Surabaya: Rasio tracing kontak erat covid-19 di Jawa Timur (Jatim) masih tendah. Sinyal internet yang tak merata dan kecakapan digital masyarakat yang belum maksimal adalah kendala terbesar.
Ketua Rumpun Tracing Satgas Penanganan Covid-19 Jatim, Kohar Hari Santoso, mengungkapkan ada dua cara tracing, yakni melalui aplikasi Silacak dan langsung datang ke lokasi. Namun, cara pertama tak mudah dilakukan.
"Pertama dari jumlah penduduk, kemudian masalah akses terhadap sinyal, karena di tempat seperti pegunungan itu handphone jadi tidak berguna karena sulitnya sinyal," kata Kohar, dikonfirmasi, Sabtu, 31 Juli 2021.
Ia membandingkan dengan kota-kota besar seperti Surabaya dan Malang yang memiliki sinyal stabil dan masyarakat sudah akrab dengan dunia digital. Sedangkan, masyarakat di pedesaan, khususnya di pegunungan, kurang familiar dan sulit sinyal.
"Jadi memang kendalanya cara pertama pelaksanaan tracing, yang mengandalkan penggunaan gawai dan internet," simpul Kohar.
Baca: Khofifah Akui Tracing di Jatim Lemah, Ini Alasannya
Untuk cara kedua, pihaknya biasanya sekalian melakukan tes antigen pada kontak erat pasien positif covid-19. Salah satu kendalanya adalah kekhawatiran tentang risiko penularan terhadap para tracer.
"Kendala utama pelaksanaan tracing adalah jumlah penduduk di Jatim sangat banyak," tutur Kohar.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penelusuran kontak erat pasien covid-19 atau tracing di Jatim masuk kategori rendah. Rata-rata tingkat tracing di Jatim masih di angka 1:4. Artinya, ketika ada satu pasien terkonfirmasi positif, dilakukan pelacakan kontak erat terhadap empat orang.
Surabaya: Rasio
tracing kontak erat
covid-19 di Jawa Timur (Jatim) masih tendah.
Sinyal internet yang tak merata dan kecakapan digital masyarakat yang belum maksimal adalah kendala terbesar.
Ketua Rumpun Tracing Satgas Penanganan Covid-19 Jatim, Kohar Hari Santoso, mengungkapkan ada dua cara
tracing, yakni melalui aplikasi Silacak dan langsung datang ke lokasi. Namun, cara pertama tak mudah dilakukan.
"Pertama dari jumlah penduduk, kemudian masalah akses terhadap sinyal, karena di tempat seperti pegunungan itu
handphone jadi tidak berguna karena sulitnya sinyal," kata Kohar, dikonfirmasi, Sabtu, 31 Juli 2021.
Ia membandingkan dengan kota-kota besar seperti Surabaya dan Malang yang memiliki sinyal stabil dan masyarakat sudah akrab dengan dunia digital. Sedangkan, masyarakat di pedesaan, khususnya di pegunungan, kurang familiar dan sulit sinyal.
"Jadi memang kendalanya cara pertama pelaksanaan
tracing, yang mengandalkan penggunaan gawai dan internet," simpul Kohar.
Baca:
Khofifah Akui Tracing di Jatim Lemah, Ini Alasannya
Untuk cara kedua, pihaknya biasanya sekalian melakukan tes antigen pada kontak erat pasien positif covid-19. Salah satu kendalanya adalah kekhawatiran tentang risiko penularan terhadap para
tracer.
"Kendala utama pelaksanaan
tracing adalah jumlah penduduk di Jatim sangat banyak," tutur Kohar.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penelusuran kontak erat pasien covid-19 atau
tracing di Jatim masuk kategori rendah. Rata-rata tingkat
tracing di Jatim masih di angka 1:4. Artinya, ketika ada satu pasien terkonfirmasi positif, dilakukan pelacakan kontak erat terhadap empat orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SYN)