ilustrasi Medcom.id
ilustrasi Medcom.id

Fitra: Dana Hibah Jatim Dikorupsi, Madura Tetap Jadi Kantong Kemiskinan

Al Abrar • 13 Januari 2023 23:00
Surabaya: Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jatim, Dakelan menyesalkan adanya kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur. Dana hibah itu sejatinya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
 
"Dana hibah Jatim besar, hampir Rp8 triliun yang dialokasikan. (Korupsi) tentu itu berdampak pada kualitas (program untuk menyejahterakan masyarakat) dan yang harusnya bisa dilakukan secara maksimal, tapi anggaran dipotong. Ya, paling tidak 20%-30% (yang dipotong) dari total itu," kata Dakelan, Jumat, 13 Januari 2023.
 
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 mencatat, Madura jadi kantong kemiskinan di Jatim. Bahkan ke-4 wilayahnya masuk 7 besar dari total 38 kabupaten/kota secara persentase. 

Di peringkat teratas dengan 237,23 ribu jiwa atau 23,76% dari total penduduknya. Kemudian, Bangkalan 215,97 ribu jiwa (21,57%), Sumenep 224,73 ribu jiwa (20,51%), dan Pamekasan di peringkat ketujuh dengan 137,12 ribu jiwa (15,3%). Keempat wilayah ini masuk 7 besar dari total 38 kabupaten/kota secara persentase. 
 
Baca: Kasus Suap Wakil Ketua DPRD Jatim Masih Sekadar Dana Hibah
 
Fitra Jatim berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan kasus dugaan suap dana hibah APBD Jatim untuk kelompok masyarakat (pokmas) oleh Sahat Tua menjadi momentum mengusut lebih jauh.
 
"Ya, KPK mudah-mudahan berani dan kasus ini jadi pintu masuk untuk melihat lebih dalam lagi," kata Cak Dakelan, sapaannya.
 
Fitra juga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk merombak sistem pengelolaan hibah. Disarankannya menggunakan sistem teknologi digital dan daring sehingga prosesnya lebih terbuka, seperti siapa penerima hibah dan besarannya.
 
"Karena modus hibah, menurut saya, ruang korupsinya itu ada pada pengawasan lemah saat proses pencairan ada model-modelnya, belum lagi kualitas kegiatan. Jadi, dari hulu hingga hilir lemah. Jadi, harus diperkuat pengawasan dan informasinya terbuka," paparnya.
 
Dana hibah yang tidak tepat sasaran ini diamini oleh Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. Dia mengungkapkan, banyak alokasi hibah pokmas APBD Jatim digelontorkan ke Madura. Namun, belum terasa manfaatnya hingga kini.
 
"Kalau dilihat dari asas manfaatnya, saya pikir, selama ini tidak terlalu signifikan. Salah satunya (buktinya karena) Madura ini tingkat kemiskinannya masih tinggi," ucapnya.
 
"Hasil survei BPS tahun 2022 ini (menyebutkan angka kemiskinan) turunnya juga tidak signifikan. Artinya, kalau banyak bantuan pokmas turun ke Madura, termasuk juga ke Sumenep, saya pikir, secara dampaknya masih belum begitu maksimal," imbuh dia.
 
Tokoh muda Madura ini berpendapat, hibah APBD Jatim belum terasa manfaatnya lantaran proses penyalurannya tidak diketahui pemda. Sebab, disalurkan langsung kepada pokmas via pemerintah desa (pemdes) setelah disetujui DPRD Jatim.
 
"Memang agak berbeda dengan program yang digelontorkan DPR RI/pusat, biasanya ada surat kementerian ke bupati. Lalu, program itu melekat di kementerian yang disalurkan ke daerah biasanya," ujarnya.
 
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak ditetapkan tersangka bersama tiga orang lain, yakni Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid, staf ahli Sahat, Rusdi, dan Koordinator Lapangan Pokok Masyarakat (Pokmas), Ilham Wahyudi.
 
Sahat diduga memanfaatkan jabatannya untuk membantu melancarkan pemberian dana hibah. Pihak yang mau dibantu wajib membuat kesepakatan pemberian uang muka atau disebut dengan ijon.
 
Abdul dan Ilham disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara itu Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan