Terdakwa kasus pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan, di hadapan majelis hakim PN Bandung, Jawa Barat. (Foto: Medcom.id/Aditya)
Terdakwa kasus pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan, di hadapan majelis hakim PN Bandung, Jawa Barat. (Foto: Medcom.id/Aditya)

Kejati Jabar Apresiasi Hakim PT Bandung Vonis Mati Herry Wirawan

MetroTV • 05 April 2022 12:07
Bandung: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang memperberat hukuman Herry Wirawan. Terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati ini divonis hukuman mati usai jaksa Kejati Jawa Barat mengajukan banding.
 
"Pada prinsipnya, kami dari Kejati Jawa Barat memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya dan menghormati putusan tersebut," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, Selasa, 5 April 2022.
 
Namun, Kejati Jabar mengaku belum menerima salinan putusan. Pihaknya masih menunggu putusan tersebut secara resmi dari PT Bandung, untuk kemudian dipelajari sebelum mengambil langkah lanjut atas perkara Herry Wirawan.

"Kami masih menunggu salinan putusan banding tersebut untuk menentukan langkah dan sikap dari Jaksa Penuntut Umum," ujar dia.
 
Sebelumnya, Majelis Hakim PT Bandung mengabulkan vonis hukuman mati terhadap pelaku pemerkosaan 13 santriwati Herry Wirawan. Ketua Majelis Hakim PT Bandung Herri Swantoro mengabulkan hukuman tersebut setelah Kejati Jawa Barat mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang menghukum Herry Wirawan pidana penjara seumur hidup.
 
Baca: Garut Koordinasi dengan Pemprov soal Pengasuhan Anak Korban Herry Wirawan
 
"Menerima permintaan banding dari jaksa penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata Herri Swantoro di Bandung, Jawa Barat, Senin, 4 April 2022.
 
Selain vonis mati, Herry juga diwajibkan membayar restitusi Rp300 juta lebih. Vonis itu menganulir putusan PN Bandung yang sebelumnya membebaskan Herry dari hukuman pembayaran ganti rugi terhadap korban tersebut. 
 
Terdapat beberapa pertimbangan hakim PT Bandung terkait restitusi. Salah satunya, efek jera bagi pelaku apabila pembayaran restitusi dibebankan kepada mereka atau pihak ketiga, berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 
 
"Pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Karena pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian berupa restitusi kepada korban dan hal ini berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku," ujar hakim. (Narendra Wisnu)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan