Gunungkidul: Warga di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta mewaspadai ancaman leptospirosis. Catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, kasus leptospirosis tahun ini sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty menjelaskan kasus leptospirosis hingga Oktober pekan lalu sebanyak 28. Dari jumlah itu, 4 di antaranya meninggal.
"Bila musim hujan kasusnya bisa lebih besar. Warga, khususnya petani, harus waspada hal itu," kata Dewi, Sabtu, 29 Oktober 2022.
Pada tahun lalu, kasus leptospirosis di wilayah tersebut sebanyak 17 kasus (4 meninggal). Kemudian, 2020 ada 6 kasus (1 meninggal); 2019 sebanyak 9 kasus (2 meninggal) dan 2018 sebanyak 16 kasus (1 meninggal).
"Tahun 2017 paling banyak karena ada sebanyak 64 kasus dengan 4 di antaranya meninggal," ujarnya.
Tahun 2017 menjadi periode terbanyak adanya kasus leptospirosis di Gunungkidul. Menurut Dewi, ancaman leptospirosis harus dihindari dengan mencegah kontak ataupun berdekatan dengan hewan. Pasalnya, penyakit dari hewan ini atau zoonosis salah satunya diakibatkan air seni tikus yang terjangkit bakteri leptospirosa.
"Hal penting yang dilakukan untuk mencegah dengan menjalankan pola hidup bersih dan sehat. Kami terus lakukan sosialisasi ini ke masyarakat," kata dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Rismiyadi, meminta para petani mengawasi ancaman dan membasmi hama tikus sebelum masa tanam. Langkah itu sebagai bagian awal pencegahan penyakit hewan. Ia mengatakan juga sudah dilakukan pelepasliaran burung hantu tyto alba.
"Ini untuk membantu membasmi (tikus) karena (burung hantu) ini jenis predator," ucapnya.
Gunungkidul: Warga di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta mewaspadai
ancaman leptospirosis. Catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, kasus leptospirosis tahun ini sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty menjelaskan kasus leptospirosis hingga Oktober pekan lalu sebanyak 28. Dari jumlah itu, 4 di antaranya meninggal.
"Bila musim hujan kasusnya bisa lebih besar. Warga, khususnya petani, harus waspada hal itu," kata Dewi, Sabtu, 29 Oktober 2022.
Pada tahun lalu, kasus leptospirosis di wilayah
tersebut sebanyak 17 kasus (4 meninggal). Kemudian, 2020 ada 6 kasus (1 meninggal); 2019 sebanyak 9 kasus (2 meninggal) dan 2018 sebanyak 16 kasus (1 meninggal).
"Tahun 2017 paling banyak karena ada sebanyak 64 kasus dengan 4 di antaranya meninggal," ujarnya.
Tahun 2017 menjadi periode terbanyak adanya kasus leptospirosis di Gunungkidul. Menurut Dewi, ancaman leptospirosis harus dihindari dengan mencegah kontak ataupun berdekatan dengan hewan. Pasalnya, penyakit dari hewan ini atau zoonosis salah satunya diakibatkan air seni tikus yang terjangkit bakteri leptospirosa.
"Hal penting yang dilakukan untuk mencegah dengan menjalankan pola hidup bersih dan sehat. Kami terus lakukan sosialisasi ini ke masyarakat," kata dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Rismiyadi, meminta para petani mengawasi ancaman dan membasmi hama tikus sebelum masa tanam. Langkah itu sebagai bagian awal pencegahan penyakit hewan. Ia mengatakan juga sudah dilakukan pelepasliaran burung hantu tyto alba.
"Ini untuk membantu membasmi (tikus) karena (burung hantu) ini jenis predator," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)