Ahli Kesehatan Hewan sekaligus peternak asal Nusa Tenggara Timur, Maria Geong, mengatakan hal tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit lebih luas.
"Tidak boleh ada keragu-raguan untuk melindungi sumber daya hayati yang memiliki manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang sangat tinggi," katanya di Kupang, Selasa, 10 Mei 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Guru Besar UGM Beberkan Gejala Ternak Terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku
Hal ini disampaikan usai menghadiri rapat koordinasi Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di kantor Karantina Hewan NTT.
Menurut dia acuan aturan untuk menutup wilayah dari daerah terjangkit kembali kepada otonomi daerah karena penyakit ini sangat infeksius dan wabah yang perlu diantisipasi.
Mantan Wakil Bupati Manggarai Barat itu mengatakan hal ini perlu dilakukan, karena NTT adalah daerah pemasok sapi. selain itu juga budaya dan adat istiadat di provinsi ini selalu dikaitkan dengan hewan ternak.
"Jangan sampai NTT sebagai plasma nutfah sapi onggol tertular dan punah jika terserang penyakit itu," jelas Maria.
PKM hewan ini sendiri tidak hanya bisa menyebar di sapi, tetapi juga di Babi, serta kambing dan kerbau. Sejumlah hewan itu bagian dari budaya dan sosial masyarakat di NTT.
"Jadi pengaruhnya akan sangat besar jika tertular di NTT. Karena hewan-hewan itu sering digunakan untuk keperluan peminangan, pernikahan hingga kedukaan," ungkap Maria.
Selain masalah budaya dan adat istiadat, PMK hewan ini juga dapat berparuh pada ekonomi mulai dari kenaikan harga susu, kenaikan harga daging sapi yang berujung pada panic selling.
Kini NTT sendiri masih bebas dari penyakit mulut dan kuku itu, karena itu pihak Karantina Hewan juga diharapkan bekerja maksimal dalam pencegahan itu.