Jakarta: Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, menegaskan, penyidikan kasus korupsi tidak boleh dimonopoli satu institusi saja. Sebab, dapat berbahaya bagi penanganannya ke depan.
"Enggak bisa (dimonopoli). Kan, faktanya kita lihat sekarang, apa yang bisa dilakukan?" kata Margarito saat dihubungi, Kamis, 18 Januari 2024.
"Mari kita bergotong royong, bersama-sama menangani soal yang besar ini. Tidak bisa diserahkan pada satu (institusi tertentu). Bahaya juga kalau (penanganan korupsi) diserahkan pada satu organ saja," sambungnya.
Margarito mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi atas penghapusan wewenang kejaksaan menangani kasus korupsi. Pangkalnya, menegaskan kembali atas kewenangan presiden dalam penegakan hukum melalui perangkat di bawahnya.
"Menurut saya, betul jalan pikiran MK itu karena pertama begini, yang pegang tanggung jawab penegakan hukum itu presiden dan aparatur presiden itu, ya, kejaksaan agung dan kepolisian. Jadi, putusan MK harus dibaca pemuatan kewenangan presiden," tuturnya.
"Tidak ada ilmu bahwa presiden bukan pelaksana/penegak hukum dan di dunia mana pun sedari zaman absolut monarki sekalipun yang memegang kewenangan penegakan hukum itu presiden dan selalu dibantu aparatur-aparatur di bawahanya. Dalam konteks itulah putusan MK harus dibaca sebagai penegasan kembali atas kewenangan presiden yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung," imbuhnya.
Di sisi lain, Margarito berpendapat, tidak mau mengomentari secara detail soal kinerja kejaksaan, Polri, dan KPK dalam pengusutan kasus korupsi. Namun, ia menilai, ada perkembangan signifikan oleh kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
"Begitu banyak kasus yang besar-besar dan selama ini tidak terjangkau ternyata dibongkar dengan sangat baik sekali oleh Jaksa Agung di bawah kepemimpinan Pak Burhanuddin. Pada titik itu, apa pun alasannya, kita harus memberikan apresiasi kepada Jaksa Agung sampai saat ini," bebernya.
Sebelumnya, MK menolak gugatan yang meminta kewenangan jaksa mengusut kasus korupsi dihapuskan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumendana mengapresiasi putusan putusan MK tersebut. Dia menilai putusan itu mempertegas kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus korupsi.
Ketut pun menyatakan bahwa putusan itu bersifat final dan mengikat sehingga tak ada lagi upaya hukum yang bisa diajukan pemohon.
"Sehingga putusan yang telah dibacakan bersifat final dan mengikat sejak diucapkan sehingga," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya.
Jakarta: Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, menegaskan, penyidikan
kasus korupsi tidak boleh dimonopoli satu institusi saja. Sebab, dapat berbahaya bagi penanganannya ke depan.
"Enggak bisa (dimonopoli). Kan, faktanya kita lihat sekarang, apa yang bisa dilakukan?" kata Margarito saat dihubungi, Kamis, 18 Januari 2024.
"Mari kita bergotong royong, bersama-sama menangani soal yang besar ini. Tidak bisa diserahkan pada satu (institusi tertentu). Bahaya juga kalau (penanganan korupsi) diserahkan pada satu organ saja," sambungnya.
Margarito mengapresiasi keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi atas penghapusan wewenang kejaksaan menangani kasus korupsi. Pangkalnya, menegaskan kembali atas kewenangan presiden dalam penegakan hukum melalui perangkat di bawahnya.
"Menurut saya, betul jalan pikiran MK itu karena pertama begini, yang pegang tanggung jawab penegakan hukum itu presiden dan aparatur presiden itu, ya, kejaksaan agung dan kepolisian. Jadi, putusan MK harus dibaca pemuatan kewenangan presiden," tuturnya.
"Tidak ada ilmu bahwa presiden bukan pelaksana/penegak hukum dan di dunia mana pun sedari zaman absolut monarki sekalipun yang memegang kewenangan penegakan hukum itu presiden dan selalu dibantu aparatur-aparatur di bawahanya. Dalam konteks itulah putusan MK harus dibaca sebagai penegasan kembali atas kewenangan presiden yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung," imbuhnya.
Di sisi lain, Margarito berpendapat, tidak mau mengomentari secara detail soal kinerja kejaksaan, Polri, dan KPK dalam pengusutan kasus korupsi. Namun, ia menilai, ada perkembangan signifikan oleh kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
"Begitu banyak kasus yang besar-besar dan selama ini tidak terjangkau ternyata dibongkar dengan sangat baik sekali oleh Jaksa Agung di bawah kepemimpinan Pak Burhanuddin. Pada titik itu, apa pun alasannya, kita harus memberikan apresiasi kepada Jaksa Agung sampai saat ini," bebernya.
Sebelumnya, MK menolak gugatan yang meminta kewenangan jaksa mengusut kasus korupsi dihapuskan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumendana mengapresiasi putusan putusan MK tersebut. Dia menilai putusan itu mempertegas kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus korupsi.
Ketut pun menyatakan bahwa putusan itu bersifat final dan mengikat sehingga tak ada lagi upaya hukum yang bisa diajukan pemohon.
"Sehingga putusan yang telah dibacakan bersifat final dan mengikat sejak diucapkan sehingga," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)