Makassar: Mahasiswa yang berasal dari sejumlah universitas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, melakukan unjuk rasa dengan turun ke jalan. Dari pantauan, area terparah berada di Jalan Sultan Alauddin yang macet panjang akibat demo mahasiswa yang menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.
Ratusan massa atau pengunjuk rasa dari kampus hijau itu menutup dua jalur yang menghubungkan antara Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Massa aksi menahan mobil kargo untuk menutup jalan penghubung tersebut dan membakar ban.
"Jadi aksi ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah dan menolak perubahan Undang-Undang nomor 59," kata Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar, Ahmad Aidil Fahri, di lokasi, Selasa, 6 Oktober 2020.
Baca: Polres Cianjur Kawal Aksi Ribuan Buruh
Dia menjelaskan unjuk rasa ini sebagai bentuk penolakannya terhadap Undang-Undang Omnibus Law yang dinilai lebih mementingkan kepentingan para pemodal dan mengebiri hak masyarakat, khususnya buruh dan tani.
"Gerakan ini dalam rangka menolak dan menggagalkan Undang-undang Omnibus Law," jelasnya.
Selain di Jalan Alauddin, pengunjuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang Omnibus Law juga sebelumnya turun di Jalan Urip Sumoharjo. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus itu menegaskan bahwa Omnibus Law merenggut hak para buruh dan tani.
Mereka menilai Undang-Undang Omnibus Law akan mengurangi kesejahteraan para buruh. Di mana upah minimum kabupaten dan kota (UMK) ditiadakan dan disatukan ke upah minimum provinsi (UMP) sehingga hal itu dinilai merenggut hak otonomi daerah.
"PHK dipermudah dan cuti haid tidak lagi diatur padahal itu hak buruh perempuan," kata Juru Bicara Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan, Angga, di Depan Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar.
Makassar: Mahasiswa yang berasal dari sejumlah universitas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, melakukan unjuk rasa dengan turun ke jalan. Dari pantauan, area terparah berada di Jalan Sultan Alauddin yang macet panjang akibat demo mahasiswa yang menolak disahkannya
Undang-Undang Cipta Kerja.
Ratusan massa atau pengunjuk rasa dari kampus hijau itu menutup dua jalur yang menghubungkan antara Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Massa aksi menahan mobil kargo untuk menutup jalan penghubung tersebut dan membakar ban.
"Jadi aksi ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah dan menolak perubahan Undang-Undang nomor 59," kata Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar, Ahmad Aidil Fahri, di lokasi, Selasa, 6 Oktober 2020.
Baca:
Polres Cianjur Kawal Aksi Ribuan Buruh
Dia menjelaskan unjuk rasa ini sebagai bentuk penolakannya terhadap Undang-Undang Omnibus Law yang dinilai lebih mementingkan kepentingan para pemodal dan mengebiri hak masyarakat, khususnya buruh dan tani.
"Gerakan ini dalam rangka menolak dan menggagalkan Undang-undang Omnibus Law," jelasnya.
Selain di Jalan Alauddin, pengunjuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang Omnibus Law juga sebelumnya turun di Jalan Urip Sumoharjo. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus itu menegaskan bahwa Omnibus Law merenggut hak para buruh dan tani.
Mereka menilai Undang-Undang Omnibus Law akan mengurangi kesejahteraan para buruh. Di mana upah minimum kabupaten dan kota (UMK) ditiadakan dan disatukan ke upah minimum provinsi (UMP) sehingga hal itu dinilai merenggut hak otonomi daerah.
"PHK dipermudah dan cuti haid tidak lagi diatur padahal itu hak buruh perempuan," kata Juru Bicara Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan, Angga, di Depan Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)