Surabaya: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya belum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), terkait vonis bebas Ronald Tannur atas dakwaan pembunuhan. Pasalnya kejaksaan sampai saat ini belum menerima salinan perkara dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Upaya kasasi pasti kita tempuh, tapi kami belum menerima salinan putusan, sebagai salah satu syarat untuk mengajukan kasasi," kata Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati, Selasa, 30 Juli 2024.
Mia mempertanyakan kenapa PN Surabaya belum mengirimkan salinan putusan perkara Ronald Tannur. Padahal, kata dia, pihaknya telah selesai menyusun dan menyiapkan memori kasasi.
"Hingga saat ini kami belum menerima salinan putusan (dari PN Surabaya). Padahal Kejari Surabaya telah selesai menyusun memori kasasi tersebut," jelasnya.
Kasi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana, yang juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Ronald mengatakan kasasi sesuai tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan majelis hakim. Namun Kejari Surabaya belum menerima salinan putusan dari PN Surabaya.
"Kami nanti akan membuat pernyataan kasasi secara tertulis (ke PN Surabaya) dalam bentuk form. Karena perhomohoan kasasi ini hanya bisa diajukan satu kali berdasarkan Undang-Undang No 14/1985 tentang Mahkamah Agung," katanya.
Ada tiga poin utama yang menjadi dasar pengajuan kasasi oleh kejaksaan dalam perkara Ronald Tannur. Pertama, pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan. Kedua, pengadilan salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
"Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk diketahui, dan JPU sebelumnya mengajukan tuntutan kepada terdakwa Ronald Tannur 12 tahun penjara atas perbuatannya," katanya.
Putu mengatakan JPU sudah melaksanakan tugas secara optimal dalam melakukan tuntutan dengan dasar dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Kami secara lengkap dalam tuntutan sudah memasang pasal yang dikenakan terhadap terdakwa, bahkan dengan dakwaan berlapis. Pertama itu pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, lalu pasal 351 ayat 3 penganiayaan menyebabkan korban meninggal. Kemudian pasal 359 kelalaian yang mengakibatkan meninggal dunia. Kemudian pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan,” katanya.
"Tapi empat lapis pasal yang sudah kami dakwakan, dan tentunya pada saat tuntutan itu kami buktikan pasal 338 tentang pembunuhan,” tambahnya.
Meski demikian, lanjutnya, majelis hakim memutuskan terdakwa bebas atas dakwaan pembunuhan. Pertimbangan hakim, kata Putu, pertama yaitu tidak ada satu pun saksi yang mengetahui adanya atau akibat dari meninggalnya korban.
Kedua meninggalnya korban karena pengaruh alkohol yang ada di dalam lambung. Padahal, dalam persidangan, JPU sudah menyajikan bukti-bukti berupa visum et repertum atau alat bukti yang sah dari ahli forensik, yang menyatakan bahwa korban memiliki luka memar, dan di dalam organ tubuh korban tepatnya di bagian hati ada luka yang disebabkan oleh benda tumpul.
"Kami juga telah memperlihatkan foto hasil autopsi adanya bekas lindasan kendaraan yang ada di tubuh korban. Begitu juga dengan video yang memperlihatkan korban datang bersama pelaku di lokasi penganiayaan, serta adanya bukti pemukulan menggunakan botol oleh pelaku saat terjadi cekcok di parkiran atau lokasi," jelasnya.
Namun hakim mengabaikan semua bukti-bukti, dan keterangan saksi. Harusnya majelis hakim dapat mempertimbangkan bukti-bukti tersebut, sebelum memvonis bebas Ronald Tannur.
"Dengan adanya bukti-bukti tersebut walaupun tidak ada yang melihat, adanya CCTV, bekas-bekas luka di tubuh korban itu, seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk dapat membuktikan minimal adanya penganiayaan oleh terdakwa terhadap korban. Dan kami sangat yakin kasasi akan diterima oleh MA," uarnya.
