Serang: Aktivis dari Satya Peduli Banten, Sojo Dibacca, meminta Pemprov Banten mengkaji ulang keberadaan Klinik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diduga belum memiliki izin operasional.
Sojo menyebut pengelolaan fasilitas medis harus sesuai aturan karena menyangkut kesehatan orang.
"Di aturan disebutkan kriteria-kriteria. Di klinik DPRD Banten diduga selain izin, banyak yang dilanggar kriterianya. Saya mendesak Pj Gubernur Banten untuk segera mengevaluasi dan aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti persoalan ini," kata Sojo saat dikonfirmasi, Senin, 24 Juni 2024.
Menanggapi hal tersebut Kabag Umum dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Provinsi Banten, Ismail, beralasan situasi tersebut terjadi lantaran klinik bukan seperti fasilitas medis pada umumnya.
"Ya ini kan bukan seperti klinik. Klinik apa ya saya sebut? Klinik. Izin saja belum ada. Bukan tidak ada ya, namun belum. Untuk apoteker tidak ada. Karena stok obat yang ada ya obat-obat pada umumnya. Dokter di sini ada dua. Tapi jarang ke sini," kata Ismail saat dikonfirmasi.
Ismail menjelaskan pihaknya menyediakan praktik dokter umum, yaitu dr. Ari dan dr. Amarilis Sarah. Mengenai teknis pasien mendapatkan obat usai pemeriksaan petugas medis, Ismail tak bisa memaparkannya.
"Ya kalau resep dokter nanti dirujuk ke faskes terdekat seperti RSUD Banten. Kecuali kalau sakitnya yang standar-standar saja seperti batuk, pusing atau bagaimana? Untuk fasilitas lainnya di sini juga menyediakan ambulans. Tadinya ada dua namun yang satu sudah ditarik kembali karena itu milik Dinas Kesehatan Banten," ungkapnya.
Diketahui klinik tersebut mulai beroprasi dengan gedung baru yang bersebelahan dengan gedung DPRD Banten sejak Januari 2020. Fasilitas ini dibangun menyusul insiden salah satu anggota dewan yang tidak tertangani saat sakit akibat minimnya alat kesehatan.
Serang: Aktivis dari Satya Peduli Banten, Sojo Dibacca, meminta Pemprov Banten mengkaji ulang keberadaan
Klinik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diduga belum memiliki izin operasional.
Sojo menyebut pengelolaan fasilitas medis harus sesuai aturan karena menyangkut kesehatan orang.
"Di aturan disebutkan kriteria-kriteria. Di klinik DPRD Banten diduga selain izin, banyak yang dilanggar kriterianya. Saya mendesak Pj Gubernur Banten untuk segera mengevaluasi dan aparat penegak hukum untuk menindak lanjuti persoalan ini," kata Sojo saat dikonfirmasi, Senin, 24 Juni 2024.
Menanggapi hal tersebut Kabag Umum dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Provinsi Banten, Ismail, beralasan situasi tersebut terjadi lantaran klinik bukan seperti fasilitas medis pada umumnya.
"Ya ini kan bukan seperti klinik. Klinik apa ya saya sebut? Klinik. Izin saja belum ada. Bukan tidak ada ya, namun belum. Untuk apoteker tidak ada. Karena stok obat yang ada ya obat-obat pada umumnya. Dokter di sini ada dua. Tapi jarang ke sini," kata Ismail saat dikonfirmasi.
Ismail menjelaskan pihaknya menyediakan praktik dokter umum, yaitu dr. Ari dan dr. Amarilis Sarah. Mengenai teknis pasien mendapatkan obat usai pemeriksaan petugas medis, Ismail tak bisa memaparkannya.
"Ya kalau resep dokter nanti dirujuk ke faskes terdekat seperti RSUD Banten. Kecuali kalau sakitnya yang standar-standar saja seperti batuk, pusing atau bagaimana? Untuk fasilitas lainnya di sini juga menyediakan ambulans. Tadinya ada dua namun yang satu sudah ditarik kembali karena itu milik Dinas Kesehatan Banten," ungkapnya.
Diketahui klinik tersebut mulai beroprasi dengan gedung baru yang bersebelahan dengan gedung DPRD Banten sejak Januari 2020. Fasilitas ini dibangun menyusul insiden salah satu anggota dewan yang tidak tertangani saat sakit akibat minimnya alat kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)