Klaten: Warga Dukuh Bunder Jarakan, Desa Bandungan, Kecamatan Jatinom, Klaten, kesulitan mengakses air bersih. Mereka hanya bisa mengandalkan hujan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebab, di tempat tinggal mereka tidak ada satu pun mata air ditemukan. Dukuh Bunder Jarakan terletak ditenggara Gunung Merapi, tepatnya di ketinggian 1000 meter di atas permukaan air laut (mdpl).
Kondisi geologis di bawah permukaan tanah dukuh ini adalah bebatuan. Hal ini membuat pengeboran sumur tidak mungkin dilakukan.
“Jarak dari puncak Gunung Merapi dalam radius aman 15 kilometer. Namun, tidak ditemukan mata air. Selama ini warga sini mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar salah satu warga, Sunarno, Kamiss, 24 Maret 2022.
Wwarga Dukuh Bunder Jarakan pun membuat komunitas bernama Kandang Udan. Di sinilah warga bisa saling berbagi ilmu dan melakukan penelitian terkait penggunaan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Jadi, air yang sangat berharga ini nggak bakal mudah habis, khususnya di musim kemarau," ucap dia.
Baca: BRIN: Ancaman Ketersediaan Air Bersih Kian Nyata
Menariknya, kearifan lokal mengumpulkan air hujan di kedung atau danau kecil ini sudah dilakukan sejak dulu. Warga tinggal melanjutkan tradisi menjaga kedung tersebut agar tetap bisa menampung air yang dibutuhkan warga.
“Komunitas ini dinamai Kandang Udan karena ada danau kecil yang sudah ada sejak zaman embah-embah dulu,” ungkap Sunarno yang juga menjabat sebagai Presiden Kandang Udan.
Menyadari pentingnya keberadaan air, warga Dukuh Bunder Jarakan, juga merayakan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret. Mereka mementaskan Wayang Jantur dan kenduri bersama. Gelaran wayang ini bercerita tentang pentingnya menjaga alam, khususnya air.
Selain itu, warga juga menggelar tradisi Dandan Kedung yang berarti memperbaiki kedung tempat penampungan air hujan. Meski tak lazim, warga yakin keberadaan air hujan yang mereka konsumsi bisa memberikan manfaat kesehatan lebih besar.
“Ternyata jauh lebih murni, dan berkualitas daripada air dalam tanah. Sebab, kandungan material di air hujan jauh lebih sedikit dan lebih menyehatkan,” kata Sunarno.
Klaten: Warga Dukuh Bunder Jarakan, Desa Bandungan, Kecamatan Jatinom, Klaten, kesulitan mengakses
air bersih. Mereka hanya bisa mengandalkan
hujan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebab, di tempat tinggal mereka tidak ada satu pun mata air ditemukan. Dukuh Bunder Jarakan terletak ditenggara Gunung Merapi, tepatnya di ketinggian 1000 meter di atas permukaan air laut (mdpl).
Kondisi geologis di bawah permukaan tanah dukuh ini adalah bebatuan. Hal ini membuat pengeboran sumur tidak mungkin dilakukan.
“Jarak dari puncak Gunung Merapi dalam radius aman 15 kilometer. Namun, tidak ditemukan mata air. Selama ini warga sini mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar salah satu warga, Sunarno, Kamiss, 24 Maret 2022.
Wwarga Dukuh Bunder Jarakan pun membuat komunitas bernama Kandang Udan. Di sinilah warga bisa saling berbagi ilmu dan melakukan penelitian terkait penggunaan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Jadi, air yang sangat berharga ini nggak bakal mudah habis, khususnya di musim kemarau," ucap dia.
Baca:
BRIN: Ancaman Ketersediaan Air Bersih Kian Nyata
Menariknya, kearifan lokal mengumpulkan air hujan di kedung atau danau kecil ini sudah dilakukan sejak dulu. Warga tinggal melanjutkan tradisi menjaga kedung tersebut agar tetap bisa menampung air yang dibutuhkan warga.
“Komunitas ini dinamai Kandang Udan karena ada danau kecil yang sudah ada sejak zaman embah-embah dulu,” ungkap Sunarno yang juga menjabat sebagai Presiden Kandang Udan.
Menyadari pentingnya keberadaan air, warga Dukuh Bunder Jarakan, juga merayakan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret. Mereka mementaskan Wayang Jantur dan kenduri bersama. Gelaran wayang ini bercerita tentang pentingnya menjaga alam, khususnya air.
Selain itu, warga juga menggelar tradisi Dandan Kedung yang berarti memperbaiki kedung tempat penampungan air hujan. Meski tak lazim, warga yakin keberadaan air hujan yang mereka konsumsi bisa memberikan manfaat kesehatan lebih besar.
“Ternyata jauh lebih murni, dan berkualitas daripada air dalam tanah. Sebab, kandungan material di air hujan jauh lebih sedikit dan lebih menyehatkan,” kata Sunarno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)