggulirkan berbagai program pemberdayaan bagi pelaku usaha warung kelontong kecil dan usaha gerobokan," jelasnya.
Baca: Wapres Dorong Pemberdayaan UMKM dan Optimalisasi Zakat
Dia mengungkap, total dari zakat fitrah yang dikelola sekitar Rp15 miliar dan zakat mal Rp6,7 miliar. Dia menyebut, potensi zakat warga Tangsel bisa lebih besar, karena mayoritas warga Tangsel, adalah umat Islam.
"Harapan besarnya, dari mustahiq (penerima zakat) menjadi muzaki (pemberi zakat) Jadi dia kami ajak berinfak. Dari hasil itu kita gulirkan lagi ke masyarakat ekonomi lemah lainnya," harapnya.
Tangerang: Menjadi orang tua tunggal bagi Palomita Juniarti, 16, tidak membuat Tatih, 51, putus semangat. Semejak kematian sang suami Arifin, 15 tahun silam. Warga miskin kelurahan Bakti Jaya, Tangerang Selatan, Banten, ini terus berjuang memenuhi
kebutuhan hidup dan biaya sekolah putrinya sehari - hari.
"Setelah kepergian almarhum suami, 15 tahun yang lalu, saya berjualan. Jual apa saja, nasi uduk dan gorengan keliling kampung. Kalau ada tetangga minta tolong kerjaan rumah tangga juga saya sanggupi," jelas janda satu anak ditemui di rumahnya di RT04/01 Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Sabtu, 30 Januari 2021.
Dia bertekad, nasib jelek yang dialaminya tak menurun kepada putrinya yang saat ini duduk di bangku kelas 9 SMPN Negeri 20 Tangsel. Dengan semangat itu, dia rela mengorbankan seluruh tenaga mencari uang guna biaya pendidikan sang putri.
Baca: Baznas Dorong Optimalisasi Pengelolaan Zakat Nasional
"Kalau sekarang saya susah, saya engga mau anak saya nanti juga susah seperti saya begini. Asal anak bisa sekolah dan makan sehari -hari sudah cukup," ungkap penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) itu.
Tatih setiap malam rela memangkas waktu tidurnya dan bangun pukul 02.00 WIB. Rutinitas itu dilakukan selama 15 tahun belakangan untuk membuan nasi uduk dan gorengan, yang dijajakan keliling kampung selepas salat subuh.
"Kaya ada alarmnya badan saya, setiap hari pasti bangun antara jam 02.00 atau jam 02.30 WIB. Itu harus saya lakukan untuk memasak nasi uduk dan gorengan. Baru jam 06.00 lewat, saya keliling berjualan, sekitar sini saja," jelasnya.
Baca: Masyarakat Bisa Berzakat, Infak, dan Sedekah via Digital
Tak butuh waktu lama bagi Tatih untuk menjual nasi uduk dan gorengan buatannya. Dalam satu hingga dua jam, seluruh dagangannya dipastikan ludes terjual.
"Sehari alhamdulillah bisa bawa pulang 150 ribu. Untuk ongkos anak, biaya listrik, gas dan macam - macam cukup. Saya jualan juga enggak banyak dan engga jauh, tenaganya sudah enggak kuat," ungkap dia.