Surabaya: Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya membekuk delapan tersangka komplotan joki online ujian tulis berbasis komputer (UTBK)– Seleksi Bersama Masuk perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Komplotan joki masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ini dikoordinasikan tersangka MJ, 40, warga Surabaya. Dalam aksinya tersangka MJ tidak sendiri, dibantu tujuh tersangka lain yang memiliki peran masing-masing.
Ketujuh tersangka itu adalah RHB yang memiliki peran sebagai operator atau master penjawab soal. MSN berperan sebagai perangkai alat dan ASP berperan sebagai pengarah penggunaan alat.
Sedangkan tersangka MBBS berperan sebagai pengarah peserta ujian dan tersangka IB yang berperan sebagai tim pengarah. Untuk pemasang alat dilakukan oleh tersangka MSME dan tersangka RF sebagai joki yang menggantikan di lokasi ujian.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Achmad Yusep Gunawan mengatakan pengungkapan kasus joki online UTBK-SBPMTN ini berawal dari temuan di satu Perguruan Tinggi Negeri di Kawasan Surabaya Timur, pada akhir Mei 2022
"Saat pelaksanaan UTBK-SBPMTN didapatkan adanya peserta ujian yang membawa peralatan perekam, mikrofon, dan ponsel, " ujarnya.
Tim penyidik Satreskrim kemudian melakukan penyelidikan dugaan adanya jaringan sindikat joki online UTBK-SBMPTN ini. Hasilnya delapan tersangka komplotan joki beserta barang buktinya ditangkap.
Barang bukti yang disita di antaranya, 25 potong kemeja lengan panjang yang sudah dimodifikasi untuk memasang kamera, 65 buah modem, 57 alat komunikasi, 63 kamera kecil, 44 mikrofon dan barang bukti lainnya.
Dijelaskan Yusep, mekanisme kerja komplotan joki ini dengan meminta peserta ujian memakai kemeja lengan panjang yang telah dimodifikasi dan dipasang berbagai rangkaian alat seperti peralatan perekam mikrofon dan ponsel.
"Peserta ujian mengirim hasil rekaman atau potret soal ujian ke tim operator yang dilanjutkan ke tim master atau penjawab soal. Setelah itu, jawaban dikirim lagi ke tim operator dan hasilnya dibacakan ke peserta ujian melalui mikrofon yang dipakai peserta, " ujarnya.
Akibat perbuatannya, kedelapan tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 KHUP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Surabaya: Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya membekuk delapan tersangka komplotan
joki online ujian tulis berbasis komputer (UTBK)– Seleksi Bersama Masuk perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Komplotan joki masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ini dikoordinasikan tersangka MJ, 40, warga Surabaya. Dalam aksinya tersangka MJ tidak sendiri, dibantu tujuh tersangka lain yang memiliki peran masing-masing.
Ketujuh tersangka itu adalah RHB yang memiliki peran sebagai operator atau master penjawab soal. MSN berperan sebagai
perangkai alat dan ASP berperan sebagai pengarah penggunaan alat.
Sedangkan tersangka MBBS berperan sebagai pengarah
peserta ujian dan tersangka IB yang berperan sebagai tim pengarah. Untuk pemasang alat dilakukan oleh tersangka MSME dan tersangka RF sebagai joki yang menggantikan di lokasi ujian.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Achmad Yusep Gunawan mengatakan pengungkapan kasus joki online UTBK-SBPMTN ini berawal dari temuan di satu Perguruan Tinggi Negeri di Kawasan Surabaya Timur, pada akhir Mei 2022
"Saat pelaksanaan UTBK-SBPMTN didapatkan adanya peserta ujian yang membawa peralatan perekam, mikrofon, dan ponsel, " ujarnya.
Tim penyidik Satreskrim kemudian melakukan penyelidikan dugaan adanya jaringan sindikat joki online UTBK-SBMPTN ini. Hasilnya delapan tersangka komplotan joki beserta barang buktinya ditangkap.
Barang bukti yang disita di antaranya, 25 potong kemeja lengan panjang yang sudah dimodifikasi untuk memasang kamera, 65 buah modem, 57 alat komunikasi, 63 kamera kecil, 44 mikrofon dan barang bukti lainnya.
Dijelaskan Yusep, mekanisme kerja komplotan joki ini dengan meminta peserta ujian memakai kemeja lengan panjang yang telah dimodifikasi dan dipasang berbagai rangkaian alat seperti peralatan perekam mikrofon dan ponsel.
"Peserta ujian mengirim hasil rekaman atau potret soal ujian ke tim operator yang dilanjutkan ke tim master atau penjawab soal. Setelah itu, jawaban dikirim lagi ke tim operator dan hasilnya dibacakan ke peserta ujian melalui mikrofon yang dipakai peserta, " ujarnya.
Akibat perbuatannya, kedelapan tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 KHUP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)