Yogyakarta: Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kadarmanta Baskara Aji menyatakan akan menggunakan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh BPS untuk menetapkan UMP.
"Antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi, kita akan menggunakan pertumbuhan ekonomi karena angkanya lebih tinggi dari inflasi," kata dia, Rabu, 10 November 2021.
Menurutnya, pada sekitar 18, 19, atau 20 November 2021, laporan terkait UMP akan diserahkan ke Gubernur DIY. Penetapan UMP telah diatur rigid oleh kementerian. Pihaknya pun akan menyosialisasikan penetapan UMP agar tidak ada penolakan, baik dari buruh maupun pengusaha.
Sementara itu Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan menyatakan penetapan UMP/UMK 2022 harus mencapai Kebutuhan Hidup Layak.
Kedua, pihaknya menolak Penetapan UMP/UMK 2021 berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Baca juga: Dinas Kehutanan Bantah Bekas Kebakaran Gunung Arjuno Picu Banjir Bandang di Batu
"Sebagai akibat kebijakan upah murah yang menjadi primadona Pemerintah Pusat dan Pemda DIY, kembali terjadi defisit ekonomi yang harus ditanggung oleh buruh dan keluarganya," kata dia.
Permenaker 18/2020 tentang KHL, kata dia, memiskinkan. Permenaker yang baru memang menambah jumlah komponen KHL dari 60 jenis menjadi 64 jenis, tetapi secara kuantitas ada beberapa jenis KHL yang mengalami penurunan.
"Dengan kata lain, meskipun item KHL bertambah, buruh tetap miskin," ungkapnya.
Ia kemudian memberi contoh perbandingan hasil survey KHL berdasarkan Permenaker 18/2020 dan Permenaker 36/2012. Hasil Survey KHL 2021 dengan Permenkar 18/2020, KHL di Kota mencapai Rp2.800.054. Padahal, dengan hasil Survei 2021 Permenaker 36/2012 KHL di
Kota Yogyakarta mencapai Rp3.067.048.
"Dengan kata lain, KHL di Kota Yogyakarta turun mencapai Rp266.994 jika menggunakan Permenaker 18/2020," jelas Irsad.
Yogyakarta: Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kadarmanta Baskara Aji menyatakan akan menggunakan
pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh BPS untuk menetapkan UMP.
"Antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi, kita akan menggunakan pertumbuhan ekonomi karena angkanya lebih tinggi dari inflasi," kata dia, Rabu, 10 November 2021.
Menurutnya, pada sekitar 18, 19, atau 20 November 2021, laporan terkait UMP akan diserahkan ke Gubernur DIY. Penetapan UMP telah diatur rigid oleh kementerian. Pihaknya pun akan menyosialisasikan penetapan UMP agar tidak ada penolakan, baik dari buruh maupun pengusaha.
Sementara itu Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan menyatakan penetapan UMP/UMK 2022 harus mencapai Kebutuhan Hidup Layak.
Kedua, pihaknya menolak Penetapan UMP/UMK 2021 berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Baca juga:
Dinas Kehutanan Bantah Bekas Kebakaran Gunung Arjuno Picu Banjir Bandang di Batu
"Sebagai akibat kebijakan upah murah yang menjadi primadona Pemerintah Pusat dan Pemda DIY, kembali terjadi defisit ekonomi yang harus ditanggung oleh buruh dan keluarganya," kata dia.
Permenaker 18/2020 tentang KHL, kata dia, memiskinkan. Permenaker yang baru memang menambah jumlah komponen KHL dari 60 jenis menjadi 64 jenis, tetapi secara kuantitas ada beberapa jenis KHL yang mengalami penurunan.
"Dengan kata lain, meskipun item KHL bertambah, buruh tetap miskin," ungkapnya.
Ia kemudian memberi contoh perbandingan hasil survey KHL berdasarkan Permenaker 18/2020 dan Permenaker 36/2012. Hasil Survey KHL 2021 dengan Permenkar 18/2020, KHL di Kota mencapai Rp2.800.054. Padahal, dengan hasil Survei 2021 Permenaker 36/2012 KHL di
Kota Yogyakarta mencapai Rp3.067.048.
"Dengan kata lain, KHL di Kota Yogyakarta turun mencapai Rp266.994 jika menggunakan Permenaker 18/2020," jelas Irsad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)