Surabaya: Dokter gadungan bernama Susanto hanya dikenakan pasal 378 tentang penipuan, namun tak dijerat terkait UU ITE tentang pemalsuan data. Padahal, Susanto mengakui memalsukan data menggunakan identitas korbannya dr Anggi Yurikno.
Kasintel Kejari Tanjung Perak Surabaya, Jemmy Sandra, mengatakan pihaknya tak bisa serta merta mengenakan UU ITE pada Susanto. Alasannya, Kejari hanya betugas menyidangkan, dan menuntut Susanto berdasarkan berkas perkara yang diterima dari Polres Tanjung Perak Surabaya.
"Berkas penanganan perkara kan dari penyidik kepolisian ya, bukan dari kita. Jadi, kita melakukan tuntutan sesuai pasal yang ada di berkas yang kita terima," kata Jemmy, dikonfirmasi, Jumat, 15 September 2023.
Terkait kemungkinan Susanto dijerat UU ITE, Jemmy menegaskan bisa saja dilakukan. Asalkan ada laporan dari korban, seperti Anggi Yurikno, RS, hingga sejumlah pihak terkait.
"Tapi dalam UU ITE tentu pelapor yang dirugikan. Nah, laporan dari pihak PHC kan tidak ada laporan pencurian data, tapi hanya penipuan. Sementara dari korban dr Anggi juga tidak melaporkan," ujarnya.
Meski demikian, kata Jemmy, terdakwa Susanto bisa disidangkan kembali, jika ada laporan dari korban atau pihak lain. Sehingga bisa dijerat UU ITE.
"Kalau ada laporan dari pihak-pihak yang dirugikan, maka kita proses lagi yang bersangkutan terhadap hal itu," katanya.
Padahal, kata Jemmy, Susanto telah mengakui mengambil dan memalsukan data dari media sosial dr Anggi Yurikno. Baik mulai CV sampai identitas, foto dan lainnya.
Menolak Didampingi Pengacara
Di sisi lain, Susanto bakal menjalani persidangan seorang diri pada sidang tuntutan Senin, 18 September 2023. Pasalnya, pria lulusan SMA itu menolak didampingi kuasa hukum.
"Jadi, yang bersangkutan ini sejak awal proses hukum hingga persidangan, memang tak mau didampingi oleh pengacara," kata Jemmy Sandra.
Jemmy mengaku tak mengetahui apa alasan Susanto ogah didampingi pengacara. Padahal, kata dia, ketika masuk masa persidangan, sebagaimana hak terdakwa, ia dapat didampingi oleh pengacara.
"Saya kurang tahu alasannya kenapa tidak mau didampingi pengacara. Yang jelas ia tidak menggunakan haknya didampingi pengacara," katanya.
Sementara pengacara fasilitas dari negara, Jemmy menyebut tidak bisa lantaran ancaman yang dikenakan pada Susanto di bawah lima tahun. "Kalau pengacara yang disiapkan negara itu, perkara yang ancamannya minimal lima tahun," ujarnya.
Seperti diketahui, meski hanya lulusan pendidikan sekolah menengah atas (SMA), Susanto ternyata cukup percaya diri menjadi seorang dokter. Bahkan karena kelihaiannya menyaru, ia sempat dipercaya menjadi seorang dokter di PT Pelindo Husada Citra (PT PHC) yang memiliki RS dan klinik PHC.
Bukan tanpa modal, modus Suyanto mengelabuhi rumah sakit ternyata bermodalkan identitas palsu seorang dokter asli. Identitas dokter tersebut, ternyata berasal seorang dokter asal Bandung bernama dokter Anggi Yurikno.
Lantas, dari mana ia bisa mendapatkan identitas dokter Anggi? Susanto ternyata cukup melek teknologi. Ia mendapatkan identitas dokter tersebut dari media sosial (medsos).
Perkara ini sendiri berawal saat PT PHC Surabaya membuka lowongan pekerjaan untuk mengisi posisi tenaga layanan klinik sebagai Dokter First Aid pada 30 April 2020 silam. Susanto kemudian melamar dengan berkas dan identitas palsu.
Berkas dr Anggi yang dicuri antara lain Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, Kartu Tanda Penduduk dan Sertifikat Hiperkes. Susanto mengubah foto pada dokumen-dokumen itu tanpa mengganti isinya. Proses perekrutan hingga interview dilakukan secara daring karena saat itu masih dalam masa pandemi covid-19.
Upaya penipuan Susanto pun berhasil. Dia kemudian dihubungi oleh PT PHC untuk menjalani sesi wawancara daring pada 13 Mei 2020 bersama calon karyawan lainnya. Hingga akhirnya, Susanto diterima bekerja sebagai dokter. Dia diterima sebagai dokter Hiperkes Fulltimer di PHC Clinic dan ditugaskan di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu sejak 15 Juni 2020 hingga 31 Desember 2022.
Susanto mengklaim mendapatkan upah hingga Rp7,5 juta per bulan, termasuk tunjangan lain dari PT PHC Surabaya. Aksi ini membuat PT PHC Surabaya rugi hingga Rp262 juta. Tindakan penipuan Susanto ini berlangsung hampir sepertiga dari masa kontraknya, yaitu selama dua tahun.
