Perjanjian normalisasi Israel dan Bahrain terjadi satu bulan usai UEA melakukannya, yang juga diumumkan oleh Trump.
Trump mengumumkan perjanjian normalisasi Israel-Bahrain via Twitter usai berbicara dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa dan juga Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Usai pengumuman Trump, Palestina menarik duta besarnya dari Bahrain untuk konsultasi. "Perjanjian ini adalah pengkhianatan bagi perjuangan dan masyarakat Palestina," kata Ahmad Majdalani, Menteri Sosial di Otoritas Palestina (PA), kepada kantor berita AFP, Sabtu 12 September 2020.
Di Jalur Gaza, juru bicara kelompok Hamas Hazem Qassem mengatakan bahwa keputusan Bahrain menormalisasi hubungan dengan Israel "merusak perjuangan Palestina dan mendukung pendudukan (Israel)."
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyebut normalisasi Bahrain-Israel sebagai "pengkhianatan lainnya terhadap perjuangan Palestina."
Warga Palestina khawatir langkah UEA dan Bahrain dapat memperlemah posisi negara-negara Arab yang menyerukan Israel untuk mundur dari sejumlah daerah pendudukan.
"Dengan menormalisasi hubungan dengan penjajah, Bahrain melanggar semua resolusi Arab. Perjanjian ini merepresentasikan pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina," sebut Wassel Abu Youssef, pejabat senior PLO.
Melaporkan dari Ramallah, Nida Ibrahim dari kantor berita Al Jazeera mengatakan bahwa PLO menilai perjanjian normalisasi terbaru merupakan "pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina, dan mereka (Bahrain) seperti melegitimasi rencana-rencana Israel."
"Kami telah berbicara dengan orang dekat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dan dia mengatakan perdamaian antara negara-negara Arab dan Israel tidak akan terjadi jika isu Palestina belum diselesaikan," ucap Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News