Yogyakarta: Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Sleman, Yogyakarta membantah laporan eks napi yang menyebut adanya tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Pihak Lapas mengeklaim pembinaan kepada warga binaan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Semua kegiatan pembinaan dilakukan sesuai SOP secara proporsional dan terukur untuk peningkatan mental, fisik, dan disiplin. Hal ini tentunya agar terjadi perubahan sikap dan perilaku narapidana ke arah yang lebih baik," kata Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Sleman, Cahyo Dewanto, dalam keterangan tertulis, Selasa, 2 November 2021.
Baca: 325 Pelaku Kriminal di Jateng Ditangkap Dalam 20 Hari
Ia mengatakan informasi yang bersumber dari eks napi Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta soal pemukulan hingga kekerasan seksual merupakan hal di luar SOP. Ia menegaskan hal itu tak benar.
"Semua penerimaan narapidana maupun tahanan pun dilakukan secara terukur dan sesuai SOP serta protokol kesehatan covid-19," jelasnya.
Ada berbagai macam laporan tindak kekerasan yang disampaikan eks napi ke ombudsman pada Senin, 1 November 2021. Selain tindak kekerasan dan pelecehan seksual, juga ada napi yang dijebloskan ke sel kering selama beberapa waktu.
Menurut Cahyo, sel kering untuk napi itu dikunci pada pukul 17.00 WIB dan kuncinya diserahkan ke regu pengamanan. Ia mengatakan, kunci sel akan dibuka pada pukul 5.00 WIB.
Ia membantah keputusan memasukkan napi ke sel kering itu asal-asalan atau berdasarkan mencari-cari kesalahan. Ia mengatakan, hal itu melakukan hasil asesmen yang dilakukan terhadap napi.
"Kami pisahkan antara narapidana risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko minimum," ucapnya.
Ia mengungkapkan, eks narapidana bernama Vincentius Titih Gita Arupadatu yang lapor ke ombudaman, merupakan pindahan dari Rutan Kelas IIA Yogyakarta ke Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada 12 April 2021. Saat pindahan itu, kata dia, napi langsung diisolasi mandiri selama 14 hari dengan masa pengenalan lingkungan (mapenaling) selama satu bulan.
Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta disebut meniadakan kegiatan pemindahan kamar pada periode Juni hingga Agustus 2021 lantaran adanya penyebaran covid-19.
Vincentius kala itu dipindahkan ke Paviliun Cempaka dengan alasan memiliki komorbid atau penyakit bawaan, namun yang bersangkutan melakukan pelanggaran dan dipindahkan ke kamar risiko tinggi untuk mapenaling ulang.
"Vincentius telah bebas dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta melalui Cuti Bersyarat (CB) sejak 19 Oktober 2021 dan masih dalam proses pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan. Jadi sekali lagi saya tegaskan, tidak benar pernyataan yang bersangkutan bahwa tidak bisa mengurus CB," ucapnya.
Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, lanjutnya, melakukan seluruh kegiatan pembinaan narapidana ataupun tahanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Output dari kegiatan pembinaan itu diklaim membuat perubahan sikap/perilaku, mental, dan fisik bagi narapidana ataupun tahanan.
"Ini yang selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan," ujarnya.
Yogyakarta:
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Sleman, Yogyakarta membantah laporan eks napi yang menyebut adanya tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Pihak Lapas mengeklaim pembinaan kepada warga binaan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Semua kegiatan pembinaan dilakukan sesuai SOP secara proporsional dan terukur untuk peningkatan mental, fisik, dan disiplin. Hal ini tentunya agar terjadi perubahan sikap dan perilaku narapidana ke arah yang lebih baik," kata Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Sleman, Cahyo Dewanto, dalam keterangan tertulis, Selasa, 2 November 2021.
Baca:
325 Pelaku Kriminal di Jateng Ditangkap Dalam 20 Hari
Ia mengatakan informasi yang bersumber dari eks napi Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta soal pemukulan hingga kekerasan seksual merupakan hal di luar SOP. Ia menegaskan hal itu tak benar.
"Semua penerimaan narapidana maupun tahanan pun dilakukan secara terukur dan sesuai SOP serta protokol kesehatan covid-19," jelasnya.
Ada berbagai macam laporan tindak kekerasan yang disampaikan eks napi ke ombudsman pada Senin, 1 November 2021. Selain tindak kekerasan dan pelecehan seksual, juga ada napi yang dijebloskan ke sel kering selama beberapa waktu.
Menurut Cahyo, sel kering untuk napi itu dikunci pada pukul 17.00 WIB dan kuncinya diserahkan ke regu pengamanan. Ia mengatakan, kunci sel akan dibuka pada pukul 5.00 WIB.
Ia membantah keputusan memasukkan napi ke sel kering itu asal-asalan atau berdasarkan mencari-cari kesalahan. Ia mengatakan, hal itu melakukan hasil asesmen yang dilakukan terhadap napi.
"Kami pisahkan antara narapidana risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko minimum," ucapnya.
Ia mengungkapkan, eks narapidana bernama Vincentius Titih Gita Arupadatu yang lapor ke ombudaman, merupakan pindahan dari Rutan Kelas IIA Yogyakarta ke Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada 12 April 2021. Saat pindahan itu, kata dia, napi langsung diisolasi mandiri selama 14 hari dengan masa pengenalan lingkungan (mapenaling) selama satu bulan.
Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta disebut meniadakan kegiatan pemindahan kamar pada periode Juni hingga Agustus 2021 lantaran adanya penyebaran covid-19.
Vincentius kala itu dipindahkan ke Paviliun Cempaka dengan alasan memiliki komorbid atau penyakit bawaan, namun yang bersangkutan melakukan pelanggaran dan dipindahkan ke kamar risiko tinggi untuk mapenaling ulang.
"Vincentius telah bebas dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta melalui Cuti Bersyarat (CB) sejak 19 Oktober 2021 dan masih dalam proses pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan. Jadi sekali lagi saya tegaskan, tidak benar pernyataan yang bersangkutan bahwa tidak bisa mengurus CB," ucapnya.
Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, lanjutnya, melakukan seluruh kegiatan pembinaan narapidana ataupun tahanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Output dari kegiatan pembinaan itu diklaim membuat perubahan sikap/perilaku, mental, dan fisik bagi narapidana ataupun tahanan.
"Ini yang selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)