Menyandang Kota Layak Anak, Surabaya Masih Marak Kasus Prostitusi
Antara • 03 Februari 2022 12:25
Surabaya: Kasus eksploitasi seksual pada anak di bawah umur melalui prostitusi daring di Kota Surabaya, Jawa Timur, menuai sorotan. Pasalnya, Surabaya dikenal sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Ketua Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Khusnul Khotimah mengatakan pihaknya menyayangkan kasus itu terjadi di Surabaya. Predikat KLA diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
"Kasus itu tidak akan terjadi jika semua pihak berkomitmen dalam pemenuhan hak-hak serta perlindungan terhadap anak. Mulai dari Pemkot Surabaya, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya," kata Khusnul dilansir dari Antara, Kamis, 3 Februari 2022.
Polisi telah menggerebek praktik prositusi daring di komplek Rusun Romokalisari, Surabaya. Pelaku menawarkan anak di bawah umur untuk melayani pria hidung belang.
Pelaku berinisial ST menjual korban dengan tarif Rp250 ribu. Kemudian pelaku mengambil untung Rp50 ribu.
"Saya sangat geram dengan munculnya kasus eksploitasi seksual melalui prostitusi daring ini. Apalagi korbannya masih anak-anak di bawah umur. Saya tidak tahu, apakah Pemkot Surabaya terlena dengan predikat Kota Layak Anak yang sudah diberikan, atau memang tidak perhatian," ujar Khusnul.
Atas kejadian itu, anggota Komisi D berkunjung langsung ke lokasi dan meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya menjemput anak tersebut. Korban langsung dibawa ke shelter milik Pemkot Surabaya.
"Ini agar korban yang masih berusia 15 tahun ini merasa aman dan nyaman hingga proses pemeriksaan selesai," ujar Khusnul.
Baca: Panti Pijat Plus-plus Digerebek Warga, Dipancing lewat MiChat
Khusnul mengatakan korban mengalami depresi berat. Ia tidak mau makan dan merasa lingkungannya telah mencibir dan mengucilkannya.
"jika dia tetap tinggal di Rusun Romokalisari akan berdampak buruk bagi psikologinya dan bisa berbuat hal-hal yang nekat," ujarnya.
Sembari menunggu disahkannya Rancangan Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Khusnul meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, DP3A-PPKB, dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial, camat hingga lurah berkolaborasi dengan para Non-Governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Tujuannya, agar kasus-kasus seperti ini bisa dicegah dan ditangani secara cepat, memberikan perlindungan, rasa aman, dan nyaman terhadap anak-anak di Surabaya. Bisa jadi masih banyak kasus serupa yang luput dari pantauan.
"Saya kira perlu pula kepada masing-masing dinas, lurah, camat untuk berkolaborasi dengan NGO atau kelompok masyarakat, akademisi yang memang memahami persoalan untuk duduk bersama menterjemahkan konsep Surabaya layak anak ke dalam tupoksi kerjanya masing-masing," katanya.
Surabaya: Kasus eksploitasi seksual pada anak di bawah umur melalui prostitusi daring di Kota Surabaya, Jawa Timur, menuai sorotan. Pasalnya, Surabaya dikenal sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Ketua Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Khusnul Khotimah mengatakan pihaknya menyayangkan kasus itu terjadi di Surabaya. Predikat KLA diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
"Kasus itu tidak akan terjadi jika semua pihak berkomitmen dalam pemenuhan hak-hak serta perlindungan terhadap anak. Mulai dari Pemkot Surabaya, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya," kata Khusnul dilansir dari
Antara, Kamis, 3 Februari 2022.
Polisi telah menggerebek praktik prositusi daring di komplek Rusun Romokalisari, Surabaya. Pelaku menawarkan anak di bawah umur untuk melayani pria hidung belang.
Pelaku berinisial ST menjual korban dengan tarif Rp250 ribu. Kemudian pelaku mengambil untung Rp50 ribu.
"Saya sangat geram dengan munculnya kasus eksploitasi seksual melalui prostitusi daring ini. Apalagi korbannya masih anak-anak di bawah umur. Saya tidak tahu, apakah Pemkot Surabaya terlena dengan predikat Kota Layak Anak yang sudah diberikan, atau memang tidak perhatian," ujar Khusnul.
Atas kejadian itu, anggota Komisi D berkunjung langsung ke lokasi dan meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya menjemput anak tersebut. Korban langsung dibawa ke shelter milik Pemkot Surabaya.
"Ini agar korban yang masih berusia 15 tahun ini merasa aman dan nyaman hingga proses pemeriksaan selesai," ujar Khusnul.
Baca: Panti Pijat Plus-plus Digerebek Warga, Dipancing lewat MiChat
Khusnul mengatakan korban mengalami depresi berat. Ia tidak mau makan dan merasa lingkungannya telah mencibir dan mengucilkannya.
"jika dia tetap tinggal di Rusun Romokalisari akan berdampak buruk bagi psikologinya dan bisa berbuat hal-hal yang nekat," ujarnya.
Sembari menunggu disahkannya Rancangan Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Khusnul meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, DP3A-PPKB, dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial, camat hingga lurah berkolaborasi dengan para Non-Governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Tujuannya, agar kasus-kasus seperti ini bisa dicegah dan ditangani secara cepat, memberikan perlindungan, rasa aman, dan nyaman terhadap anak-anak di Surabaya. Bisa jadi masih banyak kasus serupa yang luput dari pantauan.
"Saya kira perlu pula kepada masing-masing dinas, lurah, camat untuk berkolaborasi dengan NGO atau kelompok masyarakat, akademisi yang memang memahami persoalan untuk duduk bersama menterjemahkan konsep Surabaya layak anak ke dalam tupoksi kerjanya masing-masing," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)