Sekte ini memiliki sejarah panjang dan peran politik yang signifikan, terutama di Suriah, tempat Dinasti Assad memanfaatkan identitas Alawi sebagai basis kekuasaan mereka.
Namun, kejatuhan rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, setelah pemberontakan besar-besaran, telah mengubah dinamika politik komunitas Alawi. Lalu apa itu Alawi? Yuk simak penjelasannya.
Asal-usul dan Keyakinan
Alawisme, yang dikenal juga sebagai Nusayriyyah, didirikan oleh Muhammad Ibn Nusayr pada abad ke-9.Ibn Nusayr adalah seorang imam dari Irak yang mengklaim dirinya sebagai B?b (pintu) para Imam dan bahkan mengaku memiliki wahyu keilahian. Ia memproklamirkan ajaran bahwa Imam Hasan al-Askari adalah manifestasi ilahi.
Klaim ini ditolak keras oleh Hasan al-Askari, yang menganggap ajaran Ibn Nusayr sebagai sesat. Akibatnya, Ibn Nusayr dan para pengikutnya dianiaya dan diusir dari komunitas Islam arus utama, sehingga mereka bermigrasi ke pegunungan pesisir Suriah, tempat mereka membentuk komunitas yang terisolasi.
Sekte ini berkembang dari komunitas Syiah Imamiyah dengan menambahkan elemen-elemen kepercayaan yang khas, seperti penghormatan ekstrem terhadap Ali bin Abi Thalib, yang dianggap sebagai manifestasi ilahi.
Keyakinan Alawi mencakup doktrin reinkarnasi, interpretasi simbolik terhadap rukun Islam, serta upacara keagamaan yang mencerminkan perpaduan antara tradisi Islam dan lokal.
Sebagai contoh, Maulid Nabi dalam tradisi Alawi sering kali melibatkan ritual simbolis yang tidak ditemukan di sekte Islam lainnya.
Doktrin Alawi memiliki elemen-elemen mistis yang unik. Kepercayaan inti mereka mencakup konsep Trinitas Ilahi yang terdiri dari tiga aspek: Ma'na (Makna), Ism (Nama), dan Bab (Pintu). Trinitas ini diyakini terus bereinkarnasi dalam sejarah manusia.
Sebagai contoh, Ali dianggap sebagai Ma'na, Muhammad sebagai Ism, dan Salman al-Farisi sebagai Bab. Ajaran ini juga mencakup kepercayaan pada reinkarnasi jiwa, di mana jiwa manusia akan terus bereinkarnasi hingga mencapai kesempurnaan spiritual.
Komunitas Alawi sangat rahasia dalam menyebarkan ajarannya. Sebagian besar doktrin mereka hanya diketahui oleh mereka yang telah mencapai tingkat inisiasi tertentu.
Ritual keagamaan mereka sering kali melibatkan elemen-elemen dari tradisi lokal dan agama lain, seperti perayaan dengan roti dan anggur yang mengingatkan pada tradisi Kristen.
Pengaruh budaya pra-Islam, seperti mitologi Fenisia dan gnostikisme, juga terlihat dalam praktik spiritual mereka.
Hubungan dengan Syiah dan Islam Arus Utama
Hubungan antara Alawisme dan Syiah sering menjadi perdebatan tajam. Sekte ini memiliki elemen-elemen yang mirip dengan Syiah Imamiyah, seperti penghormatan terhadap Imam Ali.Namun, interpretasi esoteris Alawi yang menggabungkan elemen mistis sering kali dianggap menyimpang oleh ulama Sunni dan bahkan beberapa ulama Syiah.
Dalam beberapa periode sejarah, Alawit menghadapi penganiayaan dari penguasa Muslim Sunni yang menganggap mereka sebagai bidah.
Pada era modern, pengakuan terhadap Alawit sebagai bagian dari Syiah diperkuat oleh fatwa Musa al-Sadr pada tahun 1973.
Fatwa ini tidak hanya memberikan legitimasi keagamaan tetapi juga menjadi alat politik yang digunakan oleh rezim Assad untuk memperkuat dukungan internasional dari negara-negara bermazhab Syiah seperti Iran.
Meskipun demikian, beberapa Alawit tetap menolak label Syiah dan mempertahankan interpretasi unik mereka terhadap keyakinan Islam.
Peran Politik di Suriah

Foto: Hafez al-Assad. (Museum Online Sejarah Suriah)
Hafez al-Assad, seorang Alawit dan ayah Bashar al-Assad, mengambil alih kekuasaan di Suriah melalui kudeta pada tahun 1970 dan mendirikan sebuah dinasti yang bertahan selama lebih dari lima dekade.
Kepemimpinan Hafez ditandai dengan strategi yang memusatkan kekuasaan pada komunitas Alawi.
Posisi strategis di militer, intelijen, dan pemerintahan sebagian besar diisi oleh individu dari komunitas ini, menciptakan jaringan patronase yang mendukung stabilitas rezim.
Hafez memanfaatkan ketegangan etnis dan sektarian di Suriah untuk menerapkan taktik divide et impera (pecah belah dan kuasai). Kebijakan ini melemahkan oposisi potensial sekaligus memperkuat kontrol Alawi atas negara.
Dalam upaya menjaga loyalitas, ia juga memastikan bahwa komunitas Alawi mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik, terutama melalui dominasi dalam sektor militer dan keamanan.
Namun, strategi ini menciptakan fondasi kekuasaan yang rapuh dan tergantung pada kehadiran pemimpin yang kuat.
Perubahan besar terjadi pada Desember 2024 ketika rezim Assad jatuh setelah pemberontakan besar-besaran.
Di kota asal Assad, Qardaha, pemimpin komunitas Alawi menandatangani pernyataan dukungan kepada penguasa baru, termasuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan Tentara Pembebasan Suriah (FSA).
Langkah ini mencerminkan upaya komunitas Alawi untuk meredakan ketegangan dan menyesuaikan diri dengan realitas politik baru.
Patung Hafez al-Assad di kota tersebut dihancurkan, dan warga bahkan menjarah mausoleum keluarga Assad, menunjukkan perubahan signifikan dalam loyalitas masyarakat lokal.
Baca Juga:
Ba’athisme, Ideologi Bashar al-Assad sang Mantan Presiden Suriah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id