Surabaya: Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi dalam sidang perkara pencabulan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi di PN Surabaya, Kamis, 25 Agustus 2022. Namun, Ketua Tim Pengacara Bechi, Gede Pasek Suardika, menyebut dua saksi yang dihadirkan terlalu dipaksakan dan tidak memenuhi syarat.
"Jadi, dua saksi yang dihadirkan jaksa ini terlalu memaksakan kesaksiannya, dan tidak qualified. Kedua saksi itu cenderung tidak memiliki kapasitas sebagai saksi, karena tidak mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa yang dimaksud dalam dakwaan," kata Gede.
Dua saksi yang dihadirkan jaksa itu antara lain, orang tua dari salah satu saksi sebelumnya dan kuasa hukum dari korban. Total saksi yang telah dihadirkan di persidangan menjadi sembilan orang.
Pasek menceritakan, saksi dari orang tua saksi sebelumnya, menjelaskan apa yang diceritakan oleh anaknya (saksi sebelumnya). Dalam perkara ini, saksi tersebut juga mengaku tidak mengenal korban, dan tidak mengetahui peristiwa tersebut secara langsung.
"Saksi adalah ortu dari saksi B (saksi sebelumnya). Lalu ortu dari saksi B ini kesaksiannya enggak kenal korban, enggak ada di lokasi, enggak tahu peristiwa tapi hanya dengar dari anaknya. Itu kesaksian pertama," ujarnya.
Kesaksian kedua, tambahnya, sebagai peristiwa yang belum pernah terjadi. Sebab, dalam kesaksian kedua ini, jaksa justru menghadirkan kuasa hukum dari korban atau pelapor.
"Kedua, ini mungkin belum pernah terjadi. Kesaksian di mana kuasa hukum korban harus hadir menjelaskan kasus untuk jadi saksi. Jadi kuasa hukum jadi saksi," katanya.
Ia lantas menjelaskan, jika saksi dari kuasa hukum korban ini bercerita tentang kejadian berdasarkan cerita dari korban. Namun, ia sendiri disebutnya mengaku tidak berada di lokasi kejadian.
"Yang diceritakan tidak punya nilai karena tidak ada di lokasi. Dia hanya kuasa hukum yang dengar dari cerita orang," ujarnya.
Ia menjelaskan, saksi itu seharusnya melihat, mendengar dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Sehingga, para saksi yang dihadirkan jaksa selama ini dianggapnya tidak berkualifikasi testimonium de audite. Sehingga, dalam perkara ini jaksa dianggapnya hanya mementingkan jumlah alias kuantitas saksi tanpa memperdulikan kualitas dari saksi dan terkesan dipaksakan.
"Cacatnya sudah sejak penyidikan dan terkesan dipaksakan untuk bisa P21. Saya mendengar dari sidang tadi sudah 7 sampai 9 kali bolak balik P19 antara penyidik ke JPU. Kalau sesuai aturan memang seharusnya SP3, kasihan juga JPU harus kerja keras akibat penyidikan yang amburadul dan penuh rekayasa," katanya.
Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Endang Tirtana menyatakan, bahwa keterangan para saksi yang dihadirkannya itu sudah sesuai dengan dakwaan. Sehingga, ia meyakini bahwa apa yang diterangkan oleh para saksi itu sudah mendukung.
"Saksi dari JPU sesuai dengan BAP yang diberi penyidik. (Kesaksian) Mendukung kami," ujarnya.
Surabaya: Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi dalam sidang perkara pencabulan terdakwa
Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi di PN Surabaya, Kamis, 25 Agustus 2022. Namun, Ketua Tim Pengacara Bechi, Gede Pasek Suardika, menyebut dua saksi yang dihadirkan terlalu dipaksakan dan tidak memenuhi syarat.
"Jadi,
dua saksi yang dihadirkan jaksa ini terlalu memaksakan kesaksiannya, dan tidak
qualified. Kedua saksi itu cenderung tidak memiliki kapasitas sebagai saksi, karena tidak mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa yang dimaksud dalam dakwaan," kata Gede.
Dua saksi yang dihadirkan jaksa itu antara lain, orang tua dari salah satu saksi sebelumnya dan kuasa hukum dari korban. Total saksi yang telah dihadirkan di
persidangan menjadi sembilan orang.
Pasek menceritakan, saksi dari orang tua saksi sebelumnya, menjelaskan apa yang diceritakan oleh anaknya (saksi sebelumnya). Dalam perkara ini, saksi tersebut juga mengaku tidak mengenal korban, dan tidak mengetahui peristiwa tersebut secara langsung.
"Saksi adalah ortu dari saksi B (saksi sebelumnya). Lalu ortu dari saksi B ini kesaksiannya enggak kenal korban, enggak ada di lokasi, enggak tahu peristiwa tapi hanya dengar dari anaknya. Itu kesaksian pertama," ujarnya.
Kesaksian kedua, tambahnya, sebagai peristiwa yang belum pernah terjadi. Sebab, dalam kesaksian kedua ini, jaksa justru menghadirkan kuasa hukum dari korban atau pelapor.
"Kedua, ini mungkin belum pernah terjadi. Kesaksian di mana kuasa hukum korban harus hadir menjelaskan kasus untuk jadi saksi. Jadi kuasa hukum jadi saksi," katanya.
Ia lantas menjelaskan, jika saksi dari kuasa hukum korban ini bercerita tentang kejadian berdasarkan cerita dari korban. Namun, ia sendiri disebutnya mengaku tidak berada di lokasi kejadian.
"Yang diceritakan tidak punya nilai karena tidak ada di lokasi. Dia hanya kuasa hukum yang dengar dari cerita orang," ujarnya.
Ia menjelaskan, saksi itu seharusnya melihat, mendengar dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Sehingga, para saksi yang dihadirkan jaksa selama ini dianggapnya tidak berkualifikasi
testimonium de audite. Sehingga, dalam perkara ini jaksa dianggapnya hanya mementingkan jumlah alias kuantitas saksi tanpa memperdulikan kualitas dari saksi dan terkesan dipaksakan.
"Cacatnya sudah sejak penyidikan dan terkesan dipaksakan untuk bisa P21. Saya mendengar dari sidang tadi sudah 7 sampai 9 kali bolak balik P19 antara penyidik ke JPU. Kalau sesuai aturan memang seharusnya SP3, kasihan juga JPU harus kerja keras akibat penyidikan yang amburadul dan penuh rekayasa," katanya.
Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Endang Tirtana menyatakan, bahwa keterangan para saksi yang dihadirkannya itu sudah sesuai dengan dakwaan. Sehingga, ia meyakini bahwa apa yang diterangkan oleh para saksi itu sudah mendukung.
"Saksi dari JPU sesuai dengan BAP yang diberi penyidik. (Kesaksian) Mendukung kami," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)