Surabaya: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya belum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), terkait vonis bebas Ronald Tannur atas dakwaan
pembunuhan. Pasalnya kejaksaan sampai saat ini belum menerima salinan perkara dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Upaya kasasi pasti kita tempuh, tapi kami belum menerima salinan putusan, sebagai salah satu syarat untuk mengajukan kasasi," kata Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati, Selasa, 30 Juli 2024.
Mia mempertanyakan kenapa PN Surabaya belum mengirimkan salinan putusan perkara Ronald Tannur. Padahal, kata dia, pihaknya telah selesai menyusun dan menyiapkan memori kasasi.
"Hingga saat ini kami belum menerima salinan putusan (dari PN Surabaya). Padahal Kejari Surabaya telah selesai menyusun memori kasasi tersebut," jelasnya.
Kasi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana, yang juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Ronald mengatakan kasasi sesuai tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan majelis hakim. Namun Kejari Surabaya belum menerima salinan putusan dari PN Surabaya.
"Kami nanti akan membuat pernyataan kasasi secara tertulis (ke PN Surabaya) dalam bentuk form. Karena perhomohoan kasasi ini hanya bisa diajukan satu kali berdasarkan Undang-Undang No 14/1985 tentang Mahkamah Agung," katanya.
Ada tiga poin utama yang menjadi dasar pengajuan kasasi oleh kejaksaan dalam perkara Ronald Tannur. Pertama, pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan. Kedua, pengadilan salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
"Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk diketahui, dan JPU sebelumnya mengajukan tuntutan kepada terdakwa Ronald Tannur 12 tahun penjara atas perbuatannya," katanya.
Putu mengatakan JPU sudah melaksanakan tugas secara optimal dalam melakukan tuntutan dengan dasar dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Kami secara lengkap dalam tuntutan sudah memasang pasal yang dikenakan terhadap terdakwa, bahkan dengan dakwaan berlapis. Pertama itu pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, lalu pasal 351 ayat 3 penganiayaan menyebabkan korban meninggal. Kemudian pasal 359 kelalaian yang mengakibatkan meninggal dunia. Kemudian pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan,” katanya.
"Tapi empat lapis pasal yang sudah kami dakwakan, dan tentunya pada saat tuntutan itu kami buktikan pasal 338 tentang pembunuhan,” tambahnya.
Meski demikian, lanjutnya, majelis hakim memutuskan terdakwa bebas atas dakwaan pembunuhan. Pertimbangan hakim, kata Putu, pertama yaitu tidak ada satu pun saksi yang mengetahui adanya atau akibat dari meninggalnya korban.
Kedua meninggalnya korban karena pengaruh alkohol yang ada di dalam lambung. Padahal, dalam persidangan, JPU sudah menyajikan bukti-bukti berupa visum et repertum atau alat bukti yang sah dari ahli forensik, yang menyatakan bahwa korban memiliki luka memar, dan di dalam organ tubuh korban tepatnya di bagian hati ada luka yang disebabkan oleh benda tumpul.
"Kami juga telah memperlihatkan foto hasil autopsi adanya bekas lindasan kendaraan yang ada di tubuh korban. Begitu juga dengan video yang memperlihatkan korban datang bersama pelaku di lokasi penganiayaan, serta adanya bukti pemukulan menggunakan botol oleh pelaku saat terjadi cekcok di parkiran atau lokasi," jelasnya.
Namun hakim mengabaikan semua bukti-bukti, dan keterangan saksi. Harusnya majelis hakim dapat mempertimbangkan bukti-bukti tersebut, sebelum memvonis bebas Ronald Tannur.
"Dengan adanya bukti-bukti tersebut walaupun tidak ada yang melihat, adanya CCTV, bekas-bekas luka di tubuh korban itu, seharusnya menjadi pertimbangan hakim untuk dapat membuktikan minimal adanya penganiayaan oleh terdakwa terhadap korban. Dan kami sangat yakin kasasi akan diterima oleh MA," uarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)