Yogyakarta: Umbu Landu Parangi telah meninggalkan semua orang. Sastrawan berjuluk Presiden Malioboro ini meninggal pada Selasa pagi, 6 April 2021, di RS Mandara Sanur, Bali, pada usia 77 tahun.
Penyair Fauzi Absal, menceritakan Umbu Landu berkontribusi besar dalam perjalanan sastra di Yogyakarta dan nasional. Di Yogyakarta, Umbu Landu memakai Persada Studi Klub (PSK) di Malioboro untuk mengajarkan sastra.
"Muridnya ada sekitar 1.500-an. Saya salah satu dari 1.500-an orang itu. Enggak ada syarat formalitas untuk ikut belajar (dengan Umbu Landu)," kata Fauzi dihubungi Medcom.id di Yogyakarta, Selasa, 6 April 2021.
Bagi Fauzi, PSK itu sudah menjadi Kampus Malioboro untuk belajar kesusastraan dengan Umbu Landu. Ia pernah mengikuti aktivitas Umbu Landu saat sosialisasi puisi ke kampung-kampung.
Baca: Penyair Legendaris Umbu Landu Paranggi Meninggal
Fauzi juga pernah berkomunikasi langsung tentang puisinya dan dikomentari Umbu Landu. Menurut dia, Umbu Landu memberikan penilaian tidak terbuka.
"Umbu Landu itu memberikan penilaian catatan-catatan di kolom puisinya. Ia memberikan penilaian lewat tulisan-tulisan di kolomnya," ujar lelaki 70 tahun ini.
Menurut dia, karya sastra Umbu Landu memiliki gaya ucap tersendiri ketimbang lainnya. Ia menilai, karya sastra Umbu memiliki kekuatan dalam kondisi daerah asalnya, yakni Sumba Timur.
Baca: Wawan Wanisar, Aktor Pemeran Pierre Tendean Meninggal
Ia menyebut, karya sastra Umbu Landu berbeda dengan yang dihasilkan Goenawan Mohamad, almarhum Sapardi Djoko Damono, maupun Taufik Ismail. Terlepas dari aspek kualitas, Fauzi berpendapat, karya sastra Umbu Landu ada pada gaya, irama puisi, persenandungan, dan permainan kata.
Ia tak bisa membayangkan andai dunia sastra di Yogyakarta tanpa disertai Umbu Landu. Sebab, Umbu Landu mampu menghasilkan murid-murid semacam Emha Ainun Najib, almarhum Iman Budi Santosa, Linus Suryadi AG, hingga Korrie Layun Rampan.
"Saya tak bisa membayangkan Yogyakarta tanpa Umbu Landu Paranggi, mungkin tidak sesemarak tahun 70an (1970an). Tapi itu pemikiran utopis, dan bisa dibantah," ujarnya.
Yogyakarta: Umbu Landu Parangi telah meninggalkan semua orang.
Sastrawan berjuluk Presiden Malioboro ini meninggal pada Selasa pagi, 6 April 2021, di RS Mandara Sanur, Bali, pada usia 77 tahun.
Penyair Fauzi Absal, menceritakan Umbu Landu berkontribusi besar dalam perjalanan sastra di Yogyakarta dan nasional. Di Yogyakarta, Umbu Landu memakai Persada Studi Klub (PSK) di Malioboro untuk mengajarkan sastra.
"Muridnya ada sekitar 1.500-an. Saya salah satu dari 1.500-an orang itu. Enggak ada syarat formalitas untuk ikut belajar (dengan Umbu Landu)," kata Fauzi dihubungi Medcom.id di Yogyakarta, Selasa, 6 April 2021.
Bagi Fauzi, PSK itu sudah menjadi Kampus Malioboro untuk belajar kesusastraan dengan Umbu Landu. Ia pernah mengikuti aktivitas Umbu Landu saat sosialisasi puisi ke kampung-kampung.
Baca: Penyair Legendaris Umbu Landu Paranggi Meninggal
Fauzi juga pernah berkomunikasi langsung tentang puisinya dan dikomentari Umbu Landu. Menurut dia, Umbu Landu memberikan penilaian tidak terbuka.
"Umbu Landu itu memberikan penilaian catatan-catatan di kolom puisinya. Ia memberikan penilaian lewat tulisan-tulisan di kolomnya," ujar lelaki 70 tahun ini.
Menurut dia, karya sastra Umbu Landu memiliki gaya ucap tersendiri ketimbang lainnya. Ia menilai, karya sastra Umbu memiliki kekuatan dalam kondisi daerah asalnya, yakni Sumba Timur.
Baca: Wawan Wanisar, Aktor Pemeran Pierre Tendean Meninggal
Ia menyebut, karya sastra Umbu Landu berbeda dengan yang dihasilkan Goenawan Mohamad, almarhum Sapardi Djoko Damono, maupun Taufik Ismail. Terlepas dari aspek kualitas, Fauzi berpendapat, karya sastra Umbu Landu ada pada gaya, irama puisi, persenandungan, dan permainan kata.
Ia tak bisa membayangkan andai dunia sastra di Yogyakarta tanpa disertai Umbu Landu. Sebab, Umbu Landu mampu menghasilkan murid-murid semacam Emha Ainun Najib, almarhum Iman Budi Santosa, Linus Suryadi AG, hingga Korrie Layun Rampan.
"Saya tak bisa membayangkan Yogyakarta tanpa Umbu Landu Paranggi, mungkin tidak sesemarak tahun 70an (1970an). Tapi itu pemikiran utopis, dan bisa dibantah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)