Surabaya:
Dokter gadungan bernama Susanto hanya dikenakan pasal 378 tentang penipuan, namun tak dijerat terkait UU ITE tentang pemalsuan data. Padahal, Susanto mengakui memalsukan data menggunakan identitas korbannya dr Anggi Yurikno.
Kasintel Kejari Tanjung Perak Surabaya, Jemmy Sandra, mengatakan pihaknya tak bisa serta merta mengenakan
UU ITE pada Susanto. Alasannya, Kejari hanya betugas menyidangkan, dan menuntut Susanto berdasarkan berkas perkara yang diterima dari Polres Tanjung Perak Surabaya.
"Berkas penanganan perkara kan dari penyidik kepolisian ya, bukan dari kita. Jadi, kita melakukan tuntutan sesuai pasal yang ada di berkas yang kita terima," kata Jemmy, dikonfirmasi, Jumat, 15 September 2023.
Terkait kemungkinan Susanto dijerat UU ITE, Jemmy menegaskan bisa saja dilakukan. Asalkan ada laporan dari korban,
seperti Anggi Yurikno, RS, hingga sejumlah pihak terkait.
"Tapi dalam UU ITE tentu pelapor yang dirugikan. Nah, laporan dari pihak PHC kan tidak ada laporan pencurian data, tapi hanya penipuan. Sementara dari korban dr Anggi juga tidak melaporkan," ujarnya.
Meski demikian, kata Jemmy, terdakwa Susanto bisa disidangkan kembali, jika ada laporan dari korban atau pihak lain. Sehingga bisa dijerat UU ITE.
"Kalau ada laporan dari pihak-pihak yang dirugikan, maka kita proses lagi yang bersangkutan terhadap hal itu," katanya.
Padahal, kata Jemmy, Susanto telah mengakui mengambil dan memalsukan data dari media sosial dr Anggi Yurikno. Baik mulai CV sampai identitas, foto dan lainnya.
Menolak Didampingi Pengacara
Di sisi lain, Susanto bakal menjalani persidangan seorang diri pada sidang tuntutan Senin, 18 September 2023. Pasalnya, pria lulusan SMA itu menolak didampingi kuasa hukum.
"Jadi, yang bersangkutan ini sejak awal proses hukum hingga persidangan, memang tak mau didampingi oleh pengacara," kata Jemmy Sandra.
Jemmy mengaku tak mengetahui apa alasan Susanto ogah didampingi pengacara. Padahal, kata dia, ketika masuk masa persidangan, sebagaimana hak terdakwa, ia dapat didampingi oleh pengacara.
"Saya kurang tahu alasannya kenapa tidak mau didampingi pengacara. Yang jelas ia tidak menggunakan haknya didampingi pengacara," katanya.
Sementara pengacara fasilitas dari negara, Jemmy menyebut tidak bisa lantaran ancaman yang dikenakan pada Susanto di bawah lima tahun. "Kalau pengacara yang disiapkan negara itu, perkara yang ancamannya minimal lima tahun," ujarnya.
Seperti diketahui, meski hanya lulusan pendidikan sekolah menengah atas (SMA), Susanto ternyata cukup percaya diri menjadi seorang dokter. Bahkan karena kelihaiannya menyaru, ia sempat dipercaya menjadi seorang dokter di PT Pelindo Husada Citra (PT PHC) yang memiliki RS dan klinik PHC.
Bukan tanpa modal, modus Suyanto mengelabuhi rumah sakit ternyata bermodalkan identitas palsu seorang dokter asli. Identitas dokter tersebut, ternyata berasal seorang dokter asal Bandung bernama dokter Anggi Yurikno.
Lantas, dari mana ia bisa mendapatkan identitas dokter Anggi? Susanto ternyata cukup melek teknologi. Ia mendapatkan identitas dokter tersebut dari media sosial (medsos).
Perkara ini sendiri berawal saat PT PHC Surabaya membuka lowongan pekerjaan untuk mengisi posisi tenaga layanan klinik sebagai Dokter First Aid pada 30 April 2020 silam. Susanto kemudian melamar dengan berkas dan identitas palsu.
Berkas dr Anggi yang dicuri antara lain Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, Kartu Tanda Penduduk dan Sertifikat Hiperkes. Susanto mengubah foto pada dokumen-dokumen itu tanpa mengganti isinya. Proses perekrutan hingga interview dilakukan secara daring karena saat itu masih dalam masa pandemi covid-19.
Upaya penipuan Susanto pun berhasil. Dia kemudian dihubungi oleh PT PHC untuk menjalani sesi wawancara daring pada 13 Mei 2020 bersama calon karyawan lainnya. Hingga akhirnya, Susanto diterima bekerja sebagai dokter. Dia diterima sebagai dokter Hiperkes Fulltimer di PHC Clinic dan ditugaskan di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu sejak 15 Juni 2020 hingga 31 Desember 2022.
Susanto mengklaim mendapatkan upah hingga Rp7,5 juta per bulan, termasuk tunjangan lain dari PT PHC Surabaya. Aksi ini membuat PT PHC Surabaya rugi hingga Rp262 juta. Tindakan penipuan Susanto ini berlangsung hampir sepertiga dari masa kontraknya, yaitu selama dua tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)