Surabaya: Ratusan guru besar, dosen dan mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya menggelar aksi simpati terhadap Prof Budi Santoso yang dicopot dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran.
Aksi keprihatinan dilakukan di halaman Fakultas Kedokteran Unair. Sejumlah guru besar ikut aksi, diantaranya mantan Rektor Unair, Prof Puruhito. Mereka menuntut agar Prof Budi Santoso dikembalikan lagi dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair Surabaya. Pencopotan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.
"Kembalikan jabatan dekan. Pencopotan ini tidak memiliki dasar yang kuat, Dekan tidak terlibat hukum, asusila dan tindak melawan hukum lainnya," kata Prof Puruhito yang ikut menyampaikan orasi di Surabaya, Kamis, 4 Juli 2024.
Puruhito mengatakan tindakan pimpinan Unair memecat Budi tidak sesuai dengan prosedur. Salah satunya dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Statuta Unair.
Pasal itu menjelaskan dekan atau wakil dekan di Unair bisa diberhentikan karena berakhir masa jabatannya, meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen.
Pencopotan itu diduga, setelah Prof Budi Santoso Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menolak kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal naturalisasi dokter asing di Indonesia.
Ia membenarkan, pesan pamitnya yang tersebar di WhatsApp memang dikirimnya di grup dekan, Rabu sore, 3 Juli 2024 pascamenerima SK pencopotannya sebagai dekan.
"Itu kan grupnya dekan ya, ada grupnya dosen-dosen, saya pamitan karena Surat Keputusannya saya terima tadi sekitar pukul 15.00 WIB," katanya.
Meski surat pemberhentiannya baru turun pukul 15.00 WIB, sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari rektorat pukul 10.00 WIB. Dua hari lalu, Senin, 1 Juli ia juga dipanggil Rektor Unair Prof Mohammad Nasih yang menyertakan alasan pencopotannya.
"Prosesnya saya Senin (kemarin) dipanggil terkait dengan statement (pernyataan) tidak setuju dengan dokter asing. Terus akhirnya hari Rabu keluar SK-nya," paparnya.
Ia mengatakan, bahwa seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang berbeda dengan rektorat itu. "Kalau di SK tidak ada (alasan itu) tetapi dalam proses pemanggilan itu (dibilang soal alasannya)," ujarnya.
Surabaya: Ratusan guru besar, dosen dan mahasiswa dari
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya menggelar aksi simpati terhadap Prof Budi Santoso yang dicopot dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran.
Aksi keprihatinan dilakukan di halaman Fakultas Kedokteran Unair. Sejumlah guru besar ikut aksi, diantaranya mantan Rektor Unair, Prof Puruhito. Mereka menuntut agar Prof Budi Santoso dikembalikan lagi dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair Surabaya. Pencopotan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.
"Kembalikan jabatan dekan.
Pencopotan ini tidak memiliki dasar yang kuat, Dekan tidak terlibat hukum, asusila dan tindak melawan hukum lainnya," kata Prof Puruhito yang ikut menyampaikan orasi di Surabaya, Kamis, 4 Juli 2024.
Puruhito mengatakan tindakan pimpinan Unair memecat Budi tidak sesuai dengan prosedur. Salah satunya dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Statuta Unair.
Pasal itu menjelaskan dekan atau wakil dekan di Unair bisa diberhentikan karena berakhir masa jabatannya, meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen.
Pencopotan itu diduga, setelah Prof Budi Santoso Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menolak kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal naturalisasi dokter asing di Indonesia.
Ia membenarkan, pesan pamitnya yang tersebar di WhatsApp memang dikirimnya di grup dekan, Rabu sore, 3 Juli 2024 pascamenerima SK pencopotannya sebagai dekan.
"Itu kan grupnya dekan ya, ada grupnya dosen-dosen, saya pamitan karena Surat Keputusannya saya terima tadi sekitar pukul 15.00 WIB," katanya.
Meski surat pemberhentiannya baru turun pukul 15.00 WIB, sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari rektorat pukul 10.00 WIB. Dua hari lalu, Senin, 1 Juli ia juga dipanggil Rektor Unair Prof Mohammad Nasih yang menyertakan alasan pencopotannya.
"Prosesnya saya Senin (kemarin) dipanggil terkait dengan statement (pernyataan) tidak setuju dengan dokter asing. Terus akhirnya hari Rabu keluar SK-nya," paparnya.
Ia mengatakan, bahwa seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang berbeda dengan rektorat itu. "Kalau di SK tidak ada (alasan itu) tetapi dalam proses pemanggilan itu (dibilang soal alasannya)," